Platform "Video Conference" Lokal Mencoba Peruntungan
Sulit bersaing secara kapital, fokus ke pasar enterprise lokal dengan beberapa keunggulan
Salah satu platform yang mencuat penggunaannya selama masa work from home diberlakukan adalah video conference. Tidak hanya dimanfaatkan untuk kegiatan bersosialisasi, video conference digunakan berbagai kalangan untuk belajar, bekerja, hingga membuka jaringan selama pandemi berlangsung. Meskipun didominasi platform global, sesungguhnya ada beberapa platform lokal yang menawarkan layanan serupa.
Ada sejumlah platform video conference lokal yang hadir dan memberikan solusi gratis dengan kemampuan yang tidak jauh berbeda dengan platform populer, misalnya Qiscus Meet, Biznet Gio Meet, dan liteMeet (milik liteBIG).
"Selama aturan bekerja di rumah berlangsung, kami mencatat berdasarkan data dari beberapa provider peningkatan bandiwth penggunaan Video conference melonjak sekitar 9 kali lipat. Jumlah tersebut bahkan terus bertambah dari sebelum pandemi. Hal ini tentunya menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan," kata CEO & Founder liteBIG M. Tesar Sandikapura.
Hal senada diungkapkan CEO Qiscus Delta Purna Widyangga. Sepanjang aturan bekerja di rumah berlangsung, Qiscus mencatat terjadi peningkatan penggunaan hingga lebih dari 10 kali lipat. Kenaikan dimulai di pertengahan bulan Maret 2020 dan terus meningkat hingga kini.
"Ini termasuk dari sisi jumlah conference maupun total durasi. Peningkatan ini cukup konsisten baik dari pelanggan personal maupun pelanggan enterprise kami," kata Delta.
Butuh investasi besar, pasar korporasi jadi pilihan
Tesar melihat besarnya potensi platform video conference seperti liteMeet. Namun demikian, tidak dapat dipungkiri platform asing, seperti Zoom dan Google Meet, masih menjadi platform unggulan.
Ia merasa produk lokal masih sulit bersaing karena besarnya kebutuhan investasi yang perlu digelontorkan. Hal ini menjadi kunci ketidakmampuan pemain lokal bersaing dengan pemain raksasa asing.
"Karena investasi di infrastruktur yang cukup mahal, dan secara business model, sudah banyak pemain asing yang melakukan kegiatan 'bakar uang' di awal, yaitu memberikan paket gratis," kata Tesar.
Meskipun demikian, menjadi platform lokal bukan berarti tidak ada keunggulan. Salah satunya adalah penggunaan bandwidth lokal dan ketersediaan server secara fisik di dalam negeri.
"Untuk penggunaan [platform] video conference lokal, sebenarnya negara banyak diuntungkan, mulai dari pemakaian bandwith lokal menjadi optimal dan jauh lebih murah. Efeknya tentu pengurangan biaya pembelian bandwidth internasional oleh para operator dan Internet Service Provider (ISP). Kemudian efek kedaulatan bangsa yang jauh lebih terjaga, karena secara fisik server ini ada di Indonesia. Dan tentu pemasukan negara dari pajak bisa dapat lebih optimal," kata Tesar.
Platform seperti liteMeet selama ini lebih fokus menyasar dunia pendidikan, instansi pemerintah, dan pelanggan korporat. Hal tersebut mereka terapkan karena kebutuhan platform video conference yang lebih privat demi menjaga privasi, aman, dan stabilitas yang tinggi.
"Kita berikan juga paket white label, artinya secara brand bisa diganti menggunakan identitas instansi tersebut. Tersedia juga paket on premise, di mana server-nya ada di dalam data center mereka sendiri," kata Tesar.
Selain biaya yang besar, pengembangan platform video conference membutuhkan komitmen, kapasitas knowledge dan model bisnis yang sustainable. Hal tersebut menjadi tantangan terbesar untuk pemain lokal.
Platform seperti Qiscus mencoba menerapkan strategi yang relevan menggunakan teknologi yang sudah tersedia.
"Secara teknologi, pengembangan teknologi komunikasi real-time seperti chat dan video call memang challenging. Sementara, di sisi lain, ekspektasi pelanggan baik dari sisi fitur dan khususnya dari sisi skalabilitas dan reliabilitas sudah sangat tinggi dengan banyaknya alternatif dari pemain asing," kata Delta.
Tak bisa dipungkiri jika pasar enterprise menjadi ceruk yang diharapkan oleh pemain lokal. Ada sejumlah kebutuhan enterprise lokal yang tidak bisa dipenuhi pemain asing.
"Kebutuhan ini antara lain fleksibilitas deployment (server lokal maupun on-premise untuk memenuhi ekspektasi compliance enterprise) ataupun fleksibilitas integrasi (dengan legacy system yang dimiliki enterprise)," kata Delta.
Qiscus Meet dilengkapi dengan SDK (Software Development Kit) yang sudah dipakai di beberapa perusahaan di Indonesia untuk berbagai macam use cases.
"Kami yakin dengan platform yang kami miliki dan dengan expertise kami di teknologi komunikasi real time kami memiliki peluang besar untuk menguasai pasar enterprise di Indonesia," kata Delta.
Masa depan platform video conference
Penyebaran virus Covid-19 secara global telah menjadi pembuka jalan platform video conference memperluas layanan dan teknologi mereka untuk digunakan secara rutin. Harapannya ketika kondisi kembali normal, video conference masih menjadi metode populer untuk berproduktivitas.
"Dengan adanya Covid-19, saya melihat video conference platform akan menjadi the new normal dan menjadi semakin ubiquitous [bisa ditemukan di mana-mana]. Dan saya yakin ini akan bertahan paska pandemi, karena orang sudah melihat benefit dari penggunaan video conference ini," kata Delta.
Nantinya diprediksi solusi video conference tidak hanya akan mencakup ranah pekerjaan, tapi juga ranah lain yang lebih spesifik, misalnya video conference sambil bermain game, nonton film bareng dengan video conference, dan pesta ulang tahun atau pernikahan menggunakan video conference.
"Ke depannya diprediksi platfrom video conference akan menjadi tools wajib bagi pelaku usaha, karena dalam waktu dua tahun ke depan, kegiatan fisik akan mulai jauh berkurang. Masa depan platform video conference mungkin akan jauh lebih advanced, seperti pemanfaatan teknologi AI dan Virtual Reality," kata Tesar.
Sign up for our
newsletter