Irzan Raditya tentang Masa Depan Industri: AI Berpotensi Memanusiakan Teknologi
Pendiri Kata.ai menceritakan ambisinya tentang masa depan teknologi melalui AI
Manusia adalah makhluk yang rumit, jikalau sebuah mesin akan menggantikan perannya jelas bukan perkara sederhana. Irzan Raditya menyadari sepenuhnya fakta ini, namun ia tetap percaya bahwa kekuatan teknologi dapat membuat ekosistem manusia menjadi lebih baik. Dia, melalui Kata.ai, memungkinkan teknologi untuk berinteraksi dengan orang-orang dengan cara yang mirip manusia, dengan percakapan AI (Artificial Intelligence).
Perjalanan awal
Sebagai seseorang yang berprivilese untuk mengakses teknologi sejak usia dini, Irzan tidak menyia-nyiakan kesempatan. Ayahnya memegang peran penting dalam tumbuh kembang minatnya pada teknologi. Ia mulai jatuh cinta dengan menggambar sejak sekolah dasar, Paint menjadi pintu gerbang pertamanya dalam dunia komputer. Sekitar usia yang sama, mulai tumbuh keyakinan untuk belajar tentang IT dan menjadi seorang programmer suatu saat nanti.
Bakat bisnisnya sudah terlihat sejak kelas 6 SD. Kegemarannya terhadap video game semakin mempertajam sisi kreatifnya. Menggunakan perangkat yang ada serta pengetahuan teknologi dari rumah, ia berhasil mengumpulkan uang dari membuat game mod untuk teman-temannya. Ketika ia mulai mengenal internet broadband, sekitar akhir SMP dan awal SMA, ia bisa mendalami minatnya terhadap musik dengan menjual bot game [ragnarok]. Semua yang ia lakukan semata-mata otodidak, berkat eksistensi internet.
Perjalanan membangun karir di bidang TI dimulai ketika ia diterima di Hochschule für Technik und Wirtschaft Berlin dalam perjuangan meraih gelar sarjana di bidang Ilmu Komputer. Di tahun 2009, perusahaan teknologi Jerman tidak semarak di AS. Irzan suka menggambar, tetapi dalam hal karier dan bisnis, ia memutuskan untuk mengambil jurusan aplikasi seluler daripada desain grafis.
Dia memanfaatkan waktunya di Jerman dengan mengeksplorasi pengalaman yang berharga, dia menjadi teknisi magang di Zalando (anak perusahaan dari Rocket Internet). Di sinilah ia belajar bahwa pemrograman bukanlah bakat terbaiknya, tetapi dia memiliki kemampuan untuk melihat sesuatu dari perspektif yang berbeda. Ia menemukan banyak sekali pertanyaan tanpa jawaban pasti dan akhirnya dari rasa penasaran itu mempelajari peran/skill dalam manajemen produk, karena Anda bekerja tidak hanya dari segi teknis tetapi juga dari sisi bisnis dan desain.
Sembari mengampu pendidikan, ia berhasil memulai sebuah proyek kecil bernama Amplitweet, sebuah platform bagi para musisi agar musiknya bisa diunduh dengan cara menggunggah tweet dan follow. Dalam upaya pertama, Irzan merasakan bahwa menjadi pendiri solo membutuhkan kerja ekstra, ia kemudian berhenti dan fokus belajar. Namun, selalu ada perasaan gelisah ingin melakukan sesuatu di waktu senggangnya. Lalu terpikir sebuah ide, clothing line untuk para geek yang turut menampilkan ilustrator dari Indonesia, aplikasi ini bernama Cape & Fly. Rencananya sudah matang tetapi eksekusinya belum sempurna. Waktu yang tidak pas serta sempitnya peluang menjadi penghalang. Tidak berhenti di situ. Sekitar tahun 2012, Instagram mulai booming tetapi tidak ada satu platform pun yang menyediakan feed untuk fashion dan belanja. Styyli bisa jadi jawabannya, sayangya mereka bertemu partner yang salah dan produk pun jadi berantakan. Gagal maning.
Meskipun begitu, selalu ada hikmah di balik setiap kegagalan. Saat itu, ia menjabat sebagai Head of Mobile Product di sebuah platform pengiriman makanan di Jerman, ia bertanggung jawab atas lini bisnis di 11 negara dan menerima laporan dari sekitar 10 orang setiap harinya. Bosnya adalah seorang yang pantas menjadi panutan, muda dan ambisius, ia pun termotivasi. Percobaan terakhir Irzan di Jerman adalah Rumah Diaspora, sebuah platform yang menghubungkan orang-orang dari negara asal yang sama yang ingin tinggal bersama. Saat itu, ia berhasil, platform diluncurkan.
