Meneropong Relasi Fintech dan UKM di Masa Pandemi
Diskusi bersama Co-founder & COO Modalku Iwan Kurniawan di #SelasaStartup
Teori dan pengalaman Indonesia menunjukkan bahwa UKM kerap menjadi pelindung perekonomian Indonesia ketika musim paceklik menyergap. Contoh yang sering disertakan adalah krisis moneter pada 1998 dan resesi global pada 2008. Selama dua kejadian besar itu, UKM selalu disebut menjadi kekuatan ekonomi Indonesia yang bertahan ketika sektor lain ambruk.
Namun pandemi Covid-19 memberi pukulan yang berbeda. UKM tak bisa kebal menghadapi risiko-risiko ekonomi yang dibawa oleh wabah ini. Ketersediaan modal adalah salah satu faktor terpenting bagi bisnis UKM. Jika riwayat penjualan, arus kas, dan catatan pinjaman merupakan syarat kelayakan yang lazim berlaku bagi fintech lending sebelum menyalurkan kredit, maka itu semua mungkin tak lagi sepenuhnya berarti.
Co-founder & COO Modalku Iwan Kurniawan menjabarkan bagaimana peran fintech memperkuat eksistensi UKM dan apa saja yang terjadi pada industri ini selama pandemi berlangsung. Simak pandangan Iwan selengkapnya di edisi #SelasaStartup terbaru.
Sistem validasi anyar di masa pandemi
Situasi yang tidak pasti mengharuskan lembaga penyalur kredit termasuk fintech lebih cermat melakukan penilaian. Hal ini tak terkecuali bagi Modalku. Iwan menyebut ada perbedaan mencolok dalam mekanisme penyaluran kredit antara sebelum dan setelah Covid-19 merebak. Menurut Iwan umumnya stabilitas omzet jadi ukuran sebelum mereka memutuskan memberi kredit kepada UKM. Arus kas, aktivitas penjualan, dan riwayat kredit merupakan indikator yang mereka pegang teguh. Namun hal itu bergeser saat ini.
Ketidakpastian selama wabah menambah unsur kehati-hatian dalam melakukan scoring. Namun indikator yang dipakai pun bergeser banyak. Menurut Iwan pihaknya kini lebih mengedepankan prospek suatu bisnis terutama terkait dengan masa depan suatu sektor.
"History itu jadi tidak penting, justru kita lebih ke future, apakah kami yakin di indisutri ini, prodok apa yang mereka jual, dan destinasi jualan mereka," ucap Iwan.
Seperti yang kita ketahui sebelumnya, pandemi Covid-19 memukul banyak bisnis yang tersebar di sejumlah sektor. Manufaktur, perbankan, minyak dan gas, transportasi, serta pariwisata adalah contoh sektor-sektor yang dibuat hampir tak berdaya oleh Covid-19.
"Jadi cara penilaiannya ada pre-Covid-19 yang normal yang mana lebih fokus di cash flow daripada collateral. Tapi dengan adanya Covid-19 harus lebih hati-hati, forward looking dan sesuai dengan kondisi sekarang," imbuhnya.
Memaksimalkan peluang yang ada
Meski ada banyak sektor yang tumbang sebagai dampak dari Covid-19, ada pula sektor yang terus tumbuh beberapa bulan terakhir. Sektor kesehatan dan e-commerce adalah dua contoh industri yang performanya meningkat. Ini juga terjadi pada Modalku.
Untuk sektor kesehatan, Modalku mengumumkan kerja sama mereka dengan BPJS Kesehatan. Menurut Iwan, kerja sama itu untuk menjembatani lebih banyak akses masyarakat ke layanan tersebut. Sementara di sektor e-commerce, mereka menggandeng dengan nama-nama besar seperti Bukalapak, Tokopedia, Lazada, hingga Zilingo.
Dengan langkah-langkah itu, Iwan mengklaim pihaknya mengalami lonjakan permintaan Modalku. "Ada kenaikan sekitar 10 kali lipat jumlah aplikasi untuk meminjam modal kerja atau personal," tukas Iwan.
Kendati lonjakan permintaan akan modal naik tajam, Modalku tidak lantas lebih mudah memberi persetujuannya. Iwan mengakui persetujuan untuk permintaan pinjaman itu sangat sedikit yang mereka penuhi karena ada lebih banyak tolok ukur yang dipakai.
Di saat bersamaan, Modalku punya pekerjaan rumah agar kondisi ideal bagi mereka dapat tercapai. Pertama adalah soal edukasi. Edukasi menjadi penting karena menurut Iwan masyarakat kerap salah paham dalam menilai pinjaman modal kerja. Misalnya saja ada anggapan bahwa bunga fintech lebih mahal ketimbang bunga dari bank. Padahal bunga itu menurut Iwan relatif kecil dibandingkan untung yang bisa diperoleh UKM.
Persoalan kedua adalah keterjangkauan akses. UKM di Indonesia umumnya masih banyak yang belum menyentuh transaksi online. Beban yang harus ditanggung fintech untuk menjangkau UKM yang tradisional ini biasanya lebih mahal dan memakan waktu. Namun sedikit keberuntungan bagi mereka, kondisi wabah saat ini mengharuskan banyak usaha tetap berjalan dan artinya akan lebih banyak usaha yang berjalan secara online tanpa perlu mereka dorong.
"Saya lihat selama Covid-19 ini tantangan itu makin terpecahkan. Kita bisa lebih efisien menyentuh atau support mereka [UKM]."
Kondisi ideal setelah pandemi
More Coverage:
Modalku saat ini masih salah satu fintech lending terbesar di Indonesia. Total kredit yang sudah mereka salurkan sejauh ini mencapai Rp14 triliun. Belum lama mereka juga mengumumkan penggalangan dana seri C senilai US$40 juta atau sekitar Rp625 miliar.
Dengan segala bentuk adaptasi yang terjadi selama wabah Covid-19 berlangsung, Iwan menuturkan pihaknya sedang bersiap segala bentuk normal baru yang akan terjadi. Ini meliputi menyaring sektor-sektor mana saja yang akan menguat di masa depan dan mencari mitigasi risiko yang paling tepat.
Industri kesehatan, online commerce, serta supply chain tampak akan menjadi sektor yang menjadi fokus Modalku mulai saat ini. Iwan menegaskan Modalku harus bersiap sejak sekarang untuk memenuhi kebutuhan modal UKM di sektor-sektor tersebut. Sementara dari manajemen risiko, mereka melakukan perombakan peran di tubuh perusahaan. Contoh perombakan peran itu adalah memindahkan sejumlah anggota tim sales dan marketing untuk membantu tim manajemen risiko untuk melayani kebutuhan layanan-layanan seperti memperpanjang tenor pinjaman ataupun mempercepat masa pelunasan.
"Kita sudah ada SOP yang jelas dengan UKM ketika di masa depan ada kebutuhan untuk bantu adjustment, kita bisa siap manajemen risikonya," pungkas Iwan.
Sign up for our
newsletter