Startup Agritech Semaai Terima Investasi Tahap Awal dari Surge dan Beenext
Dana segar akan digunakan untuk ekspansi jaringan pengiriman serta menambah tim engineer dan produk di kantor Indonesia
Startup agritech Semaai mengumumkan pendanaan putaran awal sebesar $1,25 juta atau sekitar 18 miliar Rupiah yang dipimpin oleh Surge, program percepatan dari Sequoia Capital India; dan Beenext. Sejumlah angel investor, seperti Nipun Mehra (Ula), Harshet Lunani (Qoala), dan Prashant Pawar (Houlihan Lokey), turut berpartisipasi dalam putaran ini.
Dana akan dimanfaatkan untuk perluas jaringan pengiriman, dimulai dari toko tani (pengecer pertanian) yang pada akhirnya menjangkau petani kecil di pedesaan. Juga, menambah tim engineer dan produk yang akan ditempatkan di India hingga tiga kali lipat sampai akhir tahun ini.
Startup ini didirikan pada April 2021 oleh Muhammad Yoga Anindito, Abhishek Gupta, dan Gaurav Batra. Masing-masing memiliki latar belakang yang kuat di bidang agrikultur dan rantai pasok. Yoga sebelumnya memimpin perusahaan distributor input pertaniannya sendiri, kemudian Hasana memiliki pengetahuan yang mendalam tentang rantai pasok pertanian. Sementara, Abhishek telah berpengalaman bekerja dengan pemerintah untuk memimpin berbagai proyek rural dalam bidang agrobisnis, fintech, dan kebijakan.
Semaai berambisi ingin memberikan kesempatan kepada jutaan petani dan UMKM pedesaan dalam menciptakan mata pencaharian berkelanjutan dan akses ke pembiayaan, layanan, dan pasar baru yang lebih baik. Melalui jaringan pusat pemberian layanan yang berkembang, Semaai menyediakan rangkaian lengkap layanan pertanian, seperti konsultasi khusus, alat produktivitas serta input pertanian seperti benih dan produk pupuk.
Pertanian di Indonesia adalah sebuah industri dengan nilai S$100 miliar yang terdiri dari 13,5% dari PDB negara, dan didukung oleh lebih dari 40 juta petani dan usaha kecil di daerah pedesaan - hampir sepertiga (29%) dari angkatan kerja di Indonesia. Sebagian besar tenaga kerja pertanian terdiri dari petani kecil, petani skala kecil, dan UMKM pedesaan seperti toko tani, yang merupakan pengecer pertanian kecil yang memasok sarana produksi (saprodi) dan alat-alat pertanian (alsintan) kepada petani kecil.
Meskipun kontribusi mereka pada perekonomian di Indonesia sangat besar, para petani dan UMKM pedesaan ini menghadapi tantangan besar untuk dapat mempertahankan mata pencaharian mereka. Padahal, permintaan kelas menengah akan produk makanan yang beragam semakin meningkat. Namun, mereka belum bisa memanfaatkan momen ini karena rantai pasok pertanian yang sangat terfragmentasi dan kompleks di Indonesia, yang akhirnya menyebabkan penetapan harga yang tidak jelas, kurangnya akses ke saprodi dan alsintan yang terjangkau, dan kesenjangan besar dalam supply dan demand.
Semaai bertujuan untuk mengatasi masalah sistemik tersebut dengan menawarkan rangkaian layanan yang komprehensif untuk komunitas pertanian pedesaan. Startup ini mengombinasikan konsultasi khusus melalui tim ahli agronomi, akses ke teknologi modern serta saprodi dan alsintan dengan harga terjangkau seperti benih, pestisida dan pupuk.
Co-founder Semaai Muhammad Yoga Anindito menuturkan, digitalisasi UMKM di sektor hulu pertanian berpotensi menjadi game-changer bagi agroekosistem Indonesia. Pihaknya percaya dalam memanfaatkan teknologi untuk mengubah pola pikir dan cara petani dan pelaku UMKM dalam menjalankan kegiatan mereka, dan melengkapi mereka dengan alat dan keterampilan yang diperlukan untuk memaksimalkan keuntungan mereka.
“Kami yakin bahwa bersama dengan tim kami yang berpengalaman dan pendekatan online ke offline yang unik, kami dapat tumbuh secara eksponensial untuk memberikan dampak yang berarti bagi lebih banyak petani. Dana dari penggalangan ini akan kami gunakan untuk memperkuat tim kami, memperdalam sistem distribusi kami dan ekspansi ke seluruh Indonesia,” ujarnya dalam keterangan resmi, Selasa (15/2).
Dengan solusinya tersebut, diklaim sejak lima bulan peluncuran, Semaai berhasil meningkatkan GMV dari produk yang dijual ke toko pertanian dan koperasi sebesar 10 kali lipat. Angka tersebut akan ditingkatkan seiring ambisi perusahaan yang ingin menjangkau dan memberikan manfaat kepada 100 ribu petani kecil dan UMKM pedesaan di tahun depan.
Tantangan rantai pasok di industri pertanian
Solusi yang ditawarkan Semaai bukanlah barang baru, sebelumnya sudah ramai startup yang masuk menawarkan solusi efisiensi di rantai pasok pertanian. Dalam publikasi bertajuk "Yielding Next Gen. Agri Conglomerate Leveraging Tech Orchestration", Arise menyoroti empat pain points utama dalam rantai pasok pertanian. Yakni, keterbatasan akses ke permodalan, rantai pasok yang terfragmentasi dan kurang efisien, minimnya akses ke teknologi, dan ketidakpastian harga akibat perubahan iklim.
Sementara sektor ini memiliki potensi industri yang sangat besar, nilainya bisa melebihi $500 miliar terhadap GDP global di tahun 2030 mendatang. Kontribusi dari negara Asia Pasifik ditaksir menyumbangkan 8,2% dari nilai total tersebut. Melihat tren tersebut, di kancah global investasi untuk startup argitech juga terus meningkat dari tahun ke tahun. Di 2020, terdapat sekitar 834 kesepakatan pendanaan, membukukan lebih dari $6,7 miliar.
Kendati pemain agritech sudah banyak bermunculan – termasuk beberapa yang sudah jadi soonicorn seperti Tanihub, Eden Farm, Aruna, dan eFishery—tim Arise masih melihat ada beberapa celah yang masih belum terisi oleh inovasi digital -sekaligus peluang investasi yang masih terbuka- salah satunya terkait B2B marketplace yang memenuhi kebutuhan petani. Selanjutnya, Arise akan melirik layanan manajemen dan IoT yang bisa membantu petani melakukan tata kelola lahan garapannya.
Di kancah global, beberapa startup agritech berhasil membukukan traksi luar biasa, termasuk kaitannya dengan investasi yang dibukukan. Belum lama ini DeHaat, sebuah startup asal India yang memiliki model bisnis serupa dengan Agriaku, baru saja mengumpulkan dana seri D senilai $115 juta dari Lightrock, Sequoia Capital India, dan Temasek Holdings, dan lain-lain.
Sign up for our
newsletter