1. Startup

Pemerintah Indonesia Ancam RIM Dengan Pajak Tambahan Atas Keputusan Mendirikan Pabrik di Malaysia

Jika Anda mengikuti Tweetsayakemarin atau membaca berbagai media di internet, Anda mungkin sudah tahu bahwa pemerintah Indonesia berencana untuk membalas dendam ke Research In Motion yang mendirikan pabrik manufaktur di Malaysia dengan mengenakan pajak tambahan pada impor perangkat BlackBerry.

Hubungan Indonesia dan pemerintahnya dengan Malaysia telah lama meregang dan ada elemen permusuhan yang kuat terhadap Malaysia, walaupun, atau justru mungkin karena kesamaan warisan dan budaya. Klaim pencurian terhadap aspek-aspek budaya dan seni telah lama menjadi titik permusuhan antara kedua negara dan keputusan terbaru oleh RIM ini hanya menambah daftar panjang alasan keregangan antar dua negara.

Indonesia merupakan pasar besar bagi RIM. Indonesia adalah salah satu dari sedikit negara di dunia (jika bukan satu-satunya) di mana perangkat BlackBerry terjual lebih banyak dari jumlah penjualan gabungan iPhone dan ponsel Android. BlackBerry di negara ini tidak dipandang sebagai perangkat bisnis melainkan utamanya sebagai perangkat sosial.

Suka atau tidak, BlackBerry Messenger tetap merupakan alat utama bagi kelas menengah dan atas untuk berkomunikasi satu sama lain. Ini telah mengungguli SMS bagi mereka yang menggunakan BlackBerry. Banyak dari mereka yang tidak memiliki BlackBerry cukup puas menggunakan sesuatu yang terlihat cukup mirip dengan BlackBerry, sehingga mereka dapat terlihat seolah-olah dan berpura-pura menggunakan perangkat dari RIM ini.

Belum lama perusahaan asal Kanada ini memutuskan untuk mendirikan pabrik manufaktur di Malaysia, meskipun perangkat BlackBerry jauh lebih populer di Indonesia. Orang Malaysia sendiri lebih memilih untuk menggunakan ponsel non BlackBerry, dan ini menjadi sebuah keputusan yang membuat penasaran, karena RIM lebih memilih Malaysia daripada Indonesia.

Gita Wirjawan, kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal mengajukan pertanyaan tersebut saat ia bereaksi dengan cemas atas pilihan RIM. Dia bertanya, "mengapa mereka memilih untuk membangun pabrik di Malaysia?" Ia menunjuk data bahwa penjualan perangkat BlackBerry di Malaysia hanya sekitar 10 persen dari penjualan di Indonesia.

Tahun lalu RIM dipaksa oleh pemerintah Indonesia untuk mendirikan kantor dan service center di Indonesia, mengikuti ledakan penjualan dalam beberapa tahun terakhir. Pemerintah juga menuntut RIM untuk menangani permintaan layanan dan perbaikan untuk perangkat BlackBerry yang telah diimpor bahkan tanpa otorisasi RIM. Dengan kata lain, service center BlackBerry diharapkan bisa menangani produk BlackBerry impor, baik yang sah maupun yang tidak.

RIM juga diwajibkan untuk memenuhi skema sensor pemerintah untuk membatasi konten pornografi melalui koneksi data di Indonesia dan untuk membuka jaringan mereka yang dilindungi kepada pihak berwenang sebagai intervensi hukum atas permintaan investigasi kriminal. Sebagai tambahan, pemerintah juga menuntut RIM untuk membangun sebuah pusat data di Indonesia yang tentunya wajib mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku untuk memfasilitasi permintaan seperti yang disebutkan di atas.

Dengan dukungan dari Menteri Perindustrian MS Hidayat, Wirjawan mengusulkan pajak tambahan atas beberapa produk yang diimpor. Hidayat mengatakan bahwa pemerintah harus memberikan disinsentif bagi perusahaan yang produk impornya memiliki pangsa pasar yang cukup besar.

The Jakarta Globe mengutip pernyataaan Hidayat, "I suggest we impose an additional value-added tax or luxury tax for such goods so that people would choose to invest here instead.”

