Perkembangan dan Potensi Teknologi VR dan AR di Indonesia
Mendapatkan insight dari Co-Founder Shinta VR Andes Rizky di #SelasaStartup
Perlahan tapi pasti, kehadiran teknologi Virtual Reality (VR), Augmented Reality (AR), hingga Mixed Reality (MR) telah memberikan pilihan baru. Tidak hanya bagi industri game namun industri umum lainnya. Meskipun jumlah penggiat startup yang menyasar teknologi VR, AR dan MR masih tergolong sedikit, namun keberadaannya di Indonesia sudah makin familiar dan banyak digunakan masyarakat umum.
Di sesi #SelasaStartup kali ini, DailySocial menghadirkan Co-Founder Shinta VR Andes Rizky untuk mengupas tuntas apa itu teknologi VR dan AR dan bagaimana posisi Indonesia terhadap teknologi VR dan AR saat ini.
Perkembangan teknologi
Sejak tahun 1960-an, teknologi yang satu ini sudah dikembangkan segelintir orang. Meskipun belum bersifat komersil dan kebanyakan digunakan untuk pendidikan, konstruksi, dan kesehatan, teknologi VR sudah cukup familiar digunakan di Amerika Serikat. Pada tahun 1980-an teknologi VR ini kemudian kembali hadir dengan produk yang lebih canggih, namun sekali lagi belum banyak digunakan masyarakat umum.
"Pada tahun 1987, melalui produk VR buatan visual artist Jaron Lanier, teknologi VR sudah mulai dikembangkan lagi. Namun karena harganya yang sangat mahal, hanya kalangan tertentu saja yang bisa menikmati teknologi ini," kata Andes.
Meskipun belum memiliki tampilan yang seamless seperti saat ini, teknologi VR dan AR pada tahun 80-an, sudah mulai memanfaatkan sensor hingga gerakan tubuh untuk kemudian diimplementasikan ke dalam teknologi tersebut.
Berbeda dengan VR yang banyak digunakan kalangan umum, teknologi AR justru lebih banyak digunakan untuk keperluan militer hingga institusi privat. Kemampuannya yang bisa mencatat semua pergerakan juga banyak digunakan oleh konstruksi untuk menelaah takaran hingga kebutuhan yang tepat untuk membangun gedung atau rumah.
"Jika saat ini teknologi AR justru jauh lebih familiar digunakan untuk keperluan komersil, dulunya teknologi AR terbilang sangat eksklusif dan hanya kalangan tertentu yang bisa menggunakannya," kata Andes.
Saat ini, berkat kepopuleran permainan Pokemon Go, teknologi AR tidak hanya banyak digunakan orang dewasa. Banyak anak-anak mulai familiar dengan teknologi ini. Tidak hanya untuk permainan, tetapi juga edukasi dan hiburan lainnya.
Perkembangan teknologi VR dan AR kemudian melahirkan teknologi baru yang merupakan peleburan dua teknologi tersebut, yaitu Mixed Reality (MR). Teknologi yang tergolong masih baru ini secara fleksibel mampu menghasilkan gerakan yang unik, berasal dari kecerdasan AR dan VR.
"Intinya adalah VR tergolong lebih personal dibandingkan dengan AR. VR sendiri saat ini lebih didominasi oleh game untuk hiburan masyarakat umum," kata Andes.
Kesiapan Indonesia
Sedikitnya ada 13 perusahaan teknologi yang mengembangkan teknologi VR dan AR di Indonesia. Masing-masing dengan keunikan sendiri, menawarkan produk untuk korporasi, startup, dan layanan e-commerce.
Selain Shinta VR, perusahaan yang mengembangkan teknologi VR dan AR di Indonesia adalah Festivo, DCIMAJI, Magnate, ARnCO, Octagon Studio, Primetech, Avergo, Omni VR, Invoya, INVR, DAV, Varcode. Semua perusahaan tersebut saat ini tergabung dalam Indonesian VR/AR Association (INVRA).
"Bersama dengan Bekraf kita memiliki rencana untuk memberikan edukasi dan pelatihan kepada pengembang hingga masyarakat umum yang tertarik dengan teknologi VR dan AR," kata Andes.
Meskipun masih didominasi negara Tiongkok dalam hal penyebaran produk dan pengembangan perangkat teknologi, namun Indonesia memiliki potensi yang besar untuk bisa mengembangkan teknologi VR dan AR. Dengan pilihan harga produk yang makin terjangkau, Andes optimis akan lebih banyak lagi pengembang VR dan AR di Indonesia.
"Shinta VR sendiri dalam waktu dekat akan meluncurkan permainan VR yang bisa digunakan oleh tim dalam jumlah yang banyak. Masih fokus kepada permainan, kita akan melanjutkan ke tahap scale up dengan permainan yang rencananya bakal dirilis bulan Juli mendatang," tutup Andes.
Sign up for our
newsletter