Perlombaan Layanan Transfer Antar Bank: Flip vs OY!
Bisnis keduanya saling beririsan
Rivalitas Flip dan OY!, seperti memosisikan Grab vs Gojek, Traveloka vs Tiket, Gopay vs OVO, atau Tokopedia vs Shopee. Mereka berdua piawai di segmen layanan transfer dana antar bank (interbank) tanpa biaya. Flip sudah beroperasi sejak akhir 2015, sementara OY! melakukan pivot, bisnis awalnya sebagai pesan instan, di 2017.
Keduanya sama-sama sudah berizin dari Bank Indonesia sebagai layanan transfer dana. Menariknya, dalam daftar ini, menurut pantauan DailySocial, hanya Flip dan OY! yang bermain di layanan transfer dana antar bank domestik. Selebihnya dikuasai perusahaan yang bermain di bisnis remitansi.
Menurut data Bank Indonesia, sepanjang tahun lalu volume transaksi domestik tercatat ada lebih dari 218,89 juta dengan nominal Rp84,47 triliun. Bisnis remitansi sendiri mencatat 37,7 juta transaksi dengan nilai Rp90,67 triliun. Angka yang hampir seimbang ini mengejutkan mengingat pada 2018 bisnis remitansi jauh mendominasi dengan nominal Rp177,1 triliun dibandingkan domestik Rp32,71 triliun.
Mulai terpacunya bisnis transfer domestik membuka ruang bisnis untuk digarap Flip dan OY!. Pengamat INDEF Nailul Huda menerangkan, biaya administrasi perbankan di Indonesia masih cenderung mahal. Hal ini mencakup biaya transfer antar bank dengan kisaran Rp6.500-Rp7.500, bahkan biaya transfer antar bank Himbara saja relatif masih tinggi, sebesar Rp4.000.
“Sedangkan teknologi semakin pesat dengan menghadirkan proses yang lebih efisien. Peluang tersebut ternyata diambil oleh Flip dan beberapa bisnis penyedia jasa transfer keuangan lainnya,” terangnya kepada DailySocial.
Kebiasaan konsumen pun ikut berubah karena pesatnya perkembangan digital. Mereka lebih rasional terhadap harga. Mencari layanan yang memberikan harga yang murah, proses mudah, termasuk layanan transfer uang antar rekening. Alhasil, layanan seperti Flip dan OY! berhasil menarik pengguna.
Kondisi ini juga diterjemahkan sebagai gimmick perusahaan finansial untuk menarik pengguna. Bila familiar dengan playbook pemain e-money tersohor pada awal mereka berdiri, umumnya menawarkan layanan transfer gratis ke antar bank dari saldo e-money pengguna tanpa batas.
Karena basis bisnisnya berbeda dengan Flip dan OY!, secara perlahan porsi gimmick tersebut semakin berkurang. GoPay dan OVO adalah contohnya. Keduanya berhenti mensubsidi biaya transfer kepada pengguna, malah memberikan tambahan biaya untuk setiap transfer ke saldo e-money alih-alih sebagai biaya pemeliharaan sistem. Pun demikian, biaya yang mereka kenakan masih di bawah biaya yang dikenakan layanan perbankan.
Ada juga BTPN Jenius dan DANA yang menetapkan limitasi tertentu untuk menikmati fasilitas tersebut. Misalnya, DANA hanya menyediakan 10 kali bebas transfer dalam satu bulan. Sementara Jenius menetapkan kuota yang didapat nasabah disesuaikan berdasarkan saldo rata-rata pada bulan sebelumnya.
Flip vs OY!
Dalam perkembangannya, bisnis kedua perusahaan ini head-to-head dan saling beririsan seperti terliha di bagan berikut:
Flip | OY! | |
Legalitas | Izin BI | Izin BI |
Gratis transfer | Maks Rp5 juta per hari, biaya Rp2.500 per transaksi. | Tergantung metode pembayaran. Bank transfer dan virtual account maks Rp5 juta, biaya Rp2 ribu per transaksi. Kalau dengan kartu debit, biaya Rp2.500 per transaksi. |
Jumlah bank | 14 bank | Lebih dari 100 bank |
Verifikasi akun | Transfer di bawah Rp500 ribu tidak wajib | Wajib |
Cara transfer | Aplikasi & Web | Aplikasi |
Nominal transfer | Rp10 ribu-Rp5 juta (individu) | Rp10 ribu-Rp100 juta per hari (akumulasi per hari), dengan metode manual transfer dan VA dibatasi hanya 25 kali setiap hari |
Jam operasional | Ada, dari jam 07.00-20.00 | Tidak ada |
Sumber: Flip dan OY!, diolah kembali
Flip hadir pada saat ekosistem keuangan belum terdigitalisasi sepenuhnya. Dalam wawancara bersama investor Flip, Managing Partner Insignia Ventures Yinglan Tan, Co-Founder dan CEO Flip Rafi Putra Arriyan menerangkan di tahun 2015 perusahaan besar seperti GoPay, OVO, DANA belum ada di pasar. Banyak bank yang belum memiliki API.
