Kaleidoskop Startup Teknologi Asuransi Sepanjang 2019
Perkembangan insurtech di Tanah Air masih positif dengan potensi pasar yang masih begitu besar.
Asuransi adalah produk keuangan yang secara umum penetrasinya masih rendah di Indonesia. Kemunculan insurtech beberapa tahun terakhir berpeluang menambal kekosongan besar itu.
Sepanjang 2019 ini, industri insurtech di Indonesia dapat dikatakan cukup berkembang. Kami mencatat sejumlah cerita penting yang dihasilkan dari perjalanan setahun ini oleh para startup insurtech mulai dari pendanaan, ekspansi, hingga kolaborasi. Berikut ulasan lengkap dari kami.
Pendanaan dan investasi
Kabar pertama datang dari MDI Ventures yang mengumumkan rencananya untuk mengucurkan uang ke startup asuransi digital asal Singapura bernama CXA Group pada Maret silam. CEO MDI Ventures Nicko Widjaja mengatakan pendanaan tersebut akan bersinergi dengan jaringan Telkom Group perihal bisnis dan inovasi CXA.
Berita berikutnya berasal dari startup Qoala. Pada Mei lalu Qoala berhasil mengamankan pendanaanseed round sebesar US$1,5 juta atau sekitar Rp21,6 miliar dari Sequoia Capital India (Surge). Co-Founder & COO Qoala Tommy Martin menyebut pendanaan ditujukan untuk inovasi teknologi asurasi bermacam industri dengan harapan memperluas jangkauan dan edukasi produk asuransi mikro di kota-kota kecil Indonesia.
Terakhir pada November lalu, Mandiri Capital Indonesia (MCI) menyebut ketertarikannya terhadap insurtech sebagai bagian dari rencana pendanaan mereka di tahun depan. CEO MCI Eddi Danusuputro mengungkap pihaknya menyiapkan sekitar Rp50 miliar untuk tiga startup yang bergerak di fintech dan insurtech yang masih di tahap pra seri A.
Go International
Dari sejumlah pemain insurtech di Tanah Air, nama PasarPolis bergaung ketika mereka mengumumkan ekspansi bisnisnya ke level Vietnam dan Thailand. Ekspansi ini tak bisa dilepaskan dari kucuran pendanaan seri A yang mereka peroleh dari Gojek, Tokopedia, dan Traveloka pada tahun sebelumnya.
Langkah berani PasarPolis ini diikuti dengan penunjukkan country manager untuk masing-masing negara. Adapun produk yang mereka tawarkan dalam ekspansi itu meliputi asuransi keselamatan konsumen ride-hailing, pengiriman barang, serta pengiriman makanan.
Kolaborasi
Beberapa startup insurtech menghiasi pemberitaan melalui aksi kerja sama mereka dengan startup lain. Langkah ini dilakukan tentu untuk melebarkan jangkauan layanan mereka demi meraup pasar yang lebih besar.
Yang paling anyar adalah kerja sama antara Futuready dengan e-commerce Ralali. Dalam kolaborasi ini Futuready menjadi penyedia asuransi B2B untuk usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Lewat kolaborasi ini, kedua startup menargetkan satu juta UMKM menjadi nasabah asuransi mereka.
Kolaborasi berikutnya datang dari Grab dan Qoala. Produk asuransi yang ditawarkan melalui kerja sama tersebut berupa asuransi proteksi ponsel, lebih tepatnya terhadap layar ponsel. Namun perlu dicatat kolaborasi yang diumumkan pada awal November ini masih bersifat eksperimen. Dengan produk ini Grab menyusul super app rival mereka, Gojek, yang sudah memiliki layanan asuransi sejak empat tahun lalu.
Mundur dua bulan sebelumnya, kabar kolaborasi juga datang dari tanamduit dengan Premiro. Sebagai platfrom investasi, tanamduit menggandeng Premiro untuk merambah pasar asuransi terutama untuk segmen milenial. Produk yang mereka tawarkan meliputi perlindungan ponsel hingga perlindungan dari sejumlah penyakit seperti demam berdarah (DB).
Hal lain yang perlu dicermati
Penting untuk diingat industri asuransi sedang tumbuh. Penetrasi produk asuransi di Indonesia masih sangat rendah. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut penetrasi asuransi hanya 2-3% dari total populasi. Insurance Technology Survey 2019 yang diterbitkan DSResearch menunjukkan ada sejumlah penyebab rendahnya penetrasi tersebut mulai dari aksesibilitas produk asuransi, harga yang terlalu mahal, hingga minimnya pengetahuan akan manfaat asuransi.
Namun hal itulah yang membuat mereka yang menggeluti insurtech kian berlomba-lomba berebut pasar. Dengan dasar demikian regulator, dalam hal ini OJK, tampak masih memberi kelonggaran lebih untuk mendukung pertumbuhan pasar.
Namun kelonggaran itu tak akan berlangsung lama lagi. Pasalnya OJK kini tengah menggodok peraturan baru untuk insurtech. Menurut laporan Kontan, aturan yang sedang diracang itu terkait dengan aspek salura distribusi seperti agregator, marketplace, dan peer to peer insurance, serta proses model asuransi yang lebih terdigitalisasi.
Sign up for our
newsletter