[Review] Tom Clancy’s Splinter Cell: Blacklist
Sam Fisher bergantung di bawah sebuah jendela rumah di sebuah daerah di Irak. Di atasnya, seorang penjaga asik ngobrol dengan teman-temannya dalam bahasa Arab. Beberapa saat yang lalu, prajurit yang sama berbicara dengan bahasa Inggris yang mulus. Ubisoft, mengapa kalian tidak konsisten? Saya tergoda untuk menghajar dan langsung menariknya ke luar jendela, tapi jika saya lakukan itu, empat rekannya langsung mengetahui keberadaan Sam.
Nasib Sam kini berada di tangan saya. Saya bisa saja melempar granat ke dalam ruangan, mengganti MP5 berperedam dengan AK47, memulai baku tembak panas, menyerang membabi buta ala Rambo. Tapi saya sedang bermain seri teranyar Splinter Cell, dan seri ini terkenal karena gameplay yang mengutamakan stealth, taktik dan perencanaan matang. Setelah kemalangan yang menimpa Sam dalam Conviction, fans menjadi kian skeptis dengan nama Tom Clancy yang diusung di depan judul game ini. Hal ini bahkan diperparah oleh Ghost Recon: Future Soldier yang Ubisoft buat dengan setengah matang.
Style is everything Apa yang Ubisoft lakukan untuk meredam jeritan fans? Yang pertama, mereka kembali menitikberatkan stealth sebagai gameplay utama. Berbeda dari Conviction yang berorientasi pada action a la Max Payne - jugaa dengan amunisi pistol tak terbatas, Blacklist memaksa Anda menggunakan peluru dengan hemat, gadget dan pernak-pernik masa depan untuk mengalihkan perhatian musuh.
Uniknya, upah terbesar akan diberikan untuk mereka yang memainkan game dengan pendekatan ‘yang lebih damai’. Ada tiga hierarki gaya bermain dalam Blacklist. Yang pertama adalah Warrior, gaya ini adalah gaya bermain Anda-Anda yang selalu gatal untuk menarik pelatuk senapan mesin atau memasang ranjau dan memaksimalkan jumlah korban di pihak teroris. Jujur saja, playstyle ini tidak lebih mudah dari gaya permainan yang lain - karena terkadang lebih mudah membungkam lawan dari kegelapan daripada langsung memulai baku tembak terbuka – dan Anda mendapatkan skor paling sedikit. Yang perlu diingat juga adalah musuh cukup cerdas untuk mengapit posisi Anda dan menyerang dari belakang.
Gaya permainan yang kedua adalah Panther. Seperti terinspirasi dari namanya, gaya Panther terefleksi dari cara Sam membunuh dari kegelapan. Ia akan mencerai-berai musuh dan membungkam mereka satu per satu dengan torehan pisau di leher atau tembakan di jantung. Gaya bermain ini jauh lebih efektif daripada menyerang dengan ugal-ugalan dan memberikan Anda lebih banyak poin.
Atau Anda bisa memaksimalkan kemampuan Sam sebagai Ghost. Layaknya hantu, playstyle ini mendorong Anda untuk menyelesaikan objektif sama sekali tanpa meninggalkan jejak. Jika Sam terpaksa berhadapan dengan mereka, ia akan melakukannya dengan metode yang lebih bersahabat, bukannya membunuh, ia hanya akan membuat mereka tak sadarkan diri. Itulah mengapa penggunaan sonar vision, thermal detector dan hingga nightvision sangat penting. Dan itulah kawan-kawan, esensi sejati dari Splinter Cell. Lagi pula Sam adalah mata-mata dan bukan pembunuh. Ghost akan memberikan Anda skor tertinggi.
Lalu untuk apa semua poin-poin ini? Dengan mengejar skor tertinggi dan menyelesaikan achievement, Anda akan mendapatkan uang. Uang ini akan Anda gunakan untuk meng-upgrade senjata, kostum stealth, hingga Paladin – kapal terbang yang menjadi pangkalan Sam dan timnya.
Technical stuff Sistem kustomisasi Blacklist cukup mengasyikkan, Anda bisa menyesuaikan Sam sesuai kebutuhan. Ia bisa disenjatai dengan perlengkapan mata-mata siluman, mengedepankan stealth, dengan sepatu kedap suara ataupun mempersenjatai Sam dengan senjata berat yang Anda beli di pasar gelap. Poin ini Anda bukan hanya dapat Anda buka dengan memainkan campaign-nya saja, tapi juga mode permainan lainnya seperti multiplayer.
Dan Blacklist tidak kekurangan mode multiplayer: mode Merc versus Spy juga kembali, multiplayer asimetris ini mengadu tim mata-mata dengan tentara bayaran. Mode ini cukup revolusioner dalam Chaos Theory, tapi sayang beberapa fitur hilang dan membuat mode ini terasa hambar dalam Blacklist. Untungnya hal ini terobati dengan multiplayer co-op Blacklist. Rekan-rekan yang Anda temui di pesawat memberikan beberapa jenis misi yang berbeda: Grim memberikan misi stealth murni yang memaksa Anda agar sama sekali tidak terlihat musuh; dalam misi-misi dari Charlie, Anda (dan teman) harus bertahan hidup dari serangan gelombang musuh yang semakin sulit; dan yang terakhir adalah jaringan misi pelengkap cerita yang Anda dapatkan dari Isaac Briggs.
Sayang misi Briggs hanya terasa seperti pelengkap mode singleplayer utama dan tanpa koneksi internet Anda tidak dapat menikmatinya. Dan seperti cerita-cerita Tom Clancy generasi terbaru, Blacklist memiliki kisah yang tidak kalah absurd. Kali ini teroris menyerang pangkalan militer Amerika, dimulai di markas besar militer di pulau Guam. Mereka mengancam untuk menjalankan operasi Blacklist di tanah Paman Sam. Apakah Blacklist itu? Itu adalah salah satu hal yang Sam coba untuk cari tahu. Sam telah naik ke tingkat Fourth Echelon, dan kini memimpin timnya sendiri. Nama Tom Clancy yang dipamerkan di depan judul game hanyalah sekedar nama, skrip game ini ditulis oleh Richard Dansky dan Matt MacLennan, tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan novel Tom Clancy seperti The Patriot Games ataupun Clear and Present Danger.
Komplain terbesar saya datang dari sisi teknis game ini. Navigasi dan kontrol adalah hal yang cukup bermasalah, tombol action dan serangan jarak dekat dioperasikan dengan satu tombol yang sama: jadi terkadang, saat Anda memancing musuh ke arah pintu dan menekan E saat ia mendekat, bukannya menghajarnya tepat di kening, Sam malah menutup pintu. Hal ini sangat konyol, apalagi mengingat Blacklist tidak memiliki fitur quicksave dan load seperti dalam game pertamanya. Masalah ini sangat mengganggu ketika Anda bermain di tingkat kesulitan tinggi seperti Realistic dan Perfectionist. Gerakan Sam juga terasa lambat dan kurang intuitif, ada jeda waktu di antara saat saya menekan tombol sprint dan aktualisasi Sam berlari. Sedikit lebih lambat dibanding dalam Conviction.
Sisi visualnya sendiri cukup manis, mengingat game ini masih dipersenjatai Unreal Engine 2.5. Namun Ubisoft Toronto telah memodifikasi engine ini hingga penampilannya berbeda dibanding game ber-Unreal lain. Tim Ubisoft menamainya dengan codename LEAD. Tapi walau efek cahaya Blacklist sangat indah, kontras gelap terang game ini terkesan biasa: Lampu indikator di punggung Sam akan menyala jika ia berada di kegalapan, itu berarti musuh tidak bisa melihatnya tanpa penerangan, namun Anda bisa melihat Sam sejelas Anda melihat betis sendiri. Musuh tampak lebih rabun dari ayam di senja hari.
Overall Blacklist bukanlah game untuk semua orang, ia juga mencoba terlihat keren saat tidak ada orang yang peduli. Tetapi dengan beberapa kekurangan di sisi teknis, saya memuji Ubisoft karena telah mendengarkan opini fans. Splinter Cell: Blacklist berhasil meneruskan kisah perjuangan Sam Fisher dengan kembali pada esensi Splinter Cell itu sendiri.
Saya sendiri memberikan nilai review untuk game ini adalah: 80/100.
Tom Clancy’s Splinter Cell: Blacklist telah dirilis untuk platform Windows, PlayStation 3, Xbox 360 dan Wii U. Untuk ulasan ini, saya menggunakan versi PC.
Sign up for our
newsletter