Solusi yang ditawarkan Flip pada saat itu sangat sederhana, menggunakan Google Form untuk mengakomodasi permintaan dari konsumen. Lima tahun berjalan, ekosistem tumbuh sangat pesat. Flip memang tidak sebesar ketiga pemain e-money di atas, namun kondisi yang tetap sama adalah biaya admin yang tetap ada.
“Kita sudah ada di pasar sejak lama dan kami mengerti bagaimana produk [kita] bisa berjalan, bagaimana sistem yang tepat. Kita juga sudah paham kemauan konsumen, terlebih itu, dari industri perbankan ada kesempatan yang bisa kita ambil. Hal ini memungkinkan kita untuk membuat dampak yang lebih besar buat Indonesia ke depannya.” terang Ari, sapaan Rafi Putra, dalam podcast yang diunggah pada akhir Juni 2020.
Ari memperkuat pernyataannya saat dihubungi terpisah oleh DailySocial. Dia melihat bahwa transfer bank gratis menjadi salah satu hal yang dicari oleh masyarakat. Terlebih, dengan adanya pandemi, semakin banyak masyarakat yang menjadi lebih selektif terhadap pengeluaran.
“Dari sisi tren, tentu kami melihat kebutuhan ini semakin meningkat, terbukti dengan peningkatan jumlah pengguna Flip dari bulan ke bulan.”
Flip menyediakan produk dasar transfer gratis ke 14 bank. Mereka membuat akun di bank tersebut dan menghubungkan dengan sistem API untuk memfasilitasi interbank transfer secara gratis. Ada kode unik yang harus dimasukkan pengguna saat transfer, agar dapat diproses secara otomatis oleh sistem.
Kode unik ini dikumpulkan dalam satu dompet di dalam aplikasi Flip yang dapat digunakan untuk bertransaksi pulsa, paket data, beli token listrik, atau ditarik kembali ke rekening.
Dalam pengembangannya, Flip memiliki tiga jenis layanan transfer, untuk nasabah individu, bisnis, dan remitansi. Ari menjelaskan ketiganya sudah melingkupi cara perusahaan monetisasi. Untuk individu, monetisasi berlaku apabila pengguna melakukan transfer dengan nominal lebih dari Rp5 juta per hari. Biaya yang dikenakan sebesar Rp2.500 per transaksi.
“Namun, biaya ini tetap jauh lebih murah dibandingkan biaya yang harus dikeluarkan tanpa menggunakan aplikasi Flip.”
Solusi Flip untuk nasabah bisnis, Big Flip, jauh lebih komprehensif karena mampu melakukan transfer secara real time ke 104 bank di Indonesia. Big Flip mengakomodasi upload batch via CSV hingga 20.000 tujuan dalam satu waktu untuk kebutuhan transfer ke banyak rekening sekaligus secara otomatis melalui integrasi API Host-to-Host.
Big Flip lebih fokus membantu operasional keuangan di perusahaan seperti penggajian, pembayaran ke partner bisnis, maupun ke refund ke konsumen. Biaya per transaksi sebesar Rp4 ribu, lebih murah Rp1.500 dari menggunakan cara manual, seperti internet banking. Layanannya telah digunakan lebih dari 320 perusahaan di Indonesia.
Terakhir adalah layanan remitansi. Flip Globe memberikan keleluasaan pengguna untuk mengirim uang ke 10 negara dengan biaya mulai dari Rp80 ribu. Lebih murah dibandingkan layanan serupa. Penjualan produk digital juga dijadikan sebagai channel perusahaan monetisasi.
