Menggerakkan Perubahan Sosial Melalui Aktivisme Digital
Mendirikan sebuah startup tidak melulu soal revenue. Pada hakikatnya untuk bisa sukses, startup seharusnya didirikan untuk menjawab sebuah persoalan. Lebih jauh dari itu, startup juga bisa didirikan untuk tujuan membuat perubahan demi kondisi yang lebih baik di bidang ekonomi, sosial, politik, lingkungan dan lain-lain.
Memang, semua wiraswasta teknologi papan atas tahu bahwa alasan terbaik untuk mendirikan startup adalah menjawab permasalahan yang terjadi di sekitar. Semua negara berkembang tentunya mengalami banyak permasalahan sosial dan kesempatan menanganinya dengan menggunakan teknologi selalu terbuka dengan lebar.
Ranah digital tidak hanya mempunyai kekuatan untuk menghasilkan pendapatan, bisnis dengan skala besar, dan keuntungan banyak, namun sifatnya yang masif dan kemampuannya untuk mendekatkan yang jauh, serta menyentuh seluruh kalangan, mulai dari lintas kelas hingga sosial budaya, memberikan peluang bagi siapa saja yang memiliki kepedulian tinggi pada masalah sosial, ekonomi dan lingkungan untuk memenfaatkan kekuatan teknologi untuk kebaikan semua pihak.
AyoPeduli yang baru-baru ini diluncurkan ulang adalah salah satu startup yang mempunyai tujuan ini. Jaenal Gufron, founder Ayopeduli mengatakan kepada DailySocial, tujuan layanan ini adalah untuk menjembatani aksi-aksi sosial dengan mempertemukan para donatur dan relawan sehingga aksi-aksi sosial ini dapat berdampak baik bagi yang membutuhkan. Sejauh ini ada 15 aksi yang dijembatani, delapan dari aksi tersebut telah selesai dan masih berjalan sekitar tujuh aksi lagi.
AyoPeduli bukan satu-satunya organisasi yang memanfaatkan teknologi digital untuk membuat perubahan. Yang paling penting untuk dicatat, sebuah aksi sosial tidak akan berhasil tanpa dukungan dari masyarakat. Media sosial menjadi sarana yang dinilai efektif bagi aktivis untuk menyampaikan kampanyenya.
“Berdasarkan pengalaman kami, penggunaan sosial media sangat efektif, terutama dalam menyampaikan berita, kegiatan aksi kita, atau laporan yang baru kita luncurkan kepada publik secara cepat, bahkan terkadang real time pada saat itu terjadi. Selain itu feedback dari masyarakat bisa kami dapatkan langsung, dan kita juga bisa berinteraksi sama masyarakat secara terbuka, baik itu berupa kritik, masukan, atau sanggahan bisa kita respon secara cepat,” ujar Afif Saputra, Koordinator media sosial Greenpeace Indonesia.
Afif menyatakan bahwa banyak perubahan positif bagi lingkungan Indonesia dan dunia diraih berkat gerakan online masyarakat seluruh dunia. “Sudah banyak pihak baik pemerintah maupun industri, misalnya Wilmar, Levi’s, Zara, Nike, H&M, Nestle, dan lain-lain akhirnya berkomitmen untuk mengimplementasikan praktek bisnis yang ramah dan melindungi lingkungan setelah mendapat desakan masyarakat seluruh dunia secara online.
Organisasi lain, Change, yang merupakan sebuah platform untuk membuat petisi terhadap satu permasalahan, juga menegaskan pentingnya gerakan online untuk menciptakan perubahan, meski tentunya tidak bisa instan.
“Pada saat awal kami mengenalkan wadah ini, banyak orang berpikir bahwa perubahan akan langsung terjadi ketika mulai petisi. Itu keliru. Petisi hanya langkah pertama,” ujar Usman Hamid, Director Change.org Indonesia.
Langkah selanjutnya, petisi harus terus disebar sehingga mendapatkan banyak dukungan, baik secara online maupun offline. “Misalnya menyerahkan petisi pada pengambil keputusan, mengadakan acara, menyebarnya ke media, dan lainnya.”
Untuk membuat orang tertarik,Usman menyarankan untuk membuat sebuah petisi dengan permasalahan harus mudah dipahami. Cerita itu bisa dengan gambar atau video yang menggugah. Hal sama diungkapkan Afif, “tujuannya itu harus jelas, terukur, dan dapat dicapai tentunya. Meskipun butuh waktu lama, jangan mudah menyerah, sekalinya kita mulai, itu harus selesai.”
Afif menambahkan, untuk dapat sukses menggerakkan perubahan sosial melalui medium digital adalah mendengarkan kata masyarakat dan membangun komunikasi. “Kalau ada yang kasih komentar pedes atau kritik tajam, ya harus kita terima dan tanggapi, gak boleh dihapus, atau di ban orangnya, karena setiap orang punya kebebasan berpendapat. Mungkin karena mereka belum tahu, maka kita yang harus menjelaskannya dengan baik.”
[Ilustrasi foto: Shutterstock]
Sign up for our
newsletter