Mendorong Literasi Kesehatan Mental Melalui Platform Konseling Online
Belajar bersama Founder dan Chief Visionary Officer Kalbu Iman Hanggautomo di sesi #SelasaStartup
Tak dapat dimungkiri, pandemi Covid-19 menjadi salah satu faktor yang memicu gangguan kesehatan mental (mental health) masyarakat Indonesia. Berdasarkan laporan Kementerian Kesehatan di sepanjang 2020, sebanyak 18.373 orang mengalami gangguan kecemasan, lebih dari 23.000 mengalami depresi, dan 1.193 orang melakukan percobaan bunuh diri.
Meningkatnya kesadaran terhadap pentingnya kesehatan mental sejak beberapa tahun terakhir mulai dimanfaatkan oleh sejumlah pelaku startup untuk membantu menghubungkan masyarakat dengan ahli psikolog melalui teknologi.
Di antaranya adalah platform Kalbu yang didirikan oleh Founder & Chief Visionary Officer Iman Hanggautomo karena tergerak untuk meningkatkan kesehatan mental di Indonesia, terutama bagi anak-anak.
Pada sesi #SelasaStartup, memaparkan berbagai insight menarik dari Iman terkait upayanya memperkenalkan literasi kesehatan mental dan menjangkau masyarakat yang membutuhkan pertolongan.
Kesehatan mental saat pandemi
Iman menilai, kesehatan mental dulu masih dianggap sebagai sesuatu yang tabu di kalangan masyarakat Indonesia. Bisa jadi dikarenakan kesehatan mental tidak diajari dalam sistem pendidikan. Menurutnya, sektor sekolah menjadi jalan masuk yang tepat untuk memperkenalkannya
"Kami berkolaborasi dengan sekolah untuk meningkatkan literasi kesehatan mental sejak dini karena platform-platform semacam ini tidak dapat berjalan sendiri. Ini juga yang tengah diupayakan Kalbu untuk menjadikan kesehatan mental sebagai kurikulum sekolah," tuturnya.
Berkaca dari situasi beberapa tahun terakhir ini, Iman menilai kesehatan mental mulai menjadi salah isu yang paling sering dibicarakan. Sejumlah kasus yang memicu gangguan mental terjadi selama pandemi Covid-19. Di antaranya, ungkap Iman, angka perceraian naik 15% sehingga banyak permintaan konseling untuk pasangan. Kemudian, kekerasan orang tua terhadap anak meningkat sebesar 42%.
Orang tua mengalami burn out karena aktivitas kerja dari rumah (WFH) yang membuat tidak ada batas antara jam kerja dan waktu di rumah. Belum lagi, mereka harus beres-beres rumah dan menemani anak sekolah (home learning). Mental anak pun ikut drop.
"Kita harus sukses dalam menjalankan aspek kerja, hubungan, hobi, dan self- reward sehingga hidup bisa berkualitas. Jadi jangan coba menolong diri sendiri, seek professional. Pentingnya platform ini agar masyarakat tidak self-diagnose. Kesehatan mental bukan untuk anak saja, tetapi orang tua," tambahnya.
Lebih efektif dan optimal
Dalam mendorong penggunaan platform konseling online, Iman berupaya melakukan edukasi kepada pengguna dan psikolog bahwa konseling secara online sama optimalnya dengan konvensional. Salah satunya melalui sejumlah program edukasi, seperti workshop.
Dari sudut pandang psikolog, konseling online dapat membantu mereka yang selama ini memiliki keterbatasan akses. Bisa jadi karena lokasi jauh dan harganya lebih mahal apabila melakukan konseling tatap muka (offline).
Dengan dukungan teknologi, psikolog dapat mengadakan sesi konseling online dengan pengguna melalui video call. Menurut Iman, konseling bisa saja dilakukan melalui telepon, tetapi kurang efektif karena psikolog tidak dapat mengobservasi mimik muka dan ekspresi si pengguna.
"Pada konseling konvensional, biasanya psikolog akan menggali masalah. Namun, saya melihat konseling online punya efektivitas tersendiri. Pengguna mengisi consent form ketika mendaftar dan mereka bisa isi apa masalahnya. Dari situ, psikolog lebih mudah menyiapkan solusi pada pertemuan pertamanya karena mereka sudah punya semacam kisi-kisi dari consent form," ujarnya.
Dari sudut pandang pengguna, konseling online lebih terjangkau dan efisien karena mereka tidak perlu menghabiskan waktu di jalan. Penyedia platform dapat mengurangi sejumlah biaya sehingga harga konseling bisa lebih murah. Dengan kata lain, platform ini memungkinkan siapa saja untuk memakai.
Hambatan konseling online
Terlepas dari efektivitasnya, Iman melihat tetap ada hambatan ketika konseling online. Beberapa di antaranya adalah potensi pengguna melakukan aktivitas lain ketika sesi (multitasking) sehingga menyulitkan mereka untuk fokus. Bisa saja sambil mengecek pekerjaan kantor. Faktor lain yang menghambat adalah kestabilan koneksi internet.
More Coverage:
"Tapi kami sudah menyiapkan langkah mitigasi melalui code of conduct kepada pengguna. Misalnya mereka harus berada di ruangan private dan tidak memikirkan hal lain agar lebih fokus," paparnya.
Di Kalbu sendiri, Iman mengungkap bahwa pihaknya tengah meningkatkan sejumlah aspek, seperti tampilan website, fitur baru, dan aplikasi mobile, untuk meningkatkan kualitas layanan konseling.
"Semenjak akhir 2021, kami lihat gangguan dan kesehatan mental semakin menjamur, khususnya di kalangan anak muda dan generasi Z. Banyak yang bahas anxiety, depresi, dan impostor syndrome di media sosial. Apabila sudah ada demand, supply saja semakin banyak, artinya ekosistemnya mulai matang."
Sign up for our
newsletter