Mengenal Ragam Konsep "Open Finance" di Dunia Digital
Melihat produk dan model bisnis AyoConnect, Brankas, dan Finantier
Inovasi dan masalah merupakan dua hal yang selalu muncul berdampingan. Begitupun dalam dunia fintech, apalagi di negara berkembang seperti Indonesia dengan kepemilikan rekening bank yang rendah, adalah tempat empuk untuk berinovasi berbagai produk keuangan.
Istilah baru pun bermunculan, ada open banking, open finance, atau banking as a service (BaaS) yang seluruhnya ini sebenarnya memanfaatkan keberadaan open API dengan sasaran target yang berbeda. Untuk meluruskan terkait istilah ini, DailySocial meminta interpretasi dari pelaku industri yang berkecimpung di sektor ini mengenai pandangan dari kedua istilah tersebut. Ada Brankas, Finantier, dan AyoConnect.
Bagi Finantier, open banking adalah salah satu blok bangunan, tetapi bukan satu-satunya di dunia open finance. Sementara open finance itu lebih besar aspeknya dari open banking. Di sisi lain, open banking itu lebih terpusat di sekitar rekening bank. Padahal kenyataan di lapangan, masih banyak orang Indonesia yang menjalani hidup mereka tanpa berinteraksi dengan rekening bank.
“Beberapa perusahaan telah mencoba melakukan open banking tapi ini hanya melayani 30% orang Indonesia yang memiliki akses ke rekening bank. Bagaimana dengan 70% lainnya? Meskipun open banking dapat berfungsi di negara lain, tapi di sini [Indonesia] berbeda,” ujar Co-Founder dan CEO Finantier Diego Rojas.
Sementara itu, AyoConnect memandang open API dengan open banking adalah hal yang serupa karena memungkinkan interlink dan interkoneksi antara banyak pilihan melalui satu API. Kondisi ini berpotensi mempercepat proses integrasi antarpihak secara signifikan, sehingga dapat menjangkau pelanggan dengan lebih cepat.
“Perbedaannya adalah open banking itu diprakarsai oleh bank untuk pihak ketiganya, sementara API kami diprakarsai oleh kami sendiri yang memungkinkan interkoneksi antara penyedia tagihan dan mitra saluran,” ujar Co-Founder dan COO AyoConnect Chiragh Kirpalani.
Terakhir, Brankas melihat cara paling mudah membedakannya adalah menempatkan open banking sebagai model atau filosofi yang mendukung pergerakan orang dan perusahaan untuk mendapatkan lebih banyak akses pembayaran dan informasi akun, dengan persetujuan pemilik. Sedangkan open API adalah alat yang diperlukan untuk mengaktifkan filosofi tersebut.
“Di mana perusahaan dapat terhubung dengannya untuk melakukan, misalnya top up di [platform] e-wallet menggunakan kredensial bank Anda secara langsung,” terang Co-Founder dan CEO Brankas Todd Schweitzer.
Finantier, AyoConnect, dan Brankas sama-sama memanfaatkan kecanggihan API dalam membawa misinya masing-masing. Pada intinya, mereka ingin simplikasi layanan keuangan yang ada saat ini dengan API, sehingga konsumen akhir bisa merasakan manfaatnya.
Beragam inovasi
AyoConnect menempatkan dirinya sebagai open bill network, menghubungkan perusahaan penyedia tagihan, platform konsumen, dan aggregator melalui satu jaringan terbuka yang bisa diakses melalui API tersentralisasi, API AyoConnect. Alhasil, perusahaan penyedia tagihan -seperti perusahaan telekomunikasi, pengelola apartemen, institusi pendidikan, asuransi, dan sebagainya- dapat memperluas titik pembayaran mereka dengan cepat dan mudah.
Di sisi lain, perusahaan yang banyak bersinggungan langsung dengan pelanggan, seperti e-commerce, bank, toko ritel, hingga aplikasi fintech lainnya, dapat menghadirkan akses ke 3 ribu produk tagihan dari 25 kategori bagi pelanggannya secara instan.
