OJK Terbitkan Aturan Multiple Voting Shares, Semakin Ramah Buat Perusahaan Teknologi
Beleid mengatur syarat emiten yang dapat melakukan MVS, rasio hak suara, dan perlindungan untuk hak suara biasa
OJK akhirnya menerbitkan aturan mengenai multiple voting shares (MVS). Hal ini tertuang dalam POJK No. 22 Tahun 2021 tentang Penerapan Klasifikasi Saham Dengan Hak Suara Multipel oleh Emiten dengan Inovasi dan Tingkat Pertumbuhan Tinggi yang melakukan Penawaran Umum Efek Bersifat Ekuitas Berupa Saham.
Penerbitan beleid ini merupakan upaya mendorong pendalaman pasar keuangan, khususnya sektor pasar modal, dengan cara mengakomodasi perusahaan yang menciptakan inovasi baru dengan tingkat produktivitas dan pertumbuhan yang tinggi (new economy) dalam melakukan listing di Bursa Efek Indonesia.
POJK ini mengatur mengenai penerapan saham dengan hak suara multipel, yaitu satu saham memberikan lebih dari satu hak suara kepada pemegang saham yang memenuhi persyaratan tertentu. Tujuannya untuk melindungi visi dan misi perusahaan sesuai dengan tujuan para pendiri dalam mengembangkan kegiatan usaha yang dijalankan perusahaan.
OJK menetapkan syarat emiten yang dapat menerapkan saham dengan MVS adalah:
- Menggunakan teknologi untuk menciptakan inovasi produk dan terdapat pemegang saham yang berkontribusi signifikan terhadap pemanfaatannya;
- Aset perusahaan minimal Rp2 triliun dan telah melakukan kegiatan operasional minimal tiga tahun;
- Pertumbuhan tahunan (compounded) selama tiga tahun terakhir minimal 20% untuk aset dan 30% untuk pendapatan;
- Belum pernah melakukan penawaran umum efek ekuitas.
Lebih jauh, OJK tetap berusaha melindungi hak suara bagi pemegang saham publik. Ada empat poin yang ditetapkan:
- Jangka waktu penerapan saham MVS paling lama 10 tahun dan dapat diperpanjang satu kali dengan jangka waktu paling lama 10 tahun dengan persetujuan Pemegang Saham Independen dalam RUPS;
- Setiap pemegang saham MVS dilarang unntuk mengalihkan sebagian atau seluruh saham MVS yang dimilikinya selama dua tahun setelah Pernyataan Pendaftaran menjadi efektif;
- Saham MVS memiliki hak suara yang setara dengan saham biasa pada mata acara tertentu dalam RUPS; dan
- Dalam setiap penyelenggaraan RUPS, jumlah saham biasa yang hadir dalam RUPS paling rendah mewakili 1/20 dari jumlah seluruh hak suara dari saham biasa yang dimiliki pemegang saham, selain pemegang saham MVS.
Selain itu, OJK juga mengatur rasio hak suara MVS terhadap hak suara biasa:
- Dalam hal pemegang saham MVS baik sendiri maupun secara bersama-sama memiliki saham MVS paling rendah 10% sampai dengan 47,36% dari modal yang ditempatkan dan disetor penuh, rasio hak suara MVS terhadap hak suara saham biasa sebesar 10:1
- Untuk MVS paling rendah antara 5%-10% dari seluruh modal, rasionya 20:1
- Untuk MVS paling rendah antara 3,5%-5% dari seluruh modal, rasionya 30:1
- Untuk MVS paling rendah antara 2,44%-3,5% dari seluruh modal, rasionya 40:1
- Apabila hak suara saham MVS tidak lebih dari 50% dari seluruh hak suara, emiten dapat meningkatkan rasionya, sehingga rasio hak suara MVS terhadap saham biasa menjadi paling tinggi sebesar 60:1
Fenomena MVS
Penerapan dual class shares (DCS) dengan struktur multiple voting shares (MVS) menjadi hal lumrah bagi penerapan IPO di bursa Amerika Serikat. Banyak negara yang mengatur rata-rata rasio antara hak suara saham MVS dengan hak saham biasa berbanding 10:1. Praktek ini berbeda dengan saham biasa yang hanya memiliki satu hak suara, sering disebut ordinary share.
Di Amerika Serikat, tercatat sebanyak 26 dari 134 perusahaan go public pada tahun 2018, 25 dari 112 perusahaan baru yang terdaftar pada tahun 2019, dan 32 dari 165 perusahaan yang baru terdaftar pada tahun 2020 mengadopsi DCS.
Fakta tersebut membuat bursa di negara lain seperti Hong Kong, Singapura, dan Shanghai termotivasi melakukan pelonggaran aturan agar bursanya jadi lebih menarik, khususnya perusahaan teknologi. Apalagi Hong Kong sebelumnya telah kehilangan saat Alibaba dan perusahaan besar lainnya berpaling dan memilih go public di New York.
Saat menjadi perusahaan publik, DSC berfungsi untuk meyakinkan para investor bahwa di bawah kontrolnya perusahaan dapat mencapai visi dan misi tertentu dalam jangka panjang. Meski founder tersebut secara teknis sahamnya lebih sedikit, tapi hak suaranya lebih besar daripada saham biasa.
“Kalau bursa bisa menerapkan ini, akan jadi hal positif karena rata-rata perusahaan teknologi itu di-drive oleh sosok founder,” ucap Managing Partner Ideosource Edward Chamdani dalam wawancara bersama DailySocial.
Pada umumnya, saat go public, biasanya tolak ukur perusahaan dilihat dari laporan keuangan dan tata kelola perusahaan yang baik (GCG). Perusahaan teknologi yang bersifat disruptif dan inovatif sangat dipengaruhi sosok founder untuk menguatkan visi misi perusahaannya yang masih abstrak.
Kendati begitu, penerapan MVS selalu ada sisi negatif yang dikhawatirkan karena sistem kapitalisme ini menghilangkan unsur demokratis. Satu saham tidak lagi dinilai satu hak suara. Google bahkan memiliki tiga jenis saham, Class A, B, dan C. Tiap lembar saham Class B menguasai 10 hak suara diisi oleh orang-orang dalam Google. Sementara saham biasa Class A yang dijual ke publik hanya bernilai satu hak suara dan Class C tidak memiliki hak suara.
Sign up for our
newsletter