Pemerhati Teknologi Informasi: Pemblokiran DNS Publik Alternatif Adalah Langkah Yang Sia-Sia Bagi Pemerintah
Ekosistem Internet Indonesia sepertinya bakal benar-benar mengikuti jejak langkah negara Turki dalam hal kebebasan Internet. Setelah pihak Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) secara “resmi” mengkonfirmasi bahwa DNS publik alternatif wajib diblokir demi kampanye Internet sehat, langkah ini menerima tanggapan beragam yang sebagian besar berkesimpulan bahwa pemerintah masih kurang peka dalam menyikapi kebebasan berselancar di dunia maya.
Managing Director Infinys Indonesia Dondy Bappedyanto via email mengatakan bahwa langkah yang dilakukan oleh pihak pemerintah, dalam hal ini yang berwenang adalah Kemenkominfo, adalah suatu langkah yang dirasa kurang masuk akal dengan “mewajibkan” bagi seluruh ISP untuk menggunakan DNS lokal yang dikelola sendiri, padahal pengelolaannya masih dirasa kurang optimal.
“Ini adalah suatu langkah yang tidak masuk di akal, Kominfo harus tahu bahwa Google Public DNS merupakan salah satu DNS yang resolve dan propagation-nya paling cepat . Dibandingkan dengan DNS dari provider lokal yang rata-rata jarang di-maintain dengan benar, kadang-kadang domain baru atau perubahan record domain terpropagasi sampai maksimum sekitar 48 jam, tergantung dari TTL penyedia DNS tersebut,” ujar Dondy.
Contoh yang paling umum dari DNS publik alternatif adalah Google Public DNS. Layanan ini sendiri merupakan DNS alternatif yang bisa “menggantikan” peranan DNS milik ISP. Kecepatan akses dan stabilitas yang dimilikinya kerap diandalkan oleh banyak pengguna Internet. Tak heran jika pemblokiran Google Public DNS menuai tanggapan negatif dari banyak pengguna.
Kemenkominfo sendiri mengandalkan program Trust+ dengan dukungan DNS Nawala untuk menyaring situs-situs yang bermuatan konten negatif. Sayangnya, program ini bertindak berlebihan yang hingga akhirnya menyebabkan situs semacam Vimeo, Reddit, dan beberapa situs platform komik Jepang (manga) online juga ikut ditutup aksesnya.
Melihat hal ini, Direktur PT Qword Company International Rendy Maulana menanggapinya dengan pandangan bahwa hal ini semestinya memang tidak perlu dilakukan pemerintah, namun bisa menjadi “sah” jika pemerintah berlindung dalam pandangan sempit anti pornografi.
“Mekanisme query public DNS sendiri adalah terbuka, sehingga tidak sepantasnya dilakukan pemblokiran terhadap akses publik, namun apabila sudut pandang yang dipakai adalah pandangan sempit anti pornografi, mungkin kali ini bisa dianggap sebagai seolah-olah pembenaran bagi sebagian pihak, namun pada dasarnya hal ini sebaiknya tidak dilakukan,” kata Rendy yang juga kami hubungi via email.
Menariknya, baik Dondy Bappedyanto maupun Rendy Maulana, keduanya sama-sama berpendapat bahwa langkah pemerintah ini bakal berujung pada langkah yang sia-sia. Mereka menilai, akan selalu ada celah untuk membuka pemblokiran ini. Ketimbang repot mengurusi hal tersebut, mereka berdua berpendapat sebaiknya pemerintah melakukan inisiatif yang jauh lebih berguna dan cerdas.
“Apapun yang diblok oleh pemerintah pasti akan ada alternatifnya, jadi ini suatu usaha yang sia-sia. Banyak jalan menuju Roma, lebih baik kampanye Internet yang sehat saja dan memberikan edukasi ke masyarakat, serta menegakkan hukum yang berlaku,” papar Dondy.
“Akan selalu ada celah, lagipula masyarakat Indonesia sekarang sudah semakin pintar. Sebaiknya yang dilakukan pemerintah adalah edukasi mengenai penggunaan Internet dengan baik, lebih mengajarkan ke sisi positifnya, dan meminta perusahaan telekomunikasi untuk memperbaiki kualitas last mile koneksi Internet dan meratakan pembangunan jaringan ke seluruh Indonesia, agar seluruh rakyat Indonesia dapat mengakses internet dengan cepat dan murah,” jelas Rendy.
Secara teknis, Rendy menginformasikan bahwa DNS Resolver bisa menjadi opsi untuk menangkal pemblokiran ini. Ia menjelaskan, siapa pun dapat membuat DNS Resolver sendiri dengan mudah yang mengacu langsung pada Root Server Domain atau kepada resolver lain untuk kebutuhan internal.
Sebagai contoh implementasi, dalam data center Qwords, Rendy mengatakan query terhadap resolver DNS publik bisa mencapai 10 Mbps. Setelah mengembangkan DNS Resolver sendiri secara internal, pemanfaatan bandwidth akan lebih hemat dan query menjadi lebih cepat. Menurutnya hal ini serupa seperti apa yang dilakukan oleh para ISP untuk mengatur bandwidth dan konten yang boleh diakses atau tidak oleh pelanggan.
[Ilustrasi foto: Shutterstock]
Sign up for our
newsletter