Tiga Hal Penting untuk Memahami Perilaku Baru Konsumen di Era Digital
Belajar dari Founder & CEO SweetEscape David Soong di sesi #SelasaStartup
Semenjak populer dikembangkan startup, konsep marketplace kini tak hanya didominasi platform jual-beli produk. Marketplace juga merambah pada vertikal bisnis tertentu, seperti kerajinan tangan, produk kecantikan, hingga layanan fotografi.
Beda bisnis, beda pula target pasar dan tantangannya. Hal ini juga yang dialami Founder & CEO SweetEscape David Soong saat membangun dan menjalankan bisnis lewat platform sewa jasa fotografer profesional yang sudah berjalan selama 2,5 tahun.
Pada sesi #SelasaStartup kali ini, David berbagi pengalamannya di SweetEscape dalam menilik perilaku konsumen di era digital berkaitan dengan bisnis yang digelutinya.
Memahami potensi pasar
David blak-blakan mengungkap bahwa ada banyak tantangan dihadapi dalam memulai bisnis yang terbilang baru ini. Tantangan paling besar adalah persepsi. Belum tentu orang mau menggunakan layanan ini, wong kita tidak kenal dengan fotografernya.
Belum lagi barrier pada bahasa mengingat SweetEscape menyediakan fotografer di 500 kota di seluruh dunia. Ada juga hambatan dari perekrutan talent. Mereka tak yakin apakah bisnis ini bakal berjalan atau tidak.
Tetapi, David menilai bahwa semua bisnis pada dasarnya sama. Ada banyak potensi pasar yang dapat diincar. Kalau bicara soal model bisnis yang dilakoninya, potensinya tercipta berkat pertumbuhan pengguna media sosial dan bisnis jualan online.
"Indonesia itu salah satu basis pengguna media sosial terbesar, yang mana paling banyak ke media sosial yang visual (Instagram). Kemudian, e-commerce atau jualan online. Kalau jualan barang, kita setidaknya punya foto dan video production," ungkap David.
Memetakan perilaku pasar
Seiring dengan perjalanan bisnisnya, David dapat memetakan segmen pengguna berdasarkan perilaku pasar. Ada dua jenis, yaitu business-to-business (B2B) dan business-to-consumer (B2C).
Pasar B2C sudah jelas, yang diincar adalah konsumen yang menikmati langsung jasa/layanan. Menurutnya, berkat media sosial, orang-orang cenderung sering membagikan momen-momen pribadi. Berbeda sekali dengan dulu, mereka hanya menyimpan dokumentasi momen pribadi.
"Media sosial mendorong kita untuk ingin berada di momen itu. Kita melihat ini sebagai new behaviour," tuturnya.
Sementara B2B berasal dari perusahaan/korporat. Mereka biasanya membutuhkan konten visual yang banyak, cepat, dan harganya terjangkau. Perilaku di atas justru dapat mempermudah pelaku bisnis untuk menyampaikan produk.
Perilaku pasar yang kini relevan
Masih berkaitan dengan poin sebelumnya. Menurut David, tanpa kita sadari sebetulnya kita telah membiarkan diri kita untuk memesan jasa dari orang yang tidak kita kenal. Contoh paling akrab adalah memesan Gojek.
Ia menilai bahwa hal ini adalah bentuk perubahan signifikan pada perilaku pasar. Jika model bisnis ini diterapkan dulu, mungkin kita tidak berani. Sama halnya dengan memesan jasa fotografer tanpa bertemu sekalipun dengan orangnya.
"Nah, untuk menarik konsumen, caranya adalah menciptakan kepercayaan. How do you create trust? Di dunia fotografi, konsep stranger itu biasa, seperti kita memesan vendor pernikahan. Yang berbeda adalah sekarang ada shortcut untuk trust dengan mengandalkan portfolio mereka dan review dari para pengguna," paparnya.
Sign up for our
newsletter