Suka-Duka Seorang Tech YouTuber: Bincang-Bincang Singkat dengan Joshua Timothy
Daripada merasa insecure dan kehilangan kepercayaan diri, lebih baik tetap fokus saja dengan diri sendiri
Definisi YouTube buat seorang kreator konten tidak selalu sama. Ada kreator yang sudah sepenuhnya menganggap YouTube sebagai platform untuk mencari nafkah, ada pula yang baru sebatas memperlakukannya sebagai wadah untuk menyalurkan hobi.
Salah satu alasan terpopuler yang datang dari seseorang yang memutuskan untuk menjadi full-time YouTuber adalah supaya ia bisa lebih fokus berkreasi, sehingga pada akhirnya kualitas konten yang dihasilkan menjadi lebih baik. Namun tidak jarang juga ini dijadikan sebuah pembelaan diri, di mana ketika seorang YouTuber merasa belum sukses, alasannya adalah karena ia belum bisa memutuskan untuk full-time dan fokus sepenuhnya ke YouTube.
Namun pernahkah terpikirkan bahwa fokus itu sebenarnya bisa datang dengan sendirinya selama kita melakukan hal yang kita sukai? Sentimen seperti itulah yang saya dapatkan setelah berbincang-bincang singkat dengan Joshua Timothy, tech YouTuber lokal yang belakangan mulai cukup naik daun.
Pemuda introvert yang lebih sering dipanggil Ocha dan mengidolakan PewDiePie ini adalah salah satu contoh kreator yang konsisten menghasilkan konten-konten menarik tanpa harus meninggalkan pekerjaan utamanya. Di saat sedang tidak membuat video YouTube, Ocha adalah seorang fotografer profesional untuk sebuah agensi media sosial.
Topik bahasan yang diangkat pada channel-nya cukup bervariasi, mulai dari hobi di dunia mechanical keyboard; ulasan smartphone, headphone, dan beragam gadget lain; sampai tips merakit PC sekaligus menata meja kerja, serta tentu saja tips fotografi dan videografi.
Berikut adalah hasil obrolan kami yang sudah disunting agar lebih jelas.
Di posisi Ocha sekarang, apakah memungkinkan untuk menjadikan YouTube sebagai pekerjaan full-time?
Untuk sekarang masih belum memungkinkan, dan saya juga belum ada pikiran untuk menjadikan YouTube sebagai pekerjaan full-time. Pasalnya, selain mengulas gadget, saya juga sangat mengapresiasi pekerjaan sebagai fotografer dan masih belum mau melepaskannya.
Saya juga masih belum menganggap YouTube sebagai pekerjaan atau tanggung jawab yang harus saya lakukan, melainkan sebagai komunitas kecil di mana saya bisa sharing pengalaman saya mengenai gadget dan lifestyle yang saya suka di hidup saya.
Kapan Ocha menyadari bahwa prospek di YouTube bagus dan memutuskan untuk mulai lebih fokus?
Sebenarnya sudah sadar dari sebelum memulai YouTube, hanya saja saya belum pernah melakukannya. Ketika pandemi melanda, barulah saya sadar ini mungkin boleh dicoba karena kebetulan ada banyak waktu kosong selagi seharian di rumah saja.
Untungnya saya memang suka dengan kegiatannya, jadi tidak perlu difokuskan karena otomatis bakal fokus sendiri ketika mengerjakan hal yang saya senangi.
Adakah YouTuber lokal yang menjadi inspirasi Ocha? Kalau ada, siapa saja?
Walaupun saya lebih terekspos oleh YouTuber dari luar Indonesia, tapi setelah mencoba YouTube sendiri, saya mulai melihat bahwa ada banyak YouTuber lokal yang sangat bertalenta sekaligus menginspirasi. Salah satunya adalah Malvin dari Bestindotech, yang menjadi salah satu alasan kenapa channel YouTube saya bisa jadi seperti ini.
Malvin sering membantu saya untuk menaikkan eksposur saya di luar sana. Walaupun saya masih terhitung YouTuber yang sangat kecil, tapi dia tetap mau membantu saya. Suatu saat saya berharap saya juga bisa seperti dia, di mana saya bisa membantu YouTuber lain yang baru mulai untuk bisa menaikkan eksposur mereka, sama seperti yang Malvin lakukan kepada saya.