The Jakarta Globe juga mencatat bahwa Undang-Undang Pajak memiliki ketentuan yang memungkinkan pembebanan seperti penalti atas produk yang digunakan oleh orang berada yang jumlahnya sangat terbatas dibandingkan dengan sisa demografi di Indonesia. Usulan ini masih dalam tahap sangat awal dan untuk sementara, belum akan diterapkan.

Reaksi semacam ini dengan jelas menunjukkan berbagai masalah yang dimiliki negara ini dengan investasi asing. Alih-alih menciptakan kesempatan terbuka dan ramah bagi perusahaan-perusahaan multinasional untuk beroperasi secara langsung di dalam negeri, sepertinya pemerintah malah mencoba cara terbaik untuk mengusir mereka, terlihat dari reaksi dengan ancaman. Reaksi kurang dewasa seperti ini adalah reaksi yang biasa Anda lihat di halaman sekolah.

Ancaman ini, bahkan pada tahap awal, akan dengan mudah mendorong perusahaan asing untuk pergi. Dengan pertimbangan yang sama, perusahaan-perusahaan seperti Google, Facebook, dan Twitter, yang jasanya digunakan oleh jutaan anggota demografi kelas menengah dan atas di Indonesia, bisa dituntut dengan permintaan yang sama atas penggunaan layanan online mereka. Apa yang akan menghentikan pemerintah untuk menuntut perusahaan-perusahaan global mendirikan pusat data lokal sehingga mereka dapat memonitor dan mengintervensi?

Alih-alih memberikan reaksi seperti sekarang, pemerintah mungkin harus melihat alasan mengapa RIM memutuskan untuk mendirikan pabrik manufaktur di Malaysia.

Jenis insentif investasi dan peluang apa yang ditawarkan oleh pemerintah Malaysia untuk membujuk perusahaan membangun pabrik manufaktur di negaranya?

Apa hambatan atau rintangan signifikan yang dipertimbangkan oleh RIM, yang ada di Indonesia, yang membuat mereka memutuskan untuk tidak mendirikan pabriknya di negara ini?

Isu-isu tertentu dalam hal ini tidak hanya berkaitan dengan aturan resmi dan peraturan, tetapi juga isu-isu korupsi. Indonesia mendapat nilai 2,8 dari 10 dalam Indeks Persepsi Korupsi tahun lalu dan ada di peringkat 110 dari 178 negara, sementara Malaysia ada di nomor 56 dengan indeks presepsi korupsi di 4,4 dari 10. Data ini adalah kelebihan besar yang dipunyai Malaysia.

Seperti yang dikatakan Ong Hock Chuan di The Unspun Blog , “companies make business decisions on what’s good for their business.”

Pengamatan ini mungkin dilewatkan oleh orang-orang di pemerintahan Indonesia karena mereka terus berkeyakinan bahwa ukuran pasar akan mengalahkan pertimbangan bisnis lainnya. Apa yang tampaknya menjadi lebih mungkin adalah hal-hal negatif melebihi bobot hal-hal positif dalam pertimbangan RIM untuk berinvestasi lebih jauh di Indonesia.

Perusahaan asal Jerman, Bosch, adalah perusahaan lain yang disorot oleh Wirjawan karena memilih Malaysia untuk memproduksi panel surya. Google juga telah mengetuk pintu Indonesia, tetapi mungin tidak bisa memuwjudkan rencana untuk membuka kantor di Indonesia sebelum akhir tahun ini, seperti yang diharapkan oleh Chariman Google, Eric Schmidt pada kunjungannya beberapa waktu lalu.

Perusahaan-perusahaan internasional lain juga akan secara seksama memperhatikan 'pertarungan' yang berlangsung antara Research in Motion dan pemerintah Indonesia jika mereka juga akan memutuskan untuk memasuki pasar di sini. Indonesia perlu untuk melihat lebih baik dirinya sendiri sebelum membuat ancaman seperti yang mereka layangkan untuk RIM.

Are you sure to continue this transaction?
Yes
No
processing your transaction....
Transaction Failed
Try Again

Sign up for our
newsletter

Subscribe Newsletter
Are you sure to continue this transaction?
Yes
No
processing your transaction....
Transaction Failed
Try Again