Melihat Efektivitas Pembatasan Konten Lewat “Safe Search”
Perlunya keseriusan pemerintah untuk menanamkan "pendidikan moral berinternet"
Pada tanggal 10 Agustus 2018 lalu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bekerja sama dengan penyedia layanan internet (ISP) dan Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) mulai menguji coba mekanisme baru penyaringan konten pornografi. Kali dengan mengaktifkan fitur “Safe Search” secara permanen di mesin pencari. Salah satu yang sudah terdampak adalah platform Google. Ketika pengguna mencoba melakukan pencarian dengan kata kunci berbau pornografi, maka secara ketat akan dipilah gambar yang ditampilkan.
Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika Semuel Abrijani Pangerapan menyampaikan bahwa upaya ini dianggap perlu. Sebelumnya situs-situs pornografi sudah diblokir dari ISP yang ada di Indonesia, akan tetapi hanya memberikan dampak jika pengguna mencoba mengakses ke domain terkait. Sedangkan via mesin pencari konten tersebut masih tetap ditampilkan, terutama di menu gambar dan video. Selain berbasis kata kunci pencarian, Kemenkominfo juga mengharapkan kapablitas penyaringan yang dimiliki mesin pencari dapat menyembunyikan konten visual pornografi di hasil pencarian.
Fitur “Safe Search” ada di tiap platform
Dalam percobaan yang dilakukan penulis per hari ini (13/8), fitur Safe Search yang otomatis aktif baru ada di mesin pencari Google. Sedangkan mesin pencari lain, misalnya Bing, masih dapat diatur secara manual dan ditemukan konten pornografi dengan kata kunci tertentu. Di Google, pengguna tidak bisa mematikan fitur tersebut jika menggunakan koneksi dari ISP lokal. Namun demikian, penggunaan layanan proxy gratis di internet atau aplikasi VPN masih bisa mematikan fitur Safe Search tadi.
Demikian di media sosial, misalnya YouTube. Fitur Restricted Mode masih bisa diatur secara manual oleh pengguna. Pengguna yang sudah memiliki usia 17 tahun ke atas bisa menikmati konten yang dianggap YouTube sebagai konten sensitif. Selain YouTube, tentu masih banyak platform yang memungkinkan peredaran konten berbau pornografi tadi, sebut saja Wordpress.com, Blogspot, dan lain sebagainya.
Pertanyaannya, apakah fitur Safe Search atau sejenisnya akan diterapkan secara permanen di seluruh platform tersebut? Konon Kemenkominfo tengah berbincang juga dengan masing-masing pemilik platform. Sejauh ini yang sudah dilakukan ialah fitur pelaporan, amun tidak menutup kemungkinan kebijakan Safe Search permanen tadi juga diaktifkan di seluruh platform.
Efektivitas menanggulangi pornografi
Berdasarkan daftar di basis data Trust Positif Kemenkominfo, sejak tahun 2014-2017 sudah tercatat 16.574 situs pornografi yang diblokir. Angka tersebut akan terus bertambah seiring dengan perluasan platform penyebaran konten digital, termasuk media sosial, forum online, mesin blog, dan lain-lain.
Menggunakan pendekatan yang lebih canggih, Kemenkominfo memanfaatkan Artificial Intelligence System (AIS) untuk menangkal konten negatif (tidak hanya pornografi, tetapi juga konten radikal). Belum lagi akan beroperasinya mesin sensor internet seharga 200 miliar Rupiah yang sebelumnya ramai dibincangkan.
Tentu langkah menyalakan akses permanen Safe Search di Google akan memberikan banyak dampak. Terlebih yang disasar adalah kalangan anak-anak konsumen internet. Namun penggunaan VPN sebenarnya bisa menjadi celah yang membuat effort tersebut terasa sia-sia. Upaya itu jelas akan meminimalkan sebaran konten negatif di internet, namun belum memberantas sepenuhnya. Langkah preventif seharusnya menjadi perhatian pemerintah.
Menghadirkan "pendidikan moral berinternet"
Dari sudut pandang upaya mereduksi konten negatif di internet, cara pemerintah tadi patut diapresiasi. Namun ada hal penting lain yang sebenarnya harus menjadi perhatian pemerintah untuk menyambut Revolusi Industri 4.0 ini. Hal tersebut adalah menanamkan prinsip-prinsip dasar pendidikan moral dalam berinternet. Sebuah keniscayaan bagi masyarakat saat ini untuk terhindar dalam lingkungan digital. Adopsi digital sendiri trennya tercatat terus mengalami peningkatan.
Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan ialah melalui pendidikan sejak usia dini. Pemerintah perlu secara serius menyusun sebuah kurikulum yang memberikan pengertian tentang batasan-batasan berinternet, sembari menanamkan moral terkait bagaimana bersosialisasi digital dengan benar, memberikan pengertian konten negatif, hingga mengajarkan bagaimana cara menepis/melaporkannya. Kesadaran di level individu menjadi kunci untuk perubahan revolusioner.
Jika tidak dimulai dengan menanamkan prinsip-prinsip dasar berinternet yang benar, berbagai upaya yang telah dilakukan tadi (pemblokiran) akan sia-sia. Misalnya saat orang sudah tahu bagaimana cara menggunakan VPN gratis di perangkat.
Sign up for our
newsletter