Mengapa Developer Indonesia Masih Tertarik dengan PlayBook?
Research In Motion akhirnya meluncurkan tablet 7-inci mereka yang diberi nama PlayBook pada bulan April lalu setelah tertunda sejak 2010. Meskipun tablet ini ditujukan untuk pasar korporat, perangkat ini tidak dilengkapi dengan fasilitas yang sesuai dengan pasar tersebut. Tidak memiliki dukungan email, kalender, dan tidak ada fasilitas BlackBerry Messenger, kecuali ditambatkan ke sebuah ponsel BlackBerry.
Secara global PlayBook mengecewakan, karena dalam 3 kuartal, pengiriman perangkat ini hanya mencapai 850.000 unit, dan penjualannya sangat, sangat sedikit. RIM mengirimkan 500.000 unit PlayBook pada kuartal pertama penjualan, menurun menjadi 200.000 pada kuartal kedua, dan kemudian 150.000 pada kuartal terakhir tahun lalu. Jumlah ini adalah unit yang dikirimkan ke pengecer, bukan dijual kepada konsumen.
RIM kemudian menurunkan (gila-gilaan) harga PlayBook, pertama pada akhir tahun lalu ketika penjualan didiskon menjadi setengah harga, kemudian bulan ini ketika mereka mengubah harga menjadi $299 di ketiga model yang ada. RIM juga juga gagal meluncurkan PlayBook versi 3G dan WiMax.
Meskipun kegagalan tersebut cukup mencolok, PlayBook tetap menarik bagi sejumlah pengembang perangkat lunak untuk mengembangkan aplikasi di perangkat tersebut. Pada acara BlackBerry Developer Conference di Singapura awal Desember lalu, lebih dari seribu peserta hadir dan masing-masing menerima PlayBook yang dibagikan secara gratis.
Abul A'la Almaujudy adalah salah satu peserta pada acara konferensi tersebut. Dia adalah salah satu pendiri Better-B, perusahaan pengembang aplikasi yang berbasis di Jakarta dengan produk yang mencakup beberapa platform.
Dia menjelaskan melalui email bahwa RIM, setidaknya di Asia Tenggara, memiliki hubungan yang sangat baik dengan para pengembang. Indonesia masih merupakan pasar yang sangat kuat bagi BlackBerry dan gaungnya masih sangat baik bagi perusahaan Kanada ini, meski menghadapi tantangan dari pemerintah.
Menurut Almaujudy, PlayBook sangat menarik untuk dieksplor dan pengembang sangat suka untuk menjelajahi perangkat baru. Mengingat fitur perangkat keras yang dimilikinya, ada banyak kemungkinan yang bisa digapai dengan menggunakan PlayBook.
RIM juga baru-baru ini mengadakan hackathon di Indonesia serta menjadi mitra bagi Mobile Monday di Jakarta.
Didiet Noor, pengembang game dari Yogyakarta, meskipun bukan pengguna BlackBerry, cukup bersemangat untuk membuat aplikasi permainan di PlayBook. Berkat adanya sejumlah jalur pengembangan, dia dapat menangani aplikasi dengan menggunakan beberapa pendekatan.
Kurangnya adopsi pasar bukan menjadi perhatian Didiet. Apa yang dia kejar adalah pengalaman dan tantangan dalam mengembangkan platform baru. Dengan adanya Adobe Air, WebWorks, NDK, dan Android Runtime yang menjadi beberapa alat yang bisa ia gunakan untuk membuat game bagi PlayBook, dia benar-benar tertarik untuk mendalaminya.
Aria Rajasa adalah pengusaha lain yang melihat kesempatan di PlayBook, terlepas dari adopsi pasar. Dia mengatakan seseorang bisa menghasilkan pendapatan dengan menjual PlayBook yang dibundel dengan sebuah aplikasi atau koleksi aplikasi yang dikembangkan untuk tujuan tertentu. Alih-alih membidik pasar konsumen, bisa saja menjual bundel PlayBook sebagai solusi unutk fungsi tertentu.
Ini mungkin menjadi alasan yang baik dari sisi developer untuk tetap melihat peluang Playbook tetapi mengingat bahwa produk tersebut sangat mengecewakan dari sisi penjualan, sulit untuk melihat apakah nantinya PlayBook tetap ada atau tidak. RIM menjanjikan PlayBook OS versi 2 pada bulan Februari dan akan menunjukkan sesuatu di acara CES minggu depan.
Apakah kombinasi dari PlayBook OS 2.0 dan diskon besar di di pasar akan memacu penjualan bukanlah sebuah jaminan dan semua tanda yang ada tampaknya akan menunjuk pada kegagalan.
Saat ini sebenarnya tidak ada pasar untuk perangkat tablet. Tablet Android hanya mengambil 3% dari semua aktivasi Android, selain itu Touchpad yang menggunakan webOS sudah mati. Kondisi ini menyisakan iPad sebagai satu-satunya tablet yang membuat kemajuan di pasar. Tentu saja, cerita belum berakhir. Apple telah berada di atas angin dalam dua tahun terakhir tapi tidak ada jaminan bahwa tidak akan ada yang mengambil mahkota dari perusahaan asal Cupertino ini dalam beberapa tahun ke depan.
RIM tidak hanya berjuang melawan kurangnya penjualan dan mindshare, tetapi juga relevansi dan kesehatan finansial. Harga saham perusahaan terus turun sejak 2008. RIM sudah lama tidak menghasilkan sebuah produk yang berarti, pangsa pasar BlackBerry terus menurun. Keuntungan perusahaan juga berkurang dari kuartal satu ke kuartal selanjutnya.
Namun, seperti yang dituliskan oleh VentureBeat, pada kuartal Desember lalu, RIM masih memiliki 75 juta pelanggan, penjualan naik 33% dari kuartal sebelumnya, pendapatan juga naik hampir 25%. RIM mungkin masih memiliki satu kesempatan terakhir di pasar komputasi mobile untuk menjamin kelangsungan hidupnya setelah 2012.
Sign up for our
newsletter