Kalau tidak keberatan, bisa diberikan gambaran persentase pendapatan yang diperoleh dari YouTube?
AdSense 46%, affiliate 34%, dan sponsorship 20%.
Bisa diceritakan pengalaman mencari sponsor video? Apakah Ocha yang approach sendiri, atau sebaliknya, brand yang langsung memberikan penawaran?
Sejauh ini, sebagian besar brand-lah yang mencari saya dan memberikan penawaran sponsorship, baik melalui email maupun DM Instagram, dan saya merasa beruntung sekali ada brand-brand di luar sana yang mau bekerja sama dengan saya dan percaya dengan karya yang saya buat.
Sebelum saya memulai YouTube, tidak pernah sekalipun terpikirkan bakal ada brand yang mau bekerja sama dengan saya, jadi saya sangat berterima kasih.
Beberapa penonton sudah menganggap Ocha sebagai reviewer gadget. Bisa diceritakan bagaimana Ocha menyeimbangkan antara memberikan ulasan yang jujur kepada penonton, dan 'menyenangkan' brand?
Saya tidak tahu apakah saya memenuhi kualifikasi sebagai reviewer. Saya lebih merasa sebagai orang yang hanya sharing pengalaman menggunakan barang atau produk tersebut. Makanya kalau diperhatikan, kebanyakan video saya tidak membicarakan spesifikasi secara mendetail, tapi lebih ke user experience-nya saja.
Saya juga akan selalu jujur dengan pengalaman saya, baik untuk produk dari sebuah brand atau produk yang saya beli sendiri. Kalau saya tidak suka dengan sebuah produk, atau pengalaman saya menggunakan produk tersebut tidak memuaskan, saya akan bilang apa adanya.
Selain YouTube, adakah platform sosial lain yang Ocha gunakan yang sejauh ini sudah bisa mendatangkan pendapatan?
Sejauh ini masih belum ada, tapi suatu saat ingin mencoba Twitch untuk konten live gaming, supaya sekalian dapat berinteraksi dengan penonton secara live. Saya merasa itu juga bisa menjadi hal yang seru bagi penonton.
Sebagai seorang fotografer dan YouTuber, seberapa bergantung Ocha terhadap ekosistem aplikasi Adobe?
Ya, betul sekali, tanpa Adobe sepertinya saya tidak bisa apa-apa. Saya sudah terlalu nyaman dengan ekosistem Adobe walaupun tidak sempurna (sering crash dan lain-lain), tapi sejauh ini Adobe-lah yang membuat saya bisa berkarya di bidang fotografi dan YouTube.
Seandainya Adobe tiba-tiba bangkrut dan semua produknya sirna, software alternatif apa saja yang bakal Ocha pakai, dan kenapa alasannya?
Saking nyamannya dengan ekosistem Adobe, saya sampai belum pernah melihat-lihat lagi software alternatif lain. Mungkin dalam video editing ada Final Cut Pro dari Apple, atau juga DaVinci Resolve, tapi sayangnya saya belum pernah mencoba menggunakan software-software tersebut.
Bisa diceritakan seperti apa suka duka menjadi seorang tech YouTuber?
Buat saya pribadi keluh kesahnya hanya di pembagian waktu antara pekerjaan utama, YouTube, dan personal. Sejauh ini saya hanya bisa memberikan konten baru seminggu sekali, atau maksimum dua kali dalam seminggu, sedangkan banyak tech YouTuber lain yang bisa mengunggah empat sampai lima video dalam seminggu.
Namun saya selalu mencoba untuk tidak membandingkan saya dengan orang lain dan tetap berjalan dengan tempo saya sendiri. Walaupun pada dasarnya manusia itu akan selalu saling membandingkan, tapi saya akan selalu berusaha untuk tidak seperti itu. Saya memang orang yang cukup kompetitif, dan saya paham jika saya selalu membandingkan diri dengan orang lain, maka saya akan merasa insecure dan kehilangan kepercayaan diri.
Di dunia kreasi konten seperti YouTube, di mana ada ribuan orang yang melakukan hal yang sama seperti saya, terkadang memang cukup susah untuk tidak membanding-bandingkan diri sendiri dengan orang lain. Namun saya selalu mengingatkan diri sendiri bahwa tidak ada hal baik yang didapat dari sana, dan untuk tetap fokus saja dengan diri saya sendiri.
Sign up for our
newsletter