[Manic Monday] Industri Musik "Baru" Membutuhkan Anda!
Minggu lalu saya berkesempatan untuk mengikuti workshop Lean Startup Machine di Singapura, bersama dengan rekan kontributor Dondi Hananto, yang sudah menuangkan pengalaman dia di workshop tersebut. Singkat kata, workshop tersebut merupakan pengalaman yang cukup berharga, yang saya rekomendasikan pada siapapun yang sedang ingin membangun startup sendiri, ingin mempelajari "cara cepat" untuk customer development, atau ingin mendapatkan perspektif lain mengenai membangun bisnis. Tentunya, metode LSM ini hanyalah satu pendekatan yang bisa diambil untuk membangun sebuah bisnis. Tapi saya harap, buat yang ingin terjun ke dunia startup, pikirkan bahwa yang dibangun adalah sebuah bisnis, bukan hanya sebuah program atau aplikasi.
Dalam tiga hari itu, semua peserta dibagi-bagi dalam kelompok dan diminta membuat sebuah konsep bisnis yang sudah memiliki potensi pelanggan, dan mengerucutkan konsep bisnisnya pada pelanggan-pelanggan potensial tersebut. Apakah bisnis yang diajukan menyelesaikan sebuah masalah? Apakah ada calon pelanggan yang bersedia membayar untuk solusi/layanan yang diajukan? Workshop ini bahkan tidak membahas sedikitpun soal programming, manajemen, atau keuangan - intinya adalah, memvalidasi asumsi bahwa konsep bisnis yang diajukan memiliki potensi pelanggan yang bersedia menggunakan layanan/solusi tersebut.
Dari belasan kelompok yang presentasi di LSM workshop ini, ada satu yang mengajukan konsep yang menarik berkaitan dengan musik: Bring Them In. Konsep intinya sederhana: semacam penggabungan antara petisi dan crowdfunding, yang mengumpulkan orang-orang yang ingin mendatangkan artis tertentu ke Indonesia dan mengumpulkan uang untuk tujuan tersebut. Tiap orang "tanda tangan" petisi harus menginvestasikan uang jumlah tertentu, yang apabila artisnya bisa didatangkan, uang itu akan menjadi semacam pembayaran di muka untuk tiket konsernya (dan apabila artisnya tidak dapat didatangkan, uangnya tidak perlu diinvestasikan). Sedianya, Bring Them In akan bekerja sama dengan promotor.
Konsep bisnisnya masih jauh dari matang, karena belum memikirkan soal proses pembayaran, proses negosasi atau rekanan dengan promotor, dan sebagainya, tapi paling tidak konsep ini sudah menemukan pelanggan yang bersedia berpartisipasi. Ini adalah sebuah ide yang muncul di sebuah Jumat malam, dan pada hari Sabtu dinihari sudah meluncurkan landing page yang anda lihat pada tautan di atas. Dan ada yang registrasi. Dan dalam akhir pekan tersebut, terdapat belasan "startup" yang siap meluncurkan diri, termasuk Bring Them In. Ada yang bahkan sudah dapat uang dari calon pelanggannya, meskipun layananannya sendiri belum berjalan.
Intinya, ada banyak aspek dari industri musik yang dapat dibuatkan bisnis, dan mempunyai pangsa pasar yang bersedia membayar. Terdapat banyak problema hari ini di sekitar musik yang mungkin dapat diselesaikan dengan sebuah ide baru. Ada banyak layanan yang bisa dilakukan, terlepas ada atau tidaknya teknologi di dalam solusi tersebut. Dan kadang-kadang problem yang dihadapi muncul dari kehidupan sehari-hari, yang ternyata dirasakan banyak orang. Ketimbang berusaha menjual teknologi baru yang memerlukan edukasi pada calon pelanggan, kenapa tidak berusaha mencari solusi atas problem nyata yang dialami calon pelanggan, dengan teknologi? Elemen-elemennya kurang lebih sama, tapi kerangka berpikirnya berbeda.
Industri musik "baru" memerlukan sesuatu yang orang merasa layak untuk dibayar, bukan berusaha menjual sesuatu yang mereka mungkin atau tidak inginkan (apalagi membayar). Dan tidaklah sulit untuk beranjak dari ide, sampai menjadi sesuatu yang dapat tumbuh menjadi layanan yang menarik untuk pelanggan. Sekarang pertanyaannya - kapan Anda mau mulai? Ario adalah co-founder dari Ohd.io, layanan streaming musik asal Indonesia. Ario bekerja di industri musik Indonesia dari tahun 2003 sampai 2010, sebelum bekerja di industri film dan TV di Vietnam. Anda bisa follow akunnya di Twitter – @barijoe atau membaca blog-nya di http://barijoe.wordpress.com.
Sign up for our
newsletter