Kesiapan SDM Jadi Tantangan Utama Menuju Revolusi Industri 4.0
Sektor industri Indonesia belum memandang pentingnya implementasi solusi teknologi
Sejumlah pengamat menilai Indonesia perlu meningkatkan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) di sektor manufaktur dalam rangka mempersiapkan diri untuk beradaptasi di era Industri 4.0.
Pada sesi diskusi panel ConnecTechAsia bertajuk “Digital Innovation in the Manufacturing Sector in Indonesia”, sejumlah pengamat dan pemain teknologi mengungkap sejumlah tantangan besar yang akan dihadapi di era otomasi tersebut.
Chairman Asosiasi Pengusaha Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional (Aptiknas) Fanky Christian menilai, kemampuan SDM di sektor manufaktur masih rendah. Ini terjadi tak hanya di Indonesia, tetapi juga SDM di kawasan Asia Pasifik.
Untuk beradaptasi menuju Industri 4.0, Fanky menggarisbawahi pentingnya peningkatan kemampuan SDM. Menurutnya, tantangan tersebut tentu akan sedikit berbeda dirasakan pada sektor industri yang lebih ramah dengan perkembangan teknologi terkini, misalnya sektor telekomunikasi.
“Untuk menuju Industri 4.0, digitasi dan digitalisasi menjadi dua elemen penting dalam mencapai efisiensi. Sebelum ke sana, perusahaan manufaktur perlu melakukan dua approach, yakni upskilling dan reskilling agar terus belajar beradaptasi,” ujar Fanky, Rabu (5/12).
Pada kesempatan sama, Chairman Asosiasi Big Data & AI Indonesia Rudi Rusdiah melihat tantangan lain dari sisi teknologi, yaitu masih rendahnya implementasi solusi teknologi, seperti big data dan Artificial Intelligence (AI). Ini menandakan belum banyak perusahaan melihat pentingnya adopsi teknologi terhadap bisnis.
Padahal Industri 4.0 merupakan tren otomasi dan pertukaran data di mana pelaksanaannya akan sangat lekat dengan pemanfaatan teknologi canggih, seperti Internet of Things (IoT), cloud, big data, dan AI.
“Jumlah tenaga yang kompeten di ranah big data maupun AI tidak banyak. Sulit mencari data scientist di Indonesia. Biaya pengembangan [big data dan AI] juga tidak sedikit,” ungkap Rudi.
Jangankan bicara teknologi canggih seperti contoh di atas. Adopsi cloud sebagai solusi teknologi mendasar juga belum tinggi. Mengutip data Gartner, perpindahan data ke cloud diestimasi naik menjadi 28 persen pada 2022.
“Di [layanan] kami, belum banyak sektor manufaktur yang pakai. Kebanyakan masih dari perbankan. Padahal, cloud itu memberikan manfaat pada pembaruan aset, inovasi yang lebih lincah, dan peningkatan ekonomi digital,” papar VP Product Management Cloud & UC TelkomTelstra Arief Rakhmatsyah.
Tak kalah penting, Deputy General Manager Mitsubishi Electric Ivan Chandra juga menyoroti pentingnya penciptaan solusi atau inovasi bagi industri yang seharusnya dapat terukur. Dengan demikian, industri dapat mengetahui apakah biaya yang dikeluarkan dapat sesuai hasil yang diinginkan.
Indonesia saat ini tengah berada di posisi untuk mempersiapkan hal ini. Bahkan Kementerian Perindustrian telah menerbitkan Peta jalan (roadmap) Making Industri 4.0 yang menyebutkan bahwa revolusi ini akan menjadi lompatan besar bagi sektor manufaktur untuk mendongkrak perekonomian di Indonesia.
Riset yang dirilis Informa Tech menyebutkan sejumlah tantangan yang dihadapi sektor manufaktur Indonesia. Dari sisi teknologi, tantangan utamanya antara lain (1) keamanan siber dan cadangan data (57%), (2) peningkatan kemampuan teknologi karyawan (43%), dan (3) mencari supplier teknologi andal (36%)
Sementara dari sisi bisnis, tantangan terbesarnya adalah (1) kemampuan menghadapi kompetisi (53%), (2) mencari customer baru (47%), dan (3) mengikuti atau beradaptasi dengan perkembangan teknologi baru (34%).
Sign up for our
newsletter