Terlalu Kolosal untuk Gagal: Akankah Terjadi Merger Tokopedia dan Gojek?
Entitas gabungan yang dibentuk oleh Gojek dan Tokopedia akan bernilai lebih dari USD 18 miliar, melampaui valuasi Grab sebesar USD 14,3 miliar.
Dalam wawancara tahun 2019 dengan mantan menteri perdagangan Indonesia Gita Wirjawan, salah satu pendiri dan CEO Gojek Nadiem Makarim mendapat pertanyaan apakah dia pernah membayangkan masa depan di mana Gojek menjadi satu-satunya pemain di pasar. Nadiem mengatakan bahwa monopoli lebih cocok untuk perusahaan yang tidak mengenakan biaya kepada konsumen untuk menggunakan layanan mereka, seperti Google dan Facebook. Aplikasi super, yang menjadi cita-cita Gojek, harus menjadi bagian dari duopoli, katanya.
Selama bertahun-tahun, Gojek dan Grab telah menarik garis pertempuran mereka dalam layanan on-demand, dimulai dengan ride-hailing, kemudian pengiriman makanan, fintech, dan layanan gaya hidup. Kemudian, pada tahun 2020, mereka menjadi berita utama ketika Masayoshi Son dari SoftBank dikabarkan akan