Pasca Pendanaan Tahap Awal, PowerCube Berencana Lebih Agresif Tahun Depan
Menargetkan untuk mencapai 100 gedung pengguna layanan, maju ke putaran pendanaan Seri A, hingga meluncurkan aplikasi mobile dan fitur baru
Ranah pengelolaan energi secara otomatis bukanlah perkara mudah dan murah, apalagi buat bisnis yang di negara berkembang seperti Indonesia. Peluang ini dilirik oleh startup bernama PowerCube yang mencoba menawarkan solusi pengelolaan energi rendah biaya berbasis komputasi awan. PowerCube sendiri kini tengah ikut dalam program inkubasi Indigo Incubator. Rencananya, tahun depan PowerCube akan lebih agresif dalam menjalankan aktivitasnya di Indonesia.
Produk dan upaya memonetisasi layanan PowerCube
Sederhananya, PowerCube adalah sebuah energy management platform berbasis komputasi awan yang dapat diakses secara online melalui web application. Pengguna dapat mengoptimalkan pengelolaan energi melalui PowerCube, khususnya listrik, dengan memanfaatkan fitur-fitur sepert Monitoring & Reporting, Billing, dan Limit Alarm. PowerCube sendiri berada di bawah payung PT AMR Solusindo Energi (AMRSE).
Co-founder AMRSE dan CEO PowerCube Christian Jonathan mengatakan, “Basic fiturnya adalah monitoring dan reporting. Data electrical [yang diambil PowerCube] ini berguna bila tenant ingin menambah alat listrik dan ingin tahu apa dampaknya terhadap billing mereka nanti. Selain itu, bila ada masalah bisa dicari tahu sumbernya [lewat analisis data electrical].”
Dijelaskan juga oleh Chris, PowerCube akan mengambil data electrical secara real time tiap lima menit sekali. Pihak pengelola gedung, nantinya akan dapat mengakses data tersebut melalui web application PowerCube, email, atau dalam format excel.
Chris mengatakan, “Yang kita jual adalah [akses ke] datanya, bukan software-nya. Pengguna kan hanya perlu data electrical-nya saja, yang penting bisa extract datanya dan dianalisa. Kita juga punya tim analisa yang nanti bisa memberi suggestion untuk manage pemakaian energi.”
“Kami ingin ubah mindset orang-orang terhadap efesiensi energi. Ini tidak semudah yang dibayangkan. […] Kami ingin bantu pihak pengelola gedung memotong proses [konvensional] mereka,” lanjutnya.
Terkait dengan upaya memonetisasi layanan, Chris menjelaskan bahwa PowerCube mengenakan biaya IDR 120 ribu per titik baca tiap bulan. Dijelaskan lebih jauh, bahwa satu titik baca ini bisa dianggap satu tenant, tetapi satu tenant belum tentu satu titik baca. Ini karena alat yang dikembangkan PowerCube menurut Chris mampu membaca hingga empat tenant untuk satu titik baca.
Setidaknya ada lima industri yang menjadi target pasar dari PowerCube, yakni Apartement Tower, Office Tower, Retail Business, Shopping Mall, dan Small Industries. Namun, untuk saat ini Chris enggan untuk masuk ke industri-industri besar karena ia menganggap regulasi yang ada belum memudahkan.
Sejumlah rencana dan target PowerCube tahun depan
Perlu diingat, saat ini PowerCube masih berada dalam program inkubasi yang dijalankan oleh Indigo Incubator. Namun, meski program inkubasi masih berjalan, PowerCube telah berhasil mendapatkan pendanaan dari Angel Investor dalam jumlah yang tidak diungkapkan. Selain PowerCube, masih ada dua startup lain yang juga mendapat pendanaan, yakni Goers dan Apaja.
“Saya tidak bisa ungkap jumlah pasti, few billions lah. [...] Angan-angan kami adalah bangun bisnis yang sustainable, karena terus terang peluang kita di market ini masih gede banget. Kami belum lihat kompetitor, jadi kami harus gerak cepat. Nanti, rencananya kami mau fundraising lagi di bulan Januari atau Februari buat Seri A. Jadi, kami mau scale up di bulan itu. Tapi, di bulan ini kami mau punya 'akar-akar' yang kuat dulu. Kami mau send the word out, bahwa kami nih eksis di Indonesia,” ujar Chris.
Chris melanjutkan, “Sampai akhir tahun ini kami mau [beri] trial ke bangunan mana saja [yang mau bermitra]. Tahun depan kami mau 100 building di Jakarta pakai sistem kita. Bisa office tower, shopping mall, warehouse, small industries. Kalau big industry kami gak mau masuk karena banyak regulasinya. Tapi, kalau mau diadu sebenarnya secara fitur kita gak kalah dengan perusahaan multinasional yang punya layanan sama.”
Bila nanti data yang terkumpul dalam layanan sudah lebih banyak, Chris menuturkan tak menutup kemungkinan PowerCube akan mengadopsi teknologi Big Data Analytics juga. Chris juga berujar bahwa dia tak akan segan untuk maju ke pemerintah bila data mereka sudah jauh lebih kaya dari saat ini.
Selain menargetkan 100 bangunan dan fundraising, Chris juga mengungkap bahwa PowerCube saat ini sedang dalam proses pengembangan aplikasi mobile. Tahun depan PowerCube juga berencana untuk mengembangkan pembacaan energi listrik yang lebih rinci melalui sistem wireless.
Sign up for our
newsletter