Ari mengklaim saat ini pengguna Flip ada lebih dari 2 juta orang, namun ia enggan menyebutkan jumlah transaksi yang berhasil mereka proses. “Selama pandemi, kami melihat transaksi online transfer meningkat lebih banyak selama pandemi di platform kami, dibandingkan pada saat normal [kondisi sebelum pandemi].”
Sementara itu, hingga artikel ini dinaikkan OY! tidak merespons seluruh pertanyaan yang dikirimkan DailySocial. OY! memosisikan dirinya sebagai aplikasi solusi finansial. Tidak hanya transfer gratis, mereka juga melengkapi layanan dengan fitur-fitur pembayaran yang telah terhubung dengan kartu debit.
Produk OY! beririsan langsung dengan Flip. Mereka juga menyediakan tiga jenis layanan transfer dan produk digital untuk pembayaran tagihan. OY! sudah mengakomodasi top up saldo e-money dari berbagai pemain hingga yang berbasis kartu.
Mereka juga sedang menguji coba fitur tarik tunai tanpa ATM di kasir gerai ritel. Tidak dijelaskan siapa mitra yang digaet dan di mana saja inovasi ini sudah bisa dimanfaatkan pengguna.
Cara monetisasinya juga tidak jauh berbeda. Selain transfer antar akun bank, juga ada virtual account dan kartu debit yang masing-masing dikenakan biaya. Kalau kartu debit, pengguna dikenakan biaya Rp2.500 per transaksi.
Biaya untuk metode bank transfer dan virtual account akan dibebaskan asal tidak lebih dari Rp5 juta. Lebih dari itu dikenakan biaya Rp2 ribu per transaksi.
Dalam pemberitaan sebelumnya, pihak OY! mengklaim per awal tahun ini mereka mengklaim sudah memiliki 500 ribu basis pengguna.
Jika dicermati cara kedua perusahaan ini monetisasi, lagi-lagi kata kuncinya adalah lebih murah daripada pemain sejenis. Keduanya sudah punya jalur menuju profitabilitas karena sudah memiliki cara monetisasi yang jelas.
Berkompetisi dengan petahana
Perlu diketahui, biaya admin yang dibebankan bank setiap transfer merupakan salah satu cara bank memperoleh laba, yang masuk melalui pendapatan non bunga (fee based income). Selain transfer, sumber penghasil fee based adalah inkaso, safe deposit box, letter or credit, dan kartu kredit.
Fee based cukup vital kontribusinya buat bank, terutama di era digital karena mampu mengatasi tekanan perbankan terhadap kemampuannya dalam mencetak laba, tekanan pada rasio kredit macet, dan penurunan margin bunga bersih (Net Interest Margin/NIM).
Kehadiran Flip dan OY!, lanjut Huda, sebenarnya melengkapi fasilitas keuangan di perbankan yang sudah ada sebelumnya, namun dengan cara yang lebih efisien dan murah. Harapannya bank dapat meresponsnya dengan meningkatkan teknologi yang mampu membuat layanannya lebih efisien dan murah dari saat ini.
“Kehadiran [layanan] fintech ke dalam aspek layanan keuangan menghadirkan disrupsi bagi penyedia layanan yang masih mengandalkan fitur tradisional.”
CEO Artajasa Bayu Hanantasena menambahkan, pasar interbank transfer masih cukup besar dan masih terus besar. Buat perusahaan switching seperti Artajasa, kehadiran kedua perusahaan ini belum berdampak adanya penurunan dari aspek bisnisnya.
Meskipun demikian, ia tetap memperhatikan apakah model bisnis seperti mereka apakah sustainable dan cukup menarik bagi pelanggan. “Model bisnis mereka baru ya dan flow prosesnya beda. Terkait model bisnis dan value proposition berbeda dengan switching,” katanya saat dihubungi DailySocial.
Dalam praktiknya, pemain seperti Flip tetap membutuhkan perusahaan switching dalam menjalankan bisnisnya. Ari menjelaskan, perusahaan switching adalah rekan yang saling melengkapi karena dapat membantu perusahaan memberikan layanan yang lebih baik bagi pengguna dengan membuka jaringan ke lebih banyak bank.
“Kami selalu terbuka untuk adanya kolaborasi dengan institusi yang kami yakni dapat selalu berkontribusi untuk masyarakat Indonesia,” kata Ari.
Sign up for our
newsletter