Program Akselerator JFDI Asia Dimulai Kembali Bulan Agustus
Bagi Anda pemula startup, ada satu jalan menuju sukses yang bisa Anda tempuh yakni, bergabung di program akselerator. Salah satunya adalah JFDI.Asia (The Joyful Frog Digital Incubator), yang dari waktu ke waktu menawarkan program akselerator bagi kelompok yang ingin meroketkan startup mereka. Uniknya, JDFI.Asia bahkan tidak hanya membuka kesempatan bagi kelompok dengan startup yang sudah running, tetapi mulai dari tahap ide pun bisa.
JFDI.Asia merupakan program akselerator di Asia Tenggara. Mereka kini kembali membuka sebuah kesempatan pelatihan bagi pengusaha dan juga bagi kelompok yang masih dalam tahap mempunyai ide.
Yang ditawarkan JFDI tidak main-main, saat ini JFDI menawarkan S$ 15.000 net cash investment plus lebih dari S$ 100.000 untuk fasilitas teknis, kantor, pendampingan dan pengenalan kepada lebih dari 100 investor tahap awal. Sebagai imbalannya, JFDI mendapat ekuitas dalam bisnis Anda.
Valuasi independen telah membuktikan bahwa JFDI.Asia sudah mampu meningkatkan nilai startup empat hingga lima kali hanya dalam waktu 100 hari! Karena itulah program ini disebut akselerator, biasanya untuk mencapai target tersebut, sebuah startup butuh waktu paling tidak satu tahun.
“Secara informal program ini juga dapat di sebut 'bootcamp' karena merupakan sebuah tempat yang memberikan pengalaman hidup yang intens. Bisa dikatakan sebuah pelatihan dasar kemiliteran bagi pengusaha. JFDI.Asia adalah yang pertama di Asia Tenggara yang diterima dalam TechStars 'Global Accelerator Network,” jelas Hugh Mason, CEO JDFI.Asia.
Lalu siapa saja atau bagaimana caranya kelompok Anda bisa cukup beruntung untuk dapat bergabung dengan JFDI? Mulai dari perusahaan yang sudah mempunyai jumlah pengguna yang signifikan dan investor, hingga kelompok yang masih dalam tahap mempunyai sebuah ide atau inovasi startup.
“Kami mencari tim, bukan individu. Mereka harus mempunyai skill untuk merencanakan program, merancang dan melakukan bisnisnya. Syarat lainnya, mereka harus bersedia berbisnis di Singapura, meski berasal dari negara lain misalnya Indonesia,” jelas Hugh.
Syarat lainnya, lanjut Hugh, orang-orang dalam tim harus merupakan orang yang mengerti serta mempunyai jaringan dalam wilayah bisnisnya. Misalnya jika startup Anda berhubungan dengan travel, maka orang-orang dalam tim Anda haruslah orang yang mengerti dan punya jaringan di bidang travel. “Selain itu, tentu saja Anda harus menyediakan waktu untuk mengikuti program akselerator ini secara penuh di Singapura.”
Nah, selain syarat-syarat di atas, ada beberapa hal lain yang disarankan Hugh. “Tingkatkan pengetahuan dengan membaca. Ada banyak bahan bacaan di luar sana yang bisa diambil bahan manfaatnya seperti The Art of the Start–Guy Kawasaki, The Lean Startup–Eric Ries, The Entrepreneur’s Guide to Customer Development–Brant Cooper dan Patrick Vlaskovits, Crossing the Chasm–Geoffrey A. Moore, Rocket Surgery Made Easy–The Do-It-Yourself Guide to Finding and Fixing usability Problems–Steve Krug, dan masih banyak lagi.”
Hugh juga berkata, pengusaha startup jangan hanya melulu berkutat pada ide, tetapi juga harus berupaya mengenal dengan baik target marketnya, konsumen dari bisnis mereka, serta gambaran kendala yang dihadapi. “Dengan begitu kami bisa membantu mencarikan solusi yang tepat.”
100 hari membangun startup yang sukses terdengar seperti janji yang mengiurkan, bukan? Sekaligus pertanyaan besar yang terbesit di benak Anda. Mungkinkah? Hugh menjabarkan cara kerjanya bagaimana hal itu bisa memungkinkan.
Awalnya, setelah tiba, tim akan memulai program dan memiliki perusahaan yang dibentuk di Singapura didasari dengan rekening bank sebagai tempat penyimpanan investasi JFDI.Asia. “Ini semua akan dilakukan dengan sebuah perjanjian yang mengikat.”
Jika startup memiliki investor eksternal yang independen, JFDI.Asia akan menggunakan penilaian-putaran terakhir sebagai panduan. Mungkin Anda akan melihat penilaian ini lebih rendah dari yang mungkin diperoleh di (katakanlah) Silicon Valley. “Kami merekomendasikan siapa pun yang membangun bisnis untuk pasar AS harus mencari di akselerator Amerika Serikat. JFDI.Asia membangun bisnis di Asia untuk Asia.”
Kemudian JFDI.Asia akan mengucurkan investasi dalam dua bagian: uang tunai sebesar S$ 15.000 bersih, dan tambahan S$ 150.000. Hugh pun menekankan bahwa investasi JFDI.Asia adalah garis, bukan titik.
“Selama program kami juga akan memberikan mentoring intensif kepada tim mengunakan metode yang sudah dibangun oleh akselator sukses TechStars. Mentor JFDI adalah orang-orang yang sudah pernah membangun bisnis tersebut. Dan mentoring akan difokuskan pada 3 hal: Memastikan Anda telah mengidentifikasi kendala yang harus diatasi, memastikan bahwa solusinya benar-benar dapat memecahkan masalah tersebut, dan pasar tersedia.”
Seperti disebutkan diawal bahwasanya progam ini dapat juga disebut sebagai pelatihan militer bagi startup sebab, selama program berlangsung startup akan mendapatkan pelatihan intens dan keras hingga sukses.
Pada akhir program akan diselenggarakan “Demo Day”. Nah, pada hari inilah sekitar 150 investor awal akan datang dari seluruh Asia. Setiap startup akan diberikan waktu 6 menit untuk mempresentasikan bisnisnya kepada para investor. “Biasanya sekitar 60 hingga 70 persen dari startups yang bergabung mendapatkan dana sekitar USD 550,000.”
Pada sesi inkubator pertama JFDI di tahun 2012, JFDI menerima tim dari Indonesia: Kark Mobile, yang menghasilkan sebuah produk yang bagus.
Kark merupakan aplikasi edukasi mobile untuk anak-anak yang menghubungkan anak kepada dunia virtual. Kark lahir melalui sebuah kompetisi inovasi yang diselenggarakan di JFDI.Asia dan Telkomsel. Tak hanya menjadi pemenang dalam kompetisi tersebut, Kark berhasil menggaet investor bahkan sebelum menuntaskan program.
Bila Anda tertarik untuk bergabung, program berikutnya akan diselenggarakan pada Agustus 2013 mendatang. Keterangan lebih lanjut dan pendaftaran bisa dibaca di sini.
Sumber foto dari Shutterstock
Sign up for our
newsletter