Persoalan Ekosistem dan Masa Depan Startup di Indonesia
Mulai dari masih banyaknya pendanaan di Indonesia yang mengendap di Singapura hingga masalah infrastruktur
Sebagai salah satu negara di Asia Tenggara yang mengalami pertumbuhan paling cepat dari sisi teknologi, penetrasi smartphone dan lainnya, Indonesia juga dikenal memiliki potensi untuk investasi startup dan teknologi. Namun demikian dengan berbagai masalah yang ada, seperti kemacetan, regulasi yang kadang “tidak jelas” hingga kurangnya infrastruktur dan ekosistem starup saat ini, bagaimana masa depan Indonesia selanjutnya?
Dalam kesempatan Global Mobile Internet Conference (GMIC) Jakarta 2017, dihadirkan pelaku startup lokal hingga asing yang sudah cukup lama berkecimpung di lanskap tersebut, seperti CMO GDP Venture Danny Oei Wirianto, Co-CEO, Lazada Indonesia Florian Holm dan President Go-Jek Andre Soelistyo. Dipandu oleh Founding Partner Kejora Ventures Sebastian Togelang sebagai moderator, mengupas beberapa hal menarik terkait dengan masa depan startup di Indonesia.
Makin maraknya kehadiran investor asing
Sejak kemunculan nama besar di dunia startup yang telah sukses di Indonesia seperti GO-JEK, Tokopedia dan Traveloka, secara otomatis menarik perhatian investor dari berbagai negara. Dengan pendanaan yang bisa mencapai jumlah yang fantastis, para investor tersebut menunjukkan ketertarikan mereka untuk berinvestasi di Indonesia. Di satu sisi dinamika ini dipandang oleh CMO GDP Venture Danny Oei Wirianto merupakan hal yang positif. Dengan demikian investor asing dan lokal bisa saling belajar.
"Terkadang investor asing yang belum mengetahui kondisi startup di Indonesia banyak belajar dari investor lokal, begitu juga dengan investor lokal ada baiknya untuk melihat lebih jauh kemampuan dari investor asing."
Menurut President GO-JEK Andre Soelistyo, meskipun saat ini sudah banyak investor asing yang masuk ke Indonesia, namun sebagian besar dari mereka menanamkan modal hanya kepada angel investor. Untuk itu calon pelaku startup harus bisa memahami dengan jelas kesepakatan yang dituntut oleh investor asing tersebut.
Hal senada juga diungkapkan oleh Co-CEO Lazada Indonesia Florian Holm, masuknya berbagai modal asing ke Indonesia, idealnya wajib dicermati dengan baik oleh startup sebelum menyetujui perjanjian tersebut.
Ekosistem startup Indonesia
Bicara mengenai ekosistem startup yang melibatkan peranan investor, stakeholder hingga pelaku startup sendiri, menurut Danny saat ini masih belum maksimal. Salah satu kendala masih belum banyaknya pendanaan yang langsung masuk ke Indonesia dan masih disimpan di Singapura, karena kondisi kemacetan di ibukota, yang menyebabkan sebagian besar investor asing enggan untuk hijrah ke Indonesia.
"Kondisi jalan dan kemacetan di Jakarta merupakan salah satu kendala mengapa saat ini masih belum banyak investor asing yang langsung memberikan pendanaan ke Indonesia."
Sementara itu menurut Florian, persoalan talenta yang masih minim kualitas dan jumlahnya, hingga mahalnya untuk mempekerjakan tenaga engineer asing, merupakan salah satu hal yang menghambat perkembangan dunia startup di Indonesia.
Berbeda dengan Danny dan Florian, menurut Andre berbagai kendala tersebut seharusnya bukan menjadi hambatan untuk menciptakan ekosistem startup yang baik di Indonesia. Saat ini meskipun perlahan tapi pasti, Indonesia didukung oleh pemerintah, tengah mengejar ketinggalan tersebut, dan pada akhirnya bakal mampu tampil lebih unggul.
"Saya melihat 2-3 tahun ke depan bisnis vertikal bakal tumbuh dengan baik dan tidak kalah dengan negara lainnya. Berikan sedikit waktu, jika nantinya semua sudah establish pasti akan menjadi indah pada waktunya."
Andre melanjutkan, dengan berbagai permasalahan yang ada, GO-JEK bisa hadir menjadi transportasi alternatif di awal, dan saat ini berkembang menjadi layanan pembayaran digital yang memiliki potensi sangat luas untuk dikembangkan.
––
Disclosure: DailySocial adalah media partner Global Mobile Internet Conference Jakarta 2017.
Sign up for our
newsletter