Dari perjalanan itu, Irzan belajar tiga hal, (1) Kamu tidak bisa melakukannya sendiri. Dia bekerja dengan Reynir [sekarang CMO Kata.ai] dan belajar banyak hal bersama melalui Styyli. Selain itu, ia menemukan dedikasi dan etos kerja yang baik pada Wahyu Wrehasnaya [sekarang COO Kata.ai] ketika bekerja bersama melalui Rumah Diaspora (2) Memecahkan masalah di tempat yang tepat, inilah alasan ia mendirikan Rumah Diaspora di Jerman. (3) Mulailah dengan apa yang Anda miliki, salah satu alasan kegagalan Styyli adalah karena merek fesyen biasanya digunakan oleh pengguna iOS, sedangkan Irzan memiliki latar berlatar belakang Android. Dengan kata lain, tidak cocok.
Mendirikan perusahaan teknologi
Pada tahun 2015, Irzan memutuskan untuk pulang ke Indonesia dan berhasrat untuk membangun bisnis sendiri. Yang ia dengan, Indonesia adalah negara dengan banyak isu, dan hal itu merupakan surga bagi para pengusaha. Sementara itu, di Eropa, tidak ada cukup masalah. Sebagai wirausahawan, memang tidak seseksi di Indonesia.
Awalnya ia mempelajari pasar di Indonesia. Terinspirasi dari sebuah perusahaan di AS yang menyediakan asisten virtual yang kemudian dipadukan dengan budaya masyarakat Indonesia yang berbasis pada chat serta memegahkan segala sesuatu yang praktis. Akhirnya, ia memutuskan untuk mendirikan YesBoss - sebuah perusahaan yang menawarkan layanan asisten virtual dengan dua Co-founder dari perusahaan sebelumnya, Reynir [Styyli] dan Wahyu [Rumah Diaspora].
“Saya percaya untuk membangun tim co-founder yang kuat, harus ada kepercayaan dan komitmen sebagai pondasi dasar, hal-hal lain bisa dipelajari dan akan berjalan seiring. Itu sebabnya saya bersyukur bisa tetap bertahan bersama Co-Founder saya. " Kata Irzan.
YessBoss akhirnya mendapatkan eksposur dan berhasil membuat VC mengantre menawarkan term sheet. Salah satu VC di US yang fokus di tahap akhir bahkan bersedia menghubungkan mereka dengan Managing Partner di 500 Startups. Sejak hari pertama, tim kami menyadari bahwa teknologi ini sangat manual. Akan sulit untuk bisa scalable tanpa memiliki kemampuan dalam pembelajaran mesin dan NLP, yang merupakan bagian AI. Kami pun meminta Jim Geovedi untuk menjadi penasihat teknis untuk algoritma NLP. Perusahaan kemudian berhasil mengumpulkan dana dan dalam satu setengah tahun telah mengembangkan sayap ke Filipina [dengan mengakuisisi perusahaan serupa, HeyKuya] dengan total 100 karyawan.
Namun, semuanya tidak berjalan semulus yang direncanakan. Datanglah episode kelam, waktu berlalu dan perusahaan masih tidak dapat menemukan model bisnis yang berkelanjutan.
“Sangat sulit untuk menjadi scalable jika Anda mencoba menjadi segalanya untuk semua orang. Di sisi lain, kami memiliki kewajiban kepada investor dan untuk bisa bertahan. Akibat perubahan model bisnis, kami harus merumahkan 90% karyawan kami. Saat itu keadaan sangat sulit," kata Irzan.
Anggota tim lainnya bekerja keras untuk mencari solusi, dan masa depan teknologi adalah AI. Pada akhir 2016, perusahaan secara resmi beralih ke bisnis B2B yang menawarkan teknologi percakapan AI untuk korporasi yang dinamai Kata.ai. Pertama kali mereka menjalin kerjasama dengan LINE dan Unilever untuk chatbot. Mereka mulai dengan 10 orang pada saat itu, dan mereka kembali ke 100 orang. Saat ini perusahaan telah mencapai pertumbuhan bisnis 3 kali dalam setahun dan masih terus bertambah.
