1. Startup

PANDI dan Kecintaan Terhadap Domain .id

Berita yang disadur dari CHIP Online menyebutkan bahwa seiring pergantian kepengurusannya, PANDI (Pengelola Nama Domain Internet Indonesia) akan beralih fungsi dari "registry" dan "registrar" secara bersamaan, menjadi hanya sebagai "registry" yang meregulasi dan mengelola domain .id. Fungsi "registrar" yang menjual domain .id kepada konsumen akan diserahkan kepada setiap reseller yang mampu dan memenuhi syarat, termasuk reseller asing.

Kepemilikan domain di Indonesia memang belum besar. Dari 200 juta nama domain di Internet, hanya 250 ribu domain yang terdaftar di Indonesia. Dari angka tersebut, ternyata cuma 58 ribu yang menggunakan domain .id atau sekitar 23%. Demikian fakta yang dikemukakan oleh Ketua Umum PANDI yang baru, Andi Budimansyah. PANDI menginginkan penggunaan domain .id yang lebih besar dari konsumen Indonesia.

Memang tidak mudah untuk menarik minat pengguna di Indonesia menggunakan .id, ketimbang domain yang lebih mengglobal macam .com, .net, ataupun .org. Ada pula tren menggunakan domain sebagai bagian dari nama brand itu sendiri ataupun kata-kata. Diakui oleh PANDI bahwa salah satu penyebabnya adalah pendaftaran domain .id yang dianggap sulit. Tentu saja Anda tahu kebalikannya, mendaftarkan domain .com misalnya, bisa dilakukan dalam waktu kurang dari lima menit saja.

Salah satu langkah yang bakal ditempuh oleh PANDI, seperti dikutip Tempo Interaktif, adalah penawaran second leveldomain .my.id yang bakal tidak dipungut biaya sepeser pun. Selain itu diperkirakan tahun depan PANDI sudah bisa menawarkan nama domain apapun termasuk nama brand, terutama untuk korporasi, tentunya dengan biaya yang sepatutnya. Domain .my.id yang gratis mungkin bakal menarik minat, tapi untuk keberlangsungan jangka panjang, coba kita tengok bagaimana negara lain bisa memiliki kecintaan tinggi terhadap domainnya sendiri.

Saya telaah sedikit. Ada beberapa negara di dunia ini yang penduduknya sangat bangga menggunakan domain lokalnya. Taruhlah Jerman (.de), Kanada (.ca), dan Jepang (.jp) dalam kategori negara seperti ini. Apa yang sama-sama dimiliki oleh mereka? Registry-nya berani memberikan akses top level domain masing-masing negara untuk dipakai kepentingan pribadi, kelompok, maupun korporasi. Jika ditranslasikan, kami bisa mendapatkan domain dailysocial.de, dailysocial.ca, ataupun dailysocial.jp jika kami berdomisili di satu di antara negara-negara tersebut.

Mengapa akhirnya kita end up dengan nama dailysocial.net, bukan dailysocial.co.id misalnya? Well, mungkin kalau kita urus pasti bisa, tapi setidaknya untuk mengurus domain tersebut dibutuhkan SIUP atau Akte Perusahaan, NPWP, Hak Merk (jika ada), dan KTP penanggung jawab pendaftaran; meskipun biayanya sebenarnya tidak mahal. Untuk perusahaan yang dari awal sudah berbentuk badan hukum, pengurusan seperti ini bakal mudah, tapi jika perusahaan Anda belum berbadan hukum, proses pengurusan domain lokal ini pasti harus menunggu proses legalitas diselesaikan dan ini membutuhkan waktu yang tidak sebentar.

Dulu, pribadi yang ingin punya domain .id akan mendapatkan second level domain .web.id. Sejujurnya nama ini tidak begitu appealing buat saya. Namanya tidak catchy dan tidak menonjolkan unsur .id sebagai suatu identitas. Yang saya usulkan mungkin lebih ekstrim, tapi berkaca dari pengalaman tiga negara yang jadi percontohan kita tadi, kenapa tidak sekalian diusulkan kemungkinan memperoleh top level domain .id untuk siapapun? Bayangkan nama dailysocial.id, pasti lebih enak didengar ketimbang dailysocial.co.id atau bahkan dailysocial.web.id. Pun identitas bangsanya lebih terasa.

Bagaimana dengan struktur yang ada sekarang, misalnya .go.id, .ac.id, .co.id; apakah perlu berubah? Saya melihat di negeri jiran Singapura, transisi ini bukan masalah. Dahulu mereka seperti kita, menggunakan second level domain seperti itu, tapi makin ke sini makin banyak pengguna perorangan yang menggunakan domain .sg saja. Menurut saya instansi pemerintah ataupun sekolah tetap perlu teguh menggunakan nomenklatur domain seperti itu, tapi pihak perorangan maupun korporasi bakal mendapatkan privilege untuk skema domain yang baru.

Nah, pengurusan .id karena sudah melalui registrar atau reseller yang kompeten secara global harusnya lebih mudah. Siapapun bisa mendapatkan domain ini di seluruh dunia. Mungkin perlu diatur bedanya antara pihak lokal dan pihak asing dalam pembeliannya, harga yang premium tak masalah karena setidaknya ini bisa jadi lumbung pendapatan baru bagi devisa negara. Plus karena .id itu identik dengan "identitas" atau "identity" saya yakin peminatnya bakal membludak. Tentu saja saya lebih mengharapkan lebih banyak orang Indonesia sendiri yang memiliki domain ini.

Menurut saya, yang tersisa adalah masalah birokrasi. Bagaimana PANDI bisa bekerja sama dengan pihak Kementerian Komunikasi dan Informatika supaya "hal mulia" ini bisa direalisasikan. Kalau untuk kepentingan memperkenalkan domain .id kepada khalayak mancanegara plus meningkatkan kecintaan bangsa sendiri terhadap domain lokal, kenapa kita tidak bisa duduk bersama-sama untuk membicarakannya? Mari kita dukung langkah-langkah yang akan dilakukan oleh pengurus PANDI yang baru.

[gambar via Tempo Interaktif]

Are you sure to continue this transaction?
Yes
No
processing your transaction....
Transaction Failed
Try Again

Sign up for our
newsletter

Subscribe Newsletter
Are you sure to continue this transaction?
Yes
No
processing your transaction....
Transaction Failed
Try Again