Mengapa Akses Internet di Halte TransJakarta Tidak Tepat Sasaran ?
Mulai 1 September nanti, pemerintah provinsi DKI akan menyediakan akses internet gratis kepada masyarakat di sepanjang rute TransJakarta. Kebijakan ini tampaknya merupakan kebijakan yang bagus. Tetapi sejujurnya, saya tidak merasa kebijakan tersebut tepat sasaran.
Halte TransJakarta sekedar pemberhentian sementara bagi pengguna bus TransJakarta. Kebanyakan pengguna bus akan berharap mereka hanya akan menunggu bus selama lima sampai sepuluh menit. Waktu sempit tersebut hanya akan habis hanya untuk menghubungkan perangkat Anda dengan access point yang terdapat di halte tersebut.
Kalau lah bus Anda sedikit terlambat lima sampai sepuluh menit lagi, apa yang akan Anda akses dengan sedikit waktu dan akses internet gratis? Kebanyakan orang hanya akan membuka sosial media. Paling banter akses internet tersebut benar-benar bermanfaat untuk pengguna bus yang mengakses peta. Selebihnya, akses internet tersebut tidak akan benar-benar berguna bagi masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan. Akses internet di halte seperti menjadi kompensasi atas lamanya waktu masyarakat yang terbuang di halte karena sedikitnya bus dan banyaknya penumpang TransJakarta.
Terlebih lagi, dengan hanya menyediakan akses internet, Pemerintah berharap masyarakat memiliki perangkat sendiri untuk memanfaatkan akses internet tersebut. Untuk bisa memanfaatkan akses internet melalui WiFi, pengguna perlu memiliki smartphone atau laptop/netbook. Perangkat seperti ini biasanya dimiliki oleh masyarakat kelas menengah dan menengah ke atas. Masyarakat seperti ini memiliki kemampuan untuk berlangganan akses internet. Karenanya, enyediaan akses internet di halte bus TransJakarta ini menjadi kurang tepat sasaran.
Masalah yang sama juga terjadi dalam penyediaan hotspot oleh pemerintah kota Bandung, Yogyakarta, dan Solo. Masyarakat diharuskan memiliki perangkat tersendiri untuk memanfaatkan akses internet tersebut. Hanya saja, hotspot tersebut disediakan di tempat yang lebih nyaman dibandingkan dengan halte bus.
Saya sendiri lebih mendukung usaha Kementrian Komunikasi dan Informatika yang menyediakan Pusat Layanan Internet Kecamatan (PLIK). Masyarakat yang ingin menggunakan internet cukup datang ke PLIK. Dengan demikian masyarakat kelas bawah yang tidak memiliki netbook atau smartphone pun dapat menikmati layanan ini. Sistem seperti ini lebih cocok untuk tujuan edukasi dan produktivitas.
Akan lebih baik jika pemerintah DKI dan pemerintah-pemerintah daerah lainnya tidak berkonsentrasi dalam menyediakan hotspot di tempat-tempat umum namun lebih mengarahkan program internet tersebut untuk masuk ke sekolah-sekolah atau kantor kelurahan. Tentunya akses internet tersebut dilengkapi dengan perangkat komputer sehingga benar-benar bisa dimanfaatkan oleh masyarakat.
Sign up for our
newsletter