Indigo Incubator Milik Telkom Buktikan Diri Menjadi Akselerator Yang Harus Diperhitungkan
Tiga startup yang dibina resmi mendapatkan pendanaan bahkan sebelum program inkubasi selesai
Saya akui, saya adalah salah satu orang yang pesimis ketika mendengar bahwa Telkom secara resmi masuk menjadi salah satu investor dan inkubator untuk startup teknologi di Indonesia beberapa tahun silam. Wajar saja, Telkom bukan perusahaan yang terkenal dengan inovasi dan kecepatan, dua hal yang sinonim dengan startup. Benar saja, ketidakpercayaan saya sempat terlihat dari selentingan beberapa pemain industri mengenai ketidakefektifan dan birokrasi yang menjadi hambatan utama bagi Telkom, melalui program Indigo Incubator, untuk memaksimalkan rencananya untuk mendapatkan startup-startup muda yang penuh potensi.
Hampir setahun belakangan, sepertinya Indigo Incubator seperti berubah 360 derajat. Ada banyak startup-startup yang menurut saya memiliki potensi, dipimpin oleh founder-founder yang bertalenta dan passionate, memutuskan untuk bergabung dengan Indigo Incubator yang menurut saya hampir seperti membuang waktu saja. Namun, sepertinya Indigo Incubator sudah berevolusi menjadi sebuah tempat yang mampu mendeteksi founder-founder berkualitas dan mampu mempoles founder-founder tersebut menjadi pebisnis tingkat kakap.
Kini, Indigo Incubator dipimpin oleh tim yang memang berasal dari industri startup, anak-anak muda yang sudah biasa hidup dengan inovasi, kecepatan mengambil keputusan dan sedikit kegilaan yang membuat dunia startup menjadi lebih menarik untuk diikuti.
Nicko Widjaja, salah satu pemain lama di industri startup yang kini menjadi salah satu pengambil keputusan untuk Indigo Incubator dan MDI Ventures menyuarakan hal-hal baru yang dilakukan Indigo Incubator untuk batch tahun ini.
“Kami menyadari bahwa tidak semua startup founder sama. Kecepatan mereka beradaptasi, belajar, berkomunikasi dan how they’re able to connect the dots, sangat variatif dari satu startup dengan yang lain. Maka dari itu program kali ini juga disesuaikan dengan kecepatan dari masing-masing startup”, Nicko menjelaskan.
Hasilnya? Batch terbaru ini bisa dibilang batch paling menarik, terutama di kalangan investor, baik lokal maupun internasional. Beberapa investor dan VC yang sempat saya mintakan pendapat, menunjukkan optimisme mereka dengan startup-startup lulusan Indigo Incubator terbaru. Sebuah hal yang juga mengejutkan bagi investor-investor ini, untuk bisa melihat bagaimana Indigo Incubator mampu melihat dan menemukan startup-startup lokal yang memiliki potensial.
Meski program inkubasi masih belum selesai, namun tiga startup hasil inkubasi Indigo Incubator, yaitu Goers, PowerCube dan Apaja, telah sukses mendapatkan follow-on funding dari beberapa angel investor, dan private equity.
Fundraising bukanlah sebuah hal yang mudah, namun hal ini tidak serta merta menunjukkan bahwa Indigo Incubator bisa melihat mana startup yang akan sukses, namun paling tidak Indigo Incubator bisa mengerti startup seperti apa yang bisa menarik investasi dari investor; dan secara tidak langsung juga harus bisa menilai founder mana yang memiliki kualitas untuk menjadi digitalpreneur lokal yang mumpuni. Kebetulan, Oktober ini mereka sedang membuka batch baru.
Jika dulu saya tidak menganjurkan Indigo Incubator untuk para founder startup, sepertinya saat ini Indigo Incubator sudah bisa menjadi sarana yang bagus bagi founder untuk bisa belajar dan menggali wawasan untuk menjadi pemimpin di industri digital Indonesia, dan mungkin suatu saat nanti, dunia.
Sign up for our
newsletter