Simbiosis Mutualisme Ruparupa dan Kawan Lama Group dalam Membentuk Strategi Omnichannel
Berdiskusi bersama Chief of Many Things Ruparupa Teresa Wibowo
Bisnis e-commerce diprediksi akan terus menopang ekonomi internet di Indonesia pada masa mendatang. Laporan e-Conomy SEA 2020 yang disusun Google, Temasek, dan Bain & Company mencatat ekonomi internet Indonesia mencapai $44 miliar pada 2020 dan bisnis e-commerce tumbuh terbesar mencapai 54%.
Pandemi sukses mengukuhkan hipotesis banyak pemain e-commerce dalam menggerakkan ekonomi internet. Para pemain pun berlomba-lomba untuk terus berinovasi agar selalu tetap terdepan di industri. Acap kali, persepsi negatif timbul bagi grup usaha konvensional yang mencoba masuk ke bisnis digital karena dianggap datang dari organisasi dengan kultur budaya kerja yang berlapis, bertolak belakang dengan semangat startup.
Kawan Lama Group ingin mematahkan persepsi tersebut melalui layanan e-commerce-nya, Ruparupa, yang sudah dirintis sejak lima tahun lalu.
Lewat wawancara bersama DailySocial, Chief of Many Things Ruparupa Teresa Wibowo menceritakan, awal mula Ruparupa berasal dari masukan konsumen Kawan Lama yang menginginkan kemudahan belanja furnitur secara online, belanja di toko dengan metode pembayaran transfer, bisa langsung pick up barang langsung dari toko, dan lain sebagainya.
Teresa sudah bergabung di Kawan Lama sejak 2010. Ia merupakan generasi kedua keluarga Wibowo sebagai pemilik bisnis.
“Jadi kami merancang transformasi digital dari suara konsumen. Saat itu kita merasa kalau channel e-commerce kita buat sendiri-sendiri [berdasarkan brand di bawah Kawan Lama] terlalu besar investasinya. Dari situ kita putuskan untuk sinergi grup dengan menelurkan Ruparupa dan decide satu brand ini bisa memberikan pengalaman yang menyeluruh,” tutur Teresa.
Ia lantas membentuk tim yang paham dengan dunia online menjadi urgensi yang penting agar Ruparupa bisa bersaing di industri. Cetak biru Ruparupa didesain menyerupai startup, diisi dengan orang-orang baru yang paham dengan dunia digital. Langkah ini tidak memindahkan orang lama ke Ruparupa. Tujuannya tak lain menciptakan nuansa baru yang bisa memberikan perspektif baru.
“Dari awal kami menyadari dunia online dan offline itu adalah dua dunia yang berbeda. Kami sempat pula menebak-nebak kalau menempatkan satu divisi digital yang in charge di Ace Hardware misalnya untuk layanan e-commerce, mungkin tidak akan sesukses sekarang.”
Untuk menjaga hubungan kerja dengan grup, Teresa tak menampik diperlukan proses adaptasi untuk menyamakan satu visi grup lewat Ruparupa. Hal tersebut dapat diselesaikan dengan komunikasi yang baik. Dia merasa pandemi menjadi blessing in disguise, karena memudahkan seluruh grup bersatu padu mengarah pada visi didirikannya Ruparupa.
Pengaruh Ruparupa terhadap grup
Teresa menjelaskan, kehadiran Ruparupa bukan berarti menghentikan ekspansi Kawan Lama untuk ekspansi gerai di lokasi baru. Menurutnya, justru data-data real time yang disajikan Ruparupa, seperti kebiasaan konsumen saat berbelanja, memperkaya masukan untuk grup saat mengambil keputusan.
Kedekatan lokasi suatu gerai dengan lokasi pengguna akan mendorong efektivitas konsep omnichannel. Konsumen dapat memanfaatkan kehadiran toko untuk pick up barang sendiri atau mengirim ke rumahnya dengan ongkos kirim yang lebih hemat. “Data-data online yang berhasil di-capture bisa memberikan business decision yang baik dan lebih akurat buat grup. Kita bisa tahu ada peluang buka toko di suatu daerah karena banyak yang belanja di Ruparupa.”
Bagi grup, sambungnya, ekspansi gerai tetap menjadi suatu kebutuhan buat suatu brand agar semakin dikenal publik. Di negara maju sekalipun strategi tersebut tetap dilakukan, meski penetrasi internetnya sudah tinggi. Terhitung saat ini Kawan Lama Group memiliki lebih dari 900 toko ritel di Indonesia dari belasan brand ritel. Ekosistem tersebut mendorong Ruparupa untuk masuk dengan konsep omnichannel.
Teresa menyampaikan, konsep ini mampu mengurangi upaya grup masuk ke persaingan “bakar duit” yang kerap banyak dilakukan bisnis digital lain. Lewat basis konsumen yang sudah dimiliki oleh jaringan gerai Kawan Lama, maka Ruparupa sudah mendapat konsumen yang sudah siap digiring untuk masuk ke dunia e-commerce.
“Bagaimana untuk memanfaatkan mereka [konsumen offline] untuk belanja online, maka diperlukan sistem omnichannel yang bisa menghubungkan toko online dan offline. Karena kebiasaan konsumen saat belanja berbeda-beda, ada ingin datang ke toko dulu buat touch and feel, lalu ada juga yang sudah tahu mau belanja apa, memilih langsung datang ke toko terdekat untuk pick up karena hemat ongkos.”
Karena ada nilai lebih yang ditawarkan dari omnichannel, maka konsumen bisa mendapat pengalaman baru saat berbelanja. Mereka pun bisa langsung mengembalikan barang kalau tidak sesuai dengan keinginan. Hanya saja, ada kekurangan yang ditimbulkan dari omnichannel, yakni sistem stok tidak se-real time seperti kebanyakan pemain e-commerce lain.
Sejauh ini, Ruparupa terhubung dengan sistem stok per toko untuk membaca stok. Kalau ada konsumen yang memasukkan barang ke dalam keranjang, maka stok akan tertanda sudah berkurang meski transaksi belum terjadi. Sehingga apabila ada konsumen lain yang memesan barang yang sama, isu tersebut ditangani dengan melempar pesanan ke toko terdekat yang masih memiliki stok barang tersebut.
Teresa menyebut akan menjadi investasi mubazir apabila Ruparupa mengatasinya dengan membangun inventaris gudang sendiri di berbagai lokasi. Pasalnya, SKU dari Kawan Lama berjumlah lebih dari 80 ribu dan mayoritas furnitur berukuran besar yang boros tempat. Gerai-gerai grup yang ada sekarang sudah dianggap sebagai gudang buat Ruparupa.
“Jadi kalau konsumen pesan banyak barang, setengah order-nya bisa dipesan dari toko lain untuk mengakali isu tersebut. Karena apa yang diinginkan konsumen adalah bagaimana barang tersebut bisa sampai ke rumahnya saat mereka order.”
Kinerja sepanjang lima tahun
Dalam perjalanan lima tahun Ruparupa, perusahaan menyediakan sejumlah fitur untuk mendukung konsep omnichannel yang diusungnya. Mulai dari STOPS (Store Pick-Up Service) yang memungkinkan pelanggan yang berbelanja di situs atau aplikasi Ruparupa dapat mengambil produk yang dibeli di toko ritel Kawan Lama Group terdekat dari lokasi mereka.
Selanjutnya, Scan and Go Shop yang memungkinkan konsumen dapat mentransaksikan belanjaannya melalui aplikasi hanya dengan scan barcode produk yang diinginkan, sehingga tidak perlu ke kasir dan menghindari antrean. Dengan fitur tersebut, konsumen dapat memilih untuk mengirimkan pesanan ke alamat yang dituju menggunakan jasa pengiriman reguler maupun instan, atau mengambil barang belanjaan di pickup point di dalam toko untuk dibawa sendiri.
Selama pandemi, Ruparupa mendapati peningkatan yang signifikan, hingga 200%, untuk seluruh kategori. Konsumen banyak membeli kategori produk sepeda, meja dan kursi kantor, rak dan penyimpanan, dan peralatan olahraga. Kenaikan dari kategori populer ini bisa mencapai 300%, sementara masker naik hingga 1000%. Ruparupa telah melayani lebih dari 500 ribu pelanggan di seluruh Indonesia.
Teresa menyebut, meski sudah banyak kantor yang menetapkan kebijakan Work From Office (WFO), Ruparupa tetap mencatatkan tren kenaikan positif secara bulanan (month-to-month). “Meski enggak lagi [naik] double digit, tapi tetap ada pertumbuhan yang sehat. Sebab ini sudah terjadi perubahan perilaku konsumen, banyak konsumen baru yang berhasil kita jaring sejak pandemi. Tren WFH membuat banyak orang aware dengan kenyamanan saat bekerja di rumah, banyak barang yang perlu di-upgrade.”
Tak hanya melayani segmen B2C, Ruparupa juga melayani konsumen B2B untuk menyuplai kebutuhan kantor, hotel, restoran, dan kafe. Kendati, secara sistem backend di situs e-commerce, Ruparupa belum menyediakan teknologi untuk proses pemesanan karena banyak dari konsumen B2B masih melakukan cara konvensional saat melakukan order.
Di samping itu, Ruparupa membuka kesempatan untuk UKM lokal memanfaatkan platform-nya untuk berjualan produk-produknya. Teresa menjelaskan, pihaknya sadar bahwa untuk memenuhi kebutuhan konsumen tidak selamanya harus kerja sendiri, perlu kerja sama dengan non grup. UKM yang dipilih Ruparupa telah melalui proses seleksi, kategori yang dijual seperti furnitur, kerajinan kayu, mainan tradisional untuk anak, tanaman, hingga masker.
UKM yang ingin bergabung akan diperiksa terlebih dahulu kualitas produknya untuk menjaga pelayanan kepada konsumen adalah produk asli. Saat ini UKM yang bergabung masih terbatas di Jabodetabek. “Kami tidak memberikan patok minimum stok barang, tapi lebih seberapa baik pelayanan dari setiap order yang masuk. Kalau [seller] sering cancel maka akan masuk blacklist karena mereka enggak siap untuk jualan.”
Masa depan Ruparupa
Dengan pencapaian yang fantastis selama lima tahun, apakah lantas Ruparupa akan menjadi ujung tombak atau sekadar pelengkap buat grup? Teresa menjawab, Ruparupa dan strategi grup akan menjadi satu kesatuan yang berjalan saling beriringan.
Ia kembali menegaskan bahwa industri ritel mendapat sentuhan baru, yakni teknologi digital yang mendorong lebih banyak inovasi baru. Sebab, baik industri retail online maupun offline tidak selamanya terkekang inovasi di salah satunya saja. Retail online butuh pendekatan offline untuk bisa dekat dengan konsumen, begitupun sebaliknya.
Ruparupa menangkap data-data untuk memperkaya khazanah baru yang membantu grup dalam mengambil keputusan-keputusan penting.
“Ruparupa dan Kawan Lama Group adalah entitas yang harus saling bekerja sama. Seperti yang sedang kita galakkan sekarang, fokus pada omnichannel experience. Kita bisa lihat dari situ konsumen lebih happy, konsumen yang kita jaring lebih berkualitas, sebab intinya adalah bagaimana dunia retail bisa menjawab segala kebutuhan konsumen,” tutupnya.
Sign up for our
newsletter