Chiragh menerangkan seluruh solusi ini hadir karena perusahaan melihat dirinya sendiri sebagai penyedia. Pembayaran tagihan telah menjadi fitur wajib yang ditawarkan oleh platform yang berhubungan dengan konsumen untuk menjaga retensi. Bila bangun ini semua sendiri, sebenarnya margin yang datang dari transaksi tersebut sebenarnya sangat kecil, bahkan cenderung tidak menguntungkan.
“Proposisi nilai kami kepada mitra adalah menjalankan pembayaran tagihan dan barang digital sebagai kategori yang menguntungkan dari ujung ke ujung. Teknologi kami menyediakan infrastruktur yang membantu klien tumbuh lebih cepat, sekaligus fokus pada bisnis inti pada saat bersamaan.”
Sementara Brankas melihat kesempatan yang ditawarkan open finance di Indonesia dan Asia Tenggara masih begitu luas. Schweitzer dan rekannya, Kenneth Shaw, merintis Brankas pada 2016 dengan visi membuat layanan keuangan modern tersedia untuk semua orang.
“Dengan membantu bank menyiapkan teknologi baru, membantu bisnis online terhubung dengan mudah ke bank, kami dapat membuat kategori produk baru dalam industri layanan keuangan.”
Solusi Brankas di antaranya menyediakan open finance untuk penyedia jasa keuangan (bank, pemberi pinjaman, e-wallet) yang ingin menawarkan produk berbasis API dan bisnis online atau perusahaan fintech yang ingin terhubung dengan bank.
Kemudian bermitra dengan bank untuk membangun dan mengelola infrastruktur open finance mereka, memproduksi API untuk pembayaran real-time, identitas, pembukaan rekening, dan lainnya; menyediakan agregasi API yang memungkinkan bisnis online terhubung secara real-time ke beberapa bank dan menanamkan layanan keuangan ke dalam produk mereka sendiri. Ada beberapa produk agregasi API, yakni mutasi rekening, direct transfer, tautan pembayaran, dan disburse.
Schweitzer menyebut seluruh inisiatif produk ini berdasarkan hasil identifikasi masalah yang dihadapi pelanggan, dan membuat produk untuk menyelesaikan masalah dengan infrastruktur keuangan yang lebih baik. Ia mencontohkan, salah satu inovasi kreatif yang ditemukan adalah mengenai pembukaan rekening online.
Produk pembukaan rekening online yang dimiliki perusahaan sangat diminati selama pandemi karena berkurangnya aktivitas orang untuk datang ke kantor cabang. Perusahaan bermitra dengan organisasi kampus untuk merampingkan proses pembuatan rekening bersama mitra bank dari Brankas, lalu mengubah proses dari awalnya perlu berminggu-minggu kini jadi kurang dari 48 jam.
Sementara Finantier fokus mengembangkan layanan open finance agar konsumen dan bisnis mendapatkan layanan keuangan yang bisa meningkatkan kesejahteraan finansial mereka. Caranya dengan memberikan informasi keuangan yang berharga tentang konsumen dan bisnis kepada lembaga keuangan dan fintech dalam bentuk e-KYC, data keuangan yang diperkaya, dan lainnya.
Dengan informasi tersebut, lembaga keuangan dan fintech dapat mengidentifikasi pelanggan, menilai kemampuan keuangan mereka, dan seperti apa mereka nantinya, untuk menawarkan berbagai produk keuangan, tidak terbatas pada pinjaman dan asuransi. Perusahaan pun dapat mempercepat time-to-market dan memangkas biaya dalam pengembangan solusi digital yang didesain khusus.
“Perusahaan dapat memiliki gambaran yang baik mengenai kesehatan keuangan pelanggan, bahkan dapat menawarkan layanan “tailored” untuk setiap pengguna. Misalnya, dengan informasi yang kami berikan, fintech lending dapat memberikan bunga pinjaman yang lebih kompetitif kepada pelanggan,” terang Diego.
