Patamar Capital Galang Dana Baru di 2020, Incar Vertikal Finansial dan UKM
Sudah mengantongi $60 juta dari total target $150 juta
Perusahaan modal ventura berbasis San Francisco, Patamar Capital, yang memiliki Partner dan portofolio luas di Indonesia, tengah melakukan penggalangan dana kedua untuk pengembangan portofolio yang lebih agresif di 2020. Dari target dana yang dikumpulkan sebesar $150 juta (sekitar 2,5 triliun Rupiah), Patamar menyebut sudah mengantongi $60 juta (sekitar 1 triliun Rupiah) saat ini.
"Kami lagi mencari Limited Partner (LP) dari luar negeri. Target kami closing penuh $150 juta di akhir tahun. Begitu sudah dapat komitmen, kami sudah bisa berinvestasi karena partially dananya sudah available," papar Partner Patamar Capital Dondi Hananto saat diwawancarai DailySocial.
Dondi mengungkapkan, fokus investasi masih membidik empat negara di Asia, yakni Indonesia, Filipina, Vietnam, dan India. Pihaknya juga tetap mengincar startup tahap seri A yang dapat memberikan social impact. Saat ini, Patamar sedang penjajakan ke dua startup di Indonesia dan akan closing satu deal di Vietnam dalam waktu dekat.
Untuk sekarang, Patamar belum tertarik berinvestasi ke startup yang fokus pada environmental impact, karena secara model bisnis sulit untuk scale up. Menurutnya, jika ingin masuk ke sini, startup perlu blended-finance yang modalnya tidak hanya datang dari investor. Artinya perlu ada kolaborasi dengan yayasan, program CSR, atau dana sosial.
"Pembelajaran terbesar kami selama ini adalah masuk ke bisnis yang tech-enabled jika scalability ingin cepat. Tidak harus full tech, tetapi setidaknya ada tech enablement karena most of our business challenge terbanyak ada di operasional bukan teknologi," jelasnya.
Selain itu, lanjut Dondi, hipotesis investasi akan fokus pada dua vertikal bisnis, yakni layanan keuangan dan layanan untuk pengembangan Small Medium Enterprise (SME). Jika dirinci, Patamar mengincar lima sub vertikal layanan keuangan, antara lain pembayaran, remitansi, P2P lending, asuransi, dan investasi.
Menurut Dondi, pengembangan segmen payment dinilai susah-gampang. Susah karena bagaimanapun juga strateginya, dominasinya akan tetap dipegang oleh dua pemain besar, seperti GoPay dan OVO. Di sisi lain, pemain baru dapat berhati-hati dengan belajar dari kasus yang terjadi di industri global.
Menariknya, kategori P2P lending memiliki potensi pasar yang begitu luas mengingat akses terhadap pinjaman di Indonesia masih rendah. Meski terdapat ratusan startup yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pemain yang fokus di niche market saja punya segmen yang sangat besar.
"Untuk hipotesis SME, kita tahu bahwa UKM di sini banyak sekali. Ada sekitar 58 juta dengan 90 persen itu termasuk mikro yang pendapatan per tahun rata-rata 200 juta. Kami ingin bantu mereka berbisnis dengan mudah, makanya ini nanti nyambung ke financial services. Bisa jadi masuk ke POS System atau B2B commerce," tambah Dondi.
Patamar Capital memulai debut investasinya di Asia sejak 2014 dengan dana putaran pertama senilai $45 juta. Di Indonesia, Patamar memiliki beberapa portofolio, termasuk Sayurbox dan Mapan. Yang terakhir telah diakusisi penuh oleh Gojek. Kemudian di 2017 firma meluncurkan "Mini Fund" yang diinvestasikan khusus untuk female founder senilai $3 juta di tahap seed stage.
Antisipasi risiko bisnis
Terkait dengan situasi lockdown di sejumlah negara, Dondi mengaku pihaknya sedang mengantisipasi bagaimana risikonya terhadap seluruh portofolio Patamar. Secara umum, kemungkinan perlambatan pertumbuhan bisnis dapat terjadi, terutama bisnis yang sangat bergantung ke Tiongkok.
Patamar juga sedang melakukan penggalangan dana dan penjajakan investasi ke sejumlah startup. "Buat saya, dapat $100 juta sudah cukup untuk bisa mengeksekusi strategi kami. Mungkin saja nanti bisa direvisi," ujar Dondi.
Sebetulnya, ungkap Dondi, tanpa bicara soal penyebaran COVID-19 ini, aktivitas investasi startup di dunia sudah mulai berhati-hati. Beberapa pemicunya adalah "kegagalan" investasi Softbank pada sejumlah portofolionya, seperti OYO dan WeWork. Juga adanya perlambatan ekonomi di Amerika Serikat (AS).
"[Proses investasi] ini kan semua seperti rantai makanan. Efeknya, kalau Softbank 'goyang' atau 'tidak lapar', bisa jadi ini berdampak ke iklim investasi ke ekosistem di bawahnya. Mereka tidak bisa raise [pendanaan] lagi," ucapnya.
Sign up for our
newsletter