Kiprah AI yang fenomenal
Irzan mengatakan bahwa pertemuannya dengan AI adalah tidak sengaja. Di Jerman, ia pernah bekerja paruh waktu, salah satunya menjadi agen call center. Dia bekerja sekitar 4-6 bulan untuk perusahaan outsourcing di Inggris dalam menerima keluhan dan pertanyaan. Ia selalu berpikir ini hanya pekerjaan yang berulang yang membuat orang-orang menderita karena teriakan dan tekanan. Kata.ai salah satunya hadir untuk bisa menjadi solusi terbaik dalam masalah semacam ini.
Dia juga menyebutkan, "AI sebenarnya adalah alat, bukan tongkat sihir. Selalu ada pihak yang melihat AI sebagai ancaman, sisi lain yang cukup ekstrim menganggap AI sebagai penyelamat. Saya berada di antara keduanya, dan lagi itu semua kembali kepada kita, sebagai manusia. Secanggih apapun teknologi yang kita miliki, semua akan jadi sia-sia jika kita tidak bisa memanfaatkannya dengan baik."
AI akan menjadi hal fenomenal seperti internet dan listrik dalam 5-10 tahun mendatang. Setiap hari, kita berinteraksi dengan aplikasi yang didukung AI. Google speech to text, rekomendasi youtube, dan apa yang Kata.ai lakukan dengan percakapan AI melalui chatbot. Setiap produk/perusahaan yang tidak menggunakan AI akan segera tertinggal. Banyak masalah di luar sana yang bisa diselesaikan melalui AI, khususnya di Indonesia. Namun, kita belum cukup mengeksplorasi dan mengekspos lebih jauh tentang hal ini. AI dalam perawatan kesehatan, AI melalui pendidikan, AI bekerjasama dengan pemerintah, AI untuk pengembangan kota pintar. AI memiliki kemampuan untuk memanusiakan teknologi dan membuatnya lebih efektif.
Dari teknologi AI yang luar biasa, menjadi penting untuk mengetahui skenario terburuk yang bisa diakibatkan oleh teknologi yang menyinggung dunia manusia ini. Pertama, ketika Indonesia tertinggal jauh dalam pengadopsian teknologi AI, maka peluang beralih ke pemain lain dan mereka akhirnya memimpin pasar. Kedua, kita berbicara tentang AI yang menyebabkan hilangnya pekerjaan. Manusia memiliki perasaan, mereka selalu menemukan cara dan mencari peluang. Di era disrupsi, berbagai jenis pekerjaan baru ditemukan. Tidak akan ada pekerjaan yang hilang tetapi akan ada peralihan tugas. Menggunakan percakapan AI , tugasnya bisa sangat 'manusiawi'. Manusia cenderung lupa dan mengira bahwa AI bisa belajar dengan sendirinya. Sementara itu, ada banyak pekerjaan dan kebutuhan tenaga manusia di balik pekerjaan AI yang luar biasa.
Karya kecerdasan buatan telah ditangkap dan disalurkan melalui beberapa media. Misalnya, ada banyak film yang menyoroti karya-karya AI yang luar biasa, beberapa di antaranya memaparkan visi bahwa AI bisa begitu kuat, bisa tumbuh lebih besar dari manusia serta pemikirannya. Irzan mencoba menjelaskan dari sudut pandang pakar AI tentang masalah ini, Kai Fu Li dan Andrew Ng. Dia mengatakan kecerdasan buatan yang digunakan di beberapa film yang dapat melebihi kapasitas manusia disebut AGI (Artificial General Intelligence). Namun, dari status quo sekarang menuju visi yang utopis, kita masih dalam proses mencerna. Deep learning yang ada saat ini masih belum memadai, kurasi sudah baik namun fokus masih terpaku pada satu hal. Meskipun pertumbuhan terjadi secara eksponensial, masih membutuhkan kemampuan kognitif.
Selain AI percakapan dan AGI, teknologi ini memiliki cabang ilmu yang cukup luas. Neuroteknologi, misalnya, adalah disiplin ilmu lain yang cukup diminati Irzan. Ini adalah jenis proses di mana mesin dapat membaca pikiran orang. Penelitian ini masih berlangsung, tetapi idenya sendiri sangat mencengangkan sekaligus menakutkan.
– Artikel asli dalam bahasa Inggris, diterjemahkan oleh Kristin Siagian
Sign up for our
newsletter