Ekosistem open finance itu penting karena data mentah yang dikumpulkan tiap lembaga itu berbeda-beda. Namun saat data tersebut diolah akan sangat berguna, namun investasi di bidang ini sangat besar dan butuh waktu.
“Masalahnya adalah informasi keuangan sulit diakses. Bahkan jika seseorang mendapatkan akses, bagaimana Anda memahami data tersebut? Masalah pertama adalah bahwa sebenarnya ada banyak informasi keuangan yang tersedia, tetapi dibutuhkan banyak usaha untuk mendapatkannya. Ini adalah masalah sulit yang bertekad untuk kami selesaikan.”
Sepenuhnya B2B
Kehadiran pemain API, seperti ketiga perusahaan di atas, sepenuhnya menargetkan perusahaan sebagai penggunanya, bukan konsumen ritel. Chiragh menuturkan perusahaan mengenakan biaya yang wajar kepada mitra karena telah memercayai AyoConnect menangani fitur pembayaran tagihan agar mitra tetap ramping, menjaga biaya overhead tetap minim, dan menghemat uang mereka secara keseluruhan.
Beberapa mitra tersebut, di antaranya DANA, JD.id, Bukalapak, Pegadaian, Indomaret, Home Credit, perusahaan telko, Indosat GIG, Bank Mandiri, dan masih banyak lagi. “Kami pertama-tama memastikan bahwa bisnis mitra kami berkembang dan insentif kami selaras satu sama lain.”
Untuk Brankas, seluruh penggunanya adalah perusahaan yang berasal dari lembaga keuangan dan penyedia layanan pihak ketiga. Ada dua bisnis model yang dimiliki Brankas dengan melihat dari sisi supply dan demand.
Schweitzer menjelaskan untuk sisi supply, perusahaan membangun infrastruktur open banking, bermitra dengan lembaga keuangan untuk membuka produk dan layanan keuangan mereka dalam bentuk API. API tersebut dapat terhubung dengan pihak ketiga dari para mitra.
Karena semua lembaga keuangan memiliki infrastruktur dan jalur implementasi yang diambil tiap bank berbeda, maka bisnis ini dimonetisasi per proyek. “Kami biasanya bekerja sama dengan bank dengan memahami persyaratan, infrastruktur teknis, dan persyaratan mereka untuk memberikan kontrak yang masuk akal bagi konsumen.”
Dari sisi demand, layanan Brankas untuk startup, perusahaan e-commerce, fintech, dan lainnya dengan menyediakan API agregat untuk penggunaan terkait pembayaran dan semua yang terkait data. Misalnya, pelanggan Brankas di Filipina dapat melakukan transfer dana menggunakan konsep open banking melalui persetujuan end-user dan melakukan transfer dana peer-to-peer di aplikasi pihak ketiga.
API agregat ini membantu para mitra tidak perlu lagi terhubung ke beberapa bank melalui beberapa open API menggunakan sekelumit standar. “Melalui Brankas, mereka dapat terhubung ke satu API yang memberi akses ke semua layanan keuangan, yang berarti lebih sedikit overhead dalam memelihara koneksi ini. Oleh karena itu, dalam model ini, kami menagih pelanggan kami berdasarkan transaksi yang berhasil, misalnya membayar layanan saat berfungsi.”
Finantier juga demikian. Mereka bermitra dengan perusahaan fintech dan lembaga keuangan. Diego merancang solusi win-win untuk konsumen dan bisnis agar mereka bisa mendapat akses ke layanan keuangan. Mitra hanya membayar sesuai sesuai penggunaan (pay-per-use) setiap panggilan API yang mereka buat.
Dari sini mitra akan mendapat keuntungan karena API Finantier memberi mereka informasi keuangan yang berharga, sehingga mitra dapat meningkatkan kinerjanya jauh lebih baik. “Saat mitra kami bekerja lebih baik, kami pun demikian. Saat ini kami bekerja dengan 40+ mitra dan dengan cepat meningkatkan tim kami untuk memenuhi permintaan yang meningkat.”
COO Finantier Edwin Kusuma menambahkan mitra perusahaan mayoritas datang dari perbankan, p2p lending, multifinance, dan wealth management, dan lainnya. Membuat API bukanlah pekerjaan yang mudah, apalagi buat perusahaan keuangan dengan ekspertise di bidangnya masing-masing. Alhasil, pengembangan API bila dilakukan inhouse memakan ongkos yang mahal.
Pun bagi perusahaan fintech lending. Meski mereka jati dirinya adalah perusahaan teknologi, perlu bantuan dari perusahaan seperti Finantier untuk menyelesaikan masalahnya. “Bagi perusahaan lending, bisnis utama mereka adalah lending, jadi bagi mereka untuk berinvestasi dalam teknologi dan membangun tim teknologi yang baik, itu tidak masuk akal bagi mereka. Maka dari itu, AFPI sendiri sebagai asosiasi mendorong kerja sama antar perusahaan p2p dengan perusahaan lain,” papar Edwin.
Masa depan open banking dan open finance
Schweitzer berpendapat Indonesia sedang dalam proses memasuki era baru open banking karena perbankan kini berlomba-lomba meluncurkan produk dan bermitra dengan perusahaan fintech. Bagi Brankas, momentum ini sangat menguntungkan karena semakin banyak pemberi pinjaman yang datang, semakin banyak insight keuangan yang bisa didapat untuk disalurkan kembali.
“Pandemi telah memaksa banyak bank mencari model bisnis alternatif, beralih ke solusi digital yang membantu UMKM. Bank Indonesia baru-baru ini mengumumkan peraturan dan izin baru yang mulai berlaku pada Juli 2021 yang akan membantu mendukung bisnis yang ingin memberikan solusi open banking, baik yang terkait dengan data rekening bank atau inisiasi pembayaran.”
Implikasi dari sana, akan semakin banyak pemanfaatan nyata untuk open banking, dan akan membuat API jadi lebih familiar, banyak tersedia, dan banyak diakses. Masyarakat pun pada akhirnya dapat mengatur rekening bank lebih cepat, pembayaran lebih lancar, dan berbagi data keuangan untuk mendapatkan akses kredit, yang sebelumnya secara historis sulit.
Menyikapi itu, Brankas berencana untuk meluncurkan produk baru dalam beberapa bulan mendatang untuk fintech dan startup lain yang ingin bermitra dengan layanan bank melalui API untuk memberdayakan penggunanya. Lalu, bekerja sama dengan lebih banyak bank untuk membuka sistem inti mereka melalui open API, agar lebih banyak perusahaan terhubung langsung dengan bank dan memudahkan transfer dana dan data.
“Terakhir, mencari cara untuk menghubungkan Indonesia ke ekosistem fintech regional melalui open banking. Sebagian dari ini mengharuskan Brankas untuk meluncur di pasar baru, sesuatu yang akan kita lihat lebih lanjut di tahun 2021.”
Pandangan Diego juga tak jauh berbeda. Ia melihat penggunaan API meningkat secara eksponensial di Indonesia, beriringan dengan jumlah perusahaan teknologi yang beroperasi. Momentum ini semakin berharga karena semakin banyak informasi berharga tentang konsumen dan bisnis yang sebelumnya tidak bisa dimanfaatkan.
“Dengan API kami, kami membantu membuat model bisnis baru yang sebelumnya tidak ada. Lebih banyak perusahaan akan menggunakan solusi kami dan memasuki ekosistem keuangan, menyediakan produk baru dan inovatif. Pada akhirnya, ini bagus karena konsumen dan bisnis mendapat manfaat dari peningkatan akses keuangan dan cara yang lebih baik untuk meningkatkan kesejahteraan finansial mereka.”
Terakhir, AyoConnect akan terus perluas ekosistem open bill network-nya terhubung dengan lebih banyak perusahaan pembayaran tagihan yang sangat besar dan sangat terfragmentasi. “Di situlah kami akan mengarahkan fokus kami untuk saat ini. Karena itu, kami akan tetap berdedikasi untuk memperluas jaringan kami dan mengembangkan solusi untuk mitra kami,” tutup Chiragh.
Sign up for our
newsletter