1. Startup

Keseriusan Facebook Atasi Salah Paham Komunikasi Online dan "Bullying"

Manusia tak pernah terlepas dengan interaksi baik itu antara individu, kelompok atau lingkup sosial yang lebih luas. Setiap interaksi yang terjadi akan menemui satu titik yang disebut konflik. Hal ini bisa terjadi baik dalam dunia online maupun offline, termasuk interaksi dalam media sosial. Tidak perlu takut dengan konflik, karena konflik tak selalu buruk. Bisa saja konflik berdampak pada hubungan menjadi lebih dekat dan harmonis, dengan penyelesaian secara baik-baik. Di sisi sebaliknya konflik bisa juga berdampak buruk dan mengakibatkan perpecahan.

Saat ini dunia seakan tak lagi mempunyai batasan antar ruang dan waktu. Kondisi ini kita kenal sebagai dunia maya. Meski dengan embel-embel maya, bukan berarti dunia tersebut tak riil atau dianggap tak ada. Dengan hadirnya dunia maya, media sosial memaksa hadirnya peninjauan ulang akan pengertian interaksi yang lebih luas. Interaksi offline dan online -- begitulah kiranya kita membedakannya saat ini.

Dampak dan konflik yang terjadi akibat interaksi online dan offline tak dapat dipisahkan saat ini. Menjadi sebuah tantangan tersendiri juga bagi ilmuwan untuk memberikan sebuah pengertian serta perhatian pada konflik yang terjadi di dunia onlineOnline bullying menambah daftar tantangan bagi kehidupan remaja dan telah memakan banyak korban serius. Efek yang dirasakan online bullying tak berbeda dengan bullying yang terjadi terhadap seseorang di kehidupan nyata.

Bisakah sebuah media sosial menjadi lebih berempati? Bersama dengan para peneliti terkemuka dari Yale’s Center for Emotional Intelligence, Berkeley’s The Greater Good Science Center, dan Claremont McKenna College, Facebook menjajaki gesekan konflik yang terjadi dalam kehidupan online melalui lusinan bahasa dan ratusan budaya. Semuanya dengan nilai yang berbeda, di mana isyarat-isyarat sosial dan hukum tidak tertulis dalam berinteraksi di dunia online.

Sebagai media sosial yang terbesar saat ini, Facebook sering mendapat pelaporan tentang status yang ofensif dan foto yang dianggap mengganggu dari penggunanya. Tak jarang mereka mendapatkan pengaduan dari orang yang sebenarnya berteman dan saling kenal. Kenyataannya dua orang yang saling mengenal dan berseteru di media sosial media tak mampu menyelesaikan konfliknya sendiri.

Research Day Compassion Facebook keempat yang diselenggarakan tanggal 5 Desember 2013 lalu di Menlo Park, California, merumuskan beberapa hal penting yang terkait interaksi manusia yang terjadi di dunia maya.

Riset menemukan bahwa orang-orang yang membuat status update dan link umumnya senang mendengar umpan balik. Tiga dari lima orang merasa senang terhadap orang-orang yang mengirim pesan tentang posting kontroversial mereka dan jumlah yang sama mengatakan bahwa mereka tak masalah diminta untuk menghapus posting tersebut.

Temuan lain adalah komunikasi online bisa menjadi alat yang tepat untuk menjadi resolusi sosial yang membantu menjangkau satu sama lain. Sebagai contoh ketika pengguna berkomunikasi dengan pengguna lain tentang suatu foto memalukan, foto tersebut dihapus dan dibuatkan media diskusi khusus untuk percakapan yang produktif. Hasilnya 65 persen memberikan tanggapan positif pada pesan ini, sedangkan 25 persen berpendapat netral.

Selain itu ada temuan menarik bahwa ternyata orang yang memuat posting kontroversial di akun Facebook-nya, belum tentu sengaja berniat memprovokasi. Hanya 10 persen responden yang bilang bahwa status update itu memang untuk memprovokasi orang lain, sedangkan sisanya mengaku tidak sengaja. Mereka hanya menganggap bahwa hal itu menarik atau lucu.

Facebook juga memfasilitasi pengguna yang menginginkan tulisan offensive untuk diturunkan. Saat ini, setiap minggunya ada 3,9 juta orang yang menggunakan fasilitas ini.

Hal terakhir, yang mungkin paling penting, riset ini memungkinkan Facebook untuk mengembangkan Facebook’s Bullying Prevention untuk mencegah bullying online. Metode ini disesuaikan dengan kebutuhan yang unik dari orang-orang yang ingin mengambil tindakan -- baik itu korban, orang dewasa yang membutuhkan bantuan berbicara dengan anak mereka, pendidik yang mencari cara untuk mencegah bullying atau bahkan bimbingan kepada pelaku bullying itu sendiri.

[Ilustrasi foto: Shutterstock]

Are you sure to continue this transaction?
Yes
No
processing your transaction....
Transaction Failed
Try Again

Sign up for our
newsletter

Subscribe Newsletter
Are you sure to continue this transaction?
Yes
No
processing your transaction....
Transaction Failed
Try Again