OJK Jadi Penerbit Sertifikat Tanda Tangan Digital
Sebagai antisipasi regulator melindungi dokumen transaksi keuangan berbasis elektronik
Transaksi keuangan berbasis elektronik, kini dianggap hal tidak asing untuk masyarakat Indonesia. Namun, dari segi keamanannya masih banyak yang meragukannya, belum lagi masih banyak perusahaan yang menerapkan tanda tangan basah untuk keabsahan dokumen transaksi. Untuk menanggulangi itu, kini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjadi otoritas sertifikat digital (certificate authority/CA).
Dalam aturan mainnya, OJK sebagai CA dapat bertindak sebagai pihak penerbit sertifikat suatu tanda tangan digital pelaku jasa keuangan. OJK dapat menjamin bahwa suatu transaksi yang ditandatangani secara digital telah diamankan dan berkekuatan hukum sesuai ketentuan yang ada di Indonesia.
Tujuan dari dorongan ini adalah mengatasi isu perlindungan konsumen dan kepentingan nasional. Sekaligus, mencegah fintech asing melakukan data mining.
"Pemberlakuan tanda tangan digital ini, adalah tindak lanjut dari perjanjian bersama Kemenkoinfo sebelumnya. Jadi OJK sebagai penerbit sertifikat digital signature untuk industri jasa keuangan," ujar Rahmat Waluyanto, Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK, Kamis (6/10).
Pelaku industri yang diwajibkan memiliki sertifikat ini adalah para pelaku fintech yang bergerak di jasa keuangan, termasuk perbankan, pasar modal, industri keuangan non bank (IKNB), hingga startup fintech.
Dorongan penerapan tanda tangan digital, sambung Rahmat, pada akhirnya akan menjadi mandat untuk dipatuhi seluruh industri jasa keuangan. Pasalnya, OJK akan menerbitkan Peraturan OJK (POJK) untuk hal ini.
"Nanti akan ada aturan sebab pada akhirnya OJK akan mewajibkan seluruh industri jasa keuangan memakai tanda tangan digital. Saat ini kami masih sosialisasi ke berbagai pelaku, tahun depan baru terbitkan aturannya."
Rencana lainnya yang masuk ke dalam pipeline OJK adalah peluncuran Fintech Innovation Hub sebagai sentra pengembangan dan menjadi one stop contact fintech nasional untuk berhubungan dan bekerja sama dengan institusi dan lembaga yang menjadi pendukung ekosistem keuangan digital.
Kemudian, penerbitan Sandbox Regulatory untuk fintech. Peraturan ini akan mengatur hal-hal yang minimal agar perkembangan fintech memiliki landasan hukum untuk menarik investasi, efisiensi, melindungi kepentingan konsumen, dan tumbuh berkelanjutan.
Berikutnya, kajian mengenai implementasi standar pengamanan data dan informasi dalam pengelolaan industri fintech dan kebutuhan Pusat Pelaporan Insiden Keamanan Informasi di industri jasa keuangan.
Terakhir, kajian Vulnerability Assessment Tersentralisasi. Hal ini untuk memastikan postur serta keamanan atau kesiapan penanganan keamanan informasi selalu terjaga guna menekan risiko serta ancaman keamanan informasi pada industri jasa keuangan.
Dari kajian OJK, angka sementara perusahaan fintech yang masuk dalam otorisasi OJK adalah 120 perusahaan yang beroperasi di Indonesia.
Sign up for our
newsletter