Polemik RFID e-KTP dan Pemanfaatan (Seharusnya) Secara Digital
Baru-baru ini media memberitakan tentang pernyataan Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi, bahwa e-KTP yang merupakan proyek besar pemerintah tidak boleh difotokopi karena dapat merusak chip RFID yang terkandung di dalamnya. Berita lain yang terkait malah menyebutkan bahwa belum ada chip ataupun teknologi canggih yang ditanam di dalam e-KTP. Dua hal tersebut membuat polemik di masyarakat, kebingungan terhadap teknologi baru dan ketakutan bahwa proyek bernilai Triliunan ini bakal menjadi sia-sia -- jika tidak dikorupsi oleh pejabat terkait.
Berdasarkan informasi dari sejumlah praktisi dan percobaan pribadi, saya bisa menyimpulkan bahwa tidak benar bahwa chip RFID bisa rusak karena difotokopi dan tidak benar pula jika belum ada chip yang ditanam di dalam e-KTP. Tentu saja sebenarnya ide besar e-KTP berteknologi RFID bukan cuma apa tetap bisa difokotopi atau memiliki data-data digital belaka.
RFID dan mesin fotokopi
Sejauh ini belum ada bukti ilmiah yang bisa menyimpulkan bahwa sinar mesin fotokopi bisa menimbulkan kerusakan bagi chip RFID. Menurut Ario Tamat, kolumnis DailySocial dan praktisi teknologi RFID dengan bendera Wooz.in, teknologi RFID di dalam e-KTP itu memang ada titik rusaknya, yaitu bila secara fisik ada kerusakan terhadap kartu (misalnya dipukul dengan palu, dipotong, dan lain-lain). Chip RFID juga bisa rusak dan meleleh jika terkena suhu panas yang sangat tinggi. Jika terjemur di bawah matahari dalam waktu lama, kadang-kadang bisa berdampak terhadap chip ini hingga tidak bisa dibaca, meskipun efeknya hanya sementara.
Yang lebih mudah mungkin bagi konsumen yang memiliki kartu kredit contactless yang memang juga menggunakan teknologi RFID. Sejauh ini belum ada laporan kerusakan (ataupun himbauan dari penerbit kartu kredit) bila kartu kredit dengan teknologi tersebut difotokopi (untuk kepentingan apapun).
Sejauh ini semua fakta mendukung premis awal bahwa tidak ada permasalahan yang nyata antara kartu berteknologi RFID dan mesin fotokopi.
e-KTP dan chip di dalamnya
Ada lagi laporan yang mensinyalir bahwa e-KTP yang sudah diterima masyarakat saat ini belum memiliki teknologi RFID. Tentu saja bantahannya sangat mudah. Dengan menggunakan smartphone berteknologi NFC dan aplikasi pembaca NFC, sangat mudah dilihat bahwa sudah ada teknologi RFID yang ditanam di dalam kartu e-KTP. Seperti yang sudah kami beritakan sebelumnya, teknologi chip-nya dipasok oleh NXP Semiconductors.
Berikut adalah contoh pembacaannya menggunakan smartphone Android dan sebuah aplikasi NFC Tag Reader:
Jelas dugaan bahwa e-KTP yang sudah beredar belum ada teknologi RFID di dalamnya adalah tidak berdasar. Sayangnya NFC Data Exchange Format (NDEF) yang disajikan di e-KTP tidak mudah dibaca menggunakan perangkat konvensional.
Seorang rekan yang menggunakan perangkat pembaca lebih canggih memberikan informasi data yang lebih lengkap -- yang secara default sudah tersimpan di chip e-KTP. Tidak cuma menyimpan data awalan, chip di e-KTP seharusnya juga bisa digunakan untuk menyimpan data personal baru, misalnya data riwayat kesehatan. Ini persis seperti halnya kartu memori di gadget yang kita miliki.
Pemanfaatan e-KTP yang seharusnya
Meskipun secara teknis e-KTP tidak bermasalah jika difotokopi, sesungguhnya ada ide besar yang lebih penting dari hal tersebut. Teknologi RFID yang disematkan di dalamnya memungkinkan otentikasi data pribadi tanpa harus melakukan fotokopi dan menyimpannya di sana-sini. Hal yang dibutuhkan adalah perangkat pembacanya (e-reader). Seperti yang diharapkan oleh perwakilan BPPT yang emailnya ditampilkan di atas, pemanfaatan seperti ini yang seharusnya didiskusikan lebih lanjut.
Informasi yang terkandung di dalamnya seharusnya dengan mudah (dan secara digital) menjadi alat identifikasi untuk berbagai macam hal, misalnya membuka akun tabungan, verifikasi data diri di kantor-kantor pemerintah, membuat paspor (bahkan seharusnya e-KTP juga bisa menjadi dokumen perjalanan), dan lain sebagainya.
Prosedur-prosedur yang ada selama ini di mana fotokopi KTP harus menjadi bagian dokumentasi yang disimpan secara fisik seharusnya diperbarui dengan metode verifikasi data yang lebih modern menggunakan pembaca data digital. Metode ini serupa layaknya membuka akun di sebuah layanan di Internet, cukup menggunakan akun Facebook atau Twitter untuk mengotentikasi data tanpa perlu mengisi ulang formulir dengan kebutuhan data yang berlembar-lembar.
e-KTP juga merupakan alat ampuh untuk verifikasi data saat pemilihan umum. Saat pemungutan suara, verifikasi ulang untuk daftar pemilih tidak diperlukan karena database yang terpusat memungkinkan otentikasi data yang mudah dan menghindari kecurangan. Tidak perlu lagi diterbitkan kartu pemilih atau surat undangan untuk memilih. Seharusnya bahkan tidak perlu lagi tinta tanda telah memilih karena jika hak suara telah digunakan, informasinya pasti langsung masuk ke database.
Tentu saja bakal muncul polemik baru lagi tentang bagaimana menyediakan e-reader yang bisa membaca data yang terkandung di dalam e-KTP, karena seperti yang disebutkan oleh Ario Tamat, sistem untuk membaca datanya bersifat proprietary. Masyarakat mungkin takut bahwa dana Triliunan dari pajak rakyat akan digelontorkan lagi untuk mendanai penyediaan alat pembaca seperti ini di berbagai kantor pemerintah. Yang jelas ini memperkuat fakta bahwa tidak ada koordinasi jelas antara pihak pembuat e-KTP dan pihak-pihak terkait yang menggunakan e-KTP/KTP untuk verifikasi data. e-KTP dibuat besar-besaran, tapi perangkat pendukungnya belum ada.
Sayangnya untuk hal seperti ini wibawa pemerintah yang bersih dan jujurlah yang bisa meyakinkan masyarakat sebagai konsumen pemakai e-KTP. Kepercayaan publik tidak serta merta menjadi baik jika kisruh tentang e-KTP dipicu oleh pernyataan-pernyataan sepele dari pemimpinnya sendiri.
Sign up for our
newsletter