Tahun Depan, Media Jadi Startup Sementara Startup Jadi Media?
Media harus mengambil semangat startup untuk bertahan, sedangkan startup harus mengambil cara media untuk berjualan
Dalam dunia teknologi, ide atau produk baru hasil imitasi bakal terus tercipta dan terjadi hingga berulang kali. Contohnya adalah Instagram yang sudah menyalin ide Snapchat, dan kejadian akan terus terjadi ke depannya. Tapi satu bentuk spesifik dari imitasi akan mulai terjadi secara dua arah, mulai pada tahun depan.
Yaitu, industri media akan mulai beralih ke arah startup, sementara startup akan mulai menyalin beberapa strategi dari media secara umum. Artikel ini akan membahas lebih jauh mengenai hubungan industri media dengan startup. Berikut rangkumannya:
Mengapa media butuh budaya startup
Bukan lagi rahasia, ratusan dolar biaya iklan sudah mengalir ke pundi-pundi Facebook dan Google. Nominalnya bahkan lebih besar daripada beriklan di jalur konvensional, misalnya media cetak. Padahal, iklan di jalur ini sebelumnya jadi andalan tiap perusahaan selama beberapa dekade.
Laporan yang dimuat Tech.Co menuliskan, "Di tahun 2005, surat kabar di Amerika Serikat mengantongi pendapatan sebesar US$47,4 miliar dari oplah cetak dan US$2 miliar dari pendapatan iklan digital. Kemudian, di 2014 pendapatannya menurun drastis jadi US$16,4 miliar dan hanya mampu menghasilkan pendapatan dari iklan digital hingga US$3,5 miliar. Ini berita buruk bagi dunia jurnalisme."
Editor Boston Globe Brian McGrory bilang contoh budaya startup yang dapat diadopsi industri media cetak adalah cara bekerja yang lincah, cepat, dan mampu menghadapi kegagalan.
"Budaya dalam newsroom akan menganalisis bagaimana kita dapat belajar lebih gesit dengan pengalaman kolektif, bahwa kita harus terus menerus melakukan eksperimen dan perubahan, mentolerir kegagalan, dan lebih bersikap sebagai pengusaha. Hal ini akan membutuhkan lebih banyak pelatihan dalam kelas, tapi pelatihan seperti apa yang kita butuhkan? Apakah pelatihan mengenai cara mengubah pola pikir? Atau bagaimana berperilaku lebih seperti startup daripada sebelumnya?," kata McGrory.
Mengapa startup butuh budaya media
Startup juga mengalami kekurangan pendukung, misalnya sokongan dana dari investor. Beda dengan media, investor selalu memiliki dana segar, hanya saja mereka kini akan lebih selektif memilih startup mana yang layak untuk masuk ke portofolio.
"Menurut perusahaan firma hukum Wilson Sonsini Goodrich & Rosati, valuasi median pendanaan awal yang melibatkan investor profesional telah mencapai US$15 juta sepanjang lima tahun terakhir. Sayangnya, mereka tidak menginvestasikannya. Perusahaan modal ventura hanya berhasil mengumpulkan kurang lebih US$5,7 miliar di tahun ini. Lebih buruknya, jumlah startup yang mampu menggalang dana di putaran kedua atau ketiga turun 25% dibandingkan dengan angka yang sama di 2014."
Lalu, apa yang bisa starup belajar dari masalah media? Jawabannya adalah bagaimana cara menjual diri mereka.
Penulis lepas Lexie Lu baru-baru ini menulis sebuah topik menarik, memilih lima tips yang bisa media ajarkan kepada komunitas startup. Bagaimana menggunakan suara dalam tim startup, bagaimana menyesuaikan penggunaan media sosial untuk mengembangkan nilai startup, bagaimana menghubungkan langsung apa yang konsumen butuhkan.
Kemudian, bagaimana mengembangkan budaya perusahaan dan bagaimana mengandalkan struktur kepemimpinan yang jelas. Singkatnya, dalam tulisan tersebut Lu mengatakan bahwa startup harus mengubah pengetahuan mereka menjadi layanan atau produk, kemudian mengubahnya jadi merek yang bernilai tinggi.
Ke depannya, menargetkan pertumbuhan jadi kurang penting bagi semua orang, mulai dari tim marketing, UI desainer, hingga pembuat konten. Sebaliknya, keterlibatan yang kuat jadi kunci. Startup dan industri media sama-sama akan menyadari bahwa 10 ribu pelanggan setia akan lebih menjanjikan untuk melakukan repeat order, daripada menghimpun 1 juta pelanggan yang tidak pernah memikirkan eksistensi perusahaan startup Anda.
Sign up for our
newsletter