Tips Memahami Risiko Berinvestasi di Proyek Blockhain
Selidiki lewat riset mendalam, validasi ide untuk cegah potensi scam
Blockchain mulai memiliki panggung di Indonesia, meski implementasinya masih berada di tahap awal. Di satu sisi, kehadiran startup berbasis blockchain memberikan alternatif investasi jenis terbaru yang bisa dipilih para investor, yakni Initial Coin Offering (ICO). Namun seperti umumnya, risiko berinvestasi tetap mengintai pada proyek blockchain, sehingga perlu memahami sebelum turut terlibat.
ICO adalah inisiasi pendanaan proyek menggunakan metode pembagian kepemilikan koin kripto (sama seperti IPO untuk perusahaan terbuka di bursa efek). Koin kripto disediakan dengan jumlah terbatas, sehingga diharapkan nilainya akan naik seiring kematangan dan popularitas produk yang diusung. Kenaikan nilai tersebut sebagai keuntungan untuk investor.
Isu ini dibahas hangat sesi diskusi panel yang diadakan Jakarta Blockchain Meetup, Senin (27/8). Diskusi tersebut menghadirkan pelaku industri blockchain dan non-blockchain, yakni Jordan Kang (Tomochain), Pang Xue Jie (Whaleblocks), dan Rama Mamuaya (DailySocial).
Pada dasarnya berinvestasi di ICO punya kekurangan dan kelebihan. Kelebihannya, dari sisi perusahaan dapat mengeksekusi proyek dengan lebih cepat agar hasilnya bisa terlihat apakah sukses atau tidak. Serta mendorong perkembangan teknologi melalui ide-ide yang terlahir dari startup baru.
Namun kekurangannya, tidak ada badan atau organisasi yang spesifik meregulasi. Jadi apabila ada proyek yang didukung tidak sukses, bisa dipastikan token yang sudah dibeli jadi tidak bernilai. Ditambah potensi scam/fraud, karena ada risiko keterlibatan pihak tidak bertanggung jawab yang sekadar ingin memanfaatkan fenomena ICO.
Untuk itu, setidaknya ada dua tips utama yang perlu diperhatikan para investor sebelum berinvestasi di ICO.
Lakukan riset mengenai proyek tersebut
Jordan menerangkan para calon investor harus lebih jeli sebelum membeli token. Perhatikan bagaimana produknya, lihat bentuk praktiknya di lapangan seperti apa, dan tinjau apakah sudah ada contoh studi kasusnya.
"Yang terpenting lainnya adalah harus mudah untuk diinvestasikan, sehingga orang-orang jadi lebih tertarik untuk berpartisipasi," katanya.
Lihat pula siapa orang-orang yang ada di dalam proyek tersebut. Sebagai investor juga perlu mencari latar belakang dari setiap individu yang tergabung dalam proyek blockchain tersebut. Ini dimaksudkan agar investor bisa lebih mantap dalam mempertimbangkan apakah ICO tersebut punya tim yang solid atau tidak.
Cek validasi ide
Ada banyak sekali proyek blockchain yang bermunculan di dunia maya, berlomba-lomba menarik investor untuk menggalangkan dananya di proyek mereka melalui ICO. Berhubung proyek seperti ini belum memiliki perlindungan hukum yang jelas, apalagi di Indonesia, ada baiknya untuk tetap berhati-hati.
Menurut Rama, karena ICO tergolong investasi yang high risk and high return, maka investor harus cek validasi ide proyek tersebut demi meminimalisir risiko. Bisa jadi, ide yang ditawarkan perusahaan tersebut tidak perlu dilakukan dalam bentuk token.
"Tidak semua proyek itu harus di-tokenize. Intinya harus cek kembali apakah proyek tersebut bisa menyelesaikan masalah yang ada atau tidak. Soalnya bisa saja diselesaikan dengan cara konvensional," ujar Rama.
Ia mencontohkan salah satu proyek blockchain yang memiliki reputasi baik adalah HARA. HARA adalah perusahaan blockhain yang fokus awalnya ingin menyelesaikan masalah efisiensi produksi petani. Untuk pendanaan proyeknya, perusahaan menggelar ICO dengan token ERC20.
"Investor itu mau ke proyek blockchain karena ada unsur percaya terhadap proyek itu sendiri. Tapi sekarang ada ingin dapat quick money dari ICO karena beredarnya spekulasi yang berhembus sehingga orang jadi kurang berhati-hati," pungkas Rama.
Sign up for our
newsletter