Produsen Sepatu "Pijak Bumi" Manfaatkan Kanal Digital Sampaikan Visi Produk
Manfaatkan Instagram untuk bercerita dan situs web untuk mengakomodasi transaksi
Identitas merek atau produk bisa dibangun lewat berbagai macam media. Pijak Bumi, merek sepatu lokal dari Bandung mencoba membangun bisnis mereka melalui kanal online, tepatnya di platform Instagram dan situs web. Dari sana mereka mencoba menyuguhkan pelayanan prima sekaligus menyebarluaskan value yang diusung.
Bermula pada 2016, PijakBumi konsisten mengangkat tema sebagai merek sepatu ramah lingkungan. Tak hanya itu, mereka membawa tiga pilar penting dalam bisnisnya, yakni, orisinalitas desain, material ramah lingkungan, dan kearifan kerajinan lokal.
Co-founder Pijak Bumi Vania Audrey kepada DailySocial menceritakan bahwa mereka memanfaatkan Instagram untuk bisa membagikan produk dan cerita kepada khalayak ramai. Kemudian dari sana para pengunjung akan diarahkan menuju situs web untuk melakukan transaksi.
Pada awal kehadirannya, Pijak Bumi justru menarik pelanggan internasional. Tepatnya warga Indonesia yang tinggal di negara seperti Jerman dan Spanyol. Konsumen tertarik karena PijakBumi menawarkan sesuatu yang berbeda dibanding merek sepatu lain dari Indonesia, yakni berbahan natural, tepatnya menggunakan bahan kulit sapi samak nabati, serat kenaf, katun organik, kulit kelapa, dan recycle ban bekas.
Dari sana kemudian Pijak Bumi terus berkembang, hingga pada akhirnya sekarang mereka melayani pelanggan bisnis (B2B) yang ada di Jepang dan Eropa. Sejauh ini Pijak Bumi mengaku memiliki kapasitas produksi 1000 pasang sepatu per bulan.
"Kami memang masih pakai Instagram, tapi kami optimalkan untuk tetap terhubung dengan Teman Melangkah (sebutan pelanggan Pijak Bumi). Kami juga punya website sendiri yang difokuskan untuk penjualan. Jadi nanti kalau ada penawaran kerja sama dari e-commerce lain baru kami pertimbangkan juga," cerita Vania.
Selain Pijak Bumi, sebenarnya di Indonesia sudah mulai banyak muncul merek indie untuk produk sepatu. Misalnya Brodo, mereka juga memanfaatkan media sosial untuk terhubung dengan pangsa pasarnya.
Kondisi persaingan yang ada, khususnya bila disandingkan dengan merek-merek yang banyak beredar di pasaran, memang membuat para founder produk lokal harus berpikir keras menghadirkan diferensiasi sekaligus nilai plus untuk merek yang dikembangkan. Dan menariknya setiap startup punya cara yang unik.
Fokus pada pengembangan produk
Tahun 2020 mungkin tahun yang cukup berat bagi kebanyakan orang, termasuk juga bisnis dan Pijak Bumi. Ada perubahan rencana atau lebih tepatnya rencana yang disesuaikan ulang yang disebabkan oleh pandemi Covid-19.
Pihak Pijak Bumi, yang saat ini memiliki tim in-house sebanyak 5 orang mengaku mulai fokus pada pengembangan tim dan produk. Dengan adanya kanal B2C dan B2B membuat mereka sebisa mungkin untuk pintar mengatur sumber daya. Sementara itu untuk mendukung bisnis mereka juga menggunakan jasa pihak ketiga, seperti untuk warehousing dan semacamnya.
More Coverage:
Berbicara mengenai teknologi digital, pihak Pijak Bumi mengaku tengah berusaha untuk meningkatkan kualitas situs web yang mereka miliki. Seperti dari segi fitur yang bisa membantu lebih banyak pelanggan dalam bertransaksi.
"Di 2020 kami ingin fokus ke produk yang ramah lingkungan dan ergonomis sehingga enak dipakai sehari-hari. Sementara untuk penerapan teknologi digital mungkin kami butuh semacam data scientis yang bisa membantu kami lebih paham membaca data yang ada," tutup Vania.
Awal tahun ini, Pijak Bumi juga bergabung dengan program akselerator bisnis Gojek Xcelerate Batch 3. Dalam gelombang ini, Gojek merekrut banyak pengusaha dari kalangan pengembang produk ritel. Selain Pijak Bumi, ada beberapa startup lain seperti Callista, Gigel dan sebagainya.
Sign up for our
newsletter