Social Media Analytics, Trend Baru Startup?
Trend yang saya lihat belakangan ini, ada begitu banyak startup baru yang muncul dengan konsep yang sama : Social Media Analytics. Memang social media merupakan fenomena yang begitu signifikan di Indonesia, #2 di Facebook, #3 di Twitter, #2 di Foursquare dan masih banyak layanan-layanan social media lain yang cukup populer di kalangan pengguna internet di Indonesia. Dan secara global, tentu social media ini sangat menjanjikan.
Tidak salah, market-cap yang begitu besar dan masih akan terus bertumbuh dalam beberapa waktu ke depan, Social Media Analytics di Indonesia bisa dibilang menjadi tujuan yang menjanjikan bagi startup.
Sebut saja Scraplr yang pivot dari task management service menjadi Social Media Analytics, Trendiest, Mediawave, dan yang baru-baru ini diluncurkan adalah Katapedia. Ketiganya merupakan layanan yang terbuka untuk publik, sedangkan saya sendiri tahu pasti ada banyak penyedia aplikasi yang menjual aplikasi serupa untuk agency-agency digital, semuanya dengan konsep yang sama. Dan ini baru di Indonesia saja.
Kalau anda google "social media analytics" saja, puluhan tool baru akan muncul di hasil pencarian, menunjukkan betapa ketatnya persaingan di bidang ini. Ujung-ujungnya, yang sukses adalah yang berhasil berjualan dan menggaet klien, dan dengan fitur yang hampir seluruhnya sama, faktor kesuksesan akan ditentukan dari strategi marketing dan pricing.
Apakah Trendiest, MediaWave dan Katapedia bisa bersaing? Mungkin saja.
Faktor penentu nantinya adalah dari ketiga layanan ini mana saja yang mampu memasarkan produknya dengan lebih baik, dengan strategi pricing yang menarik untuk user dan client. Belum lagi kalau nanti layanan seperti Brandtology yang mulai masuk ke Indonesia, belum lagi ketika nanti Google merilis layanan serupa, atau Twitter tiba-tiba meluncurkan fitur Twitter Analytics (seperti yang banyak digosipkan). Ketika hal ini terjadi, akan sangat sulit bagi Trendiest, MediaWave dan Katapedia untuk bersaing, karena semata-mata sangat bergantung dengan platform Twitter dan situs social media yang di-crawl.
Jujur, saya pribadi pesimis melihatnya. Apalagi ketika kebanyakan situs-situs serupa bergantung sepenuhnya pada platform yang di-crawl, tinggal tunggu saatnya ketika Twitter dan Facebook menutup akses tersebut guna meluncurkan layanan analytics-nya sendiri, dan layanan-layanan ini tentu menjadi irrelevan. Kecuali layanan-layanan ini bisa lebih "merdeka" dari ketergantungan terhadap platform-platform ini, mungkin masih ada kesempatan bertahan, entah berapa lama.
Sign up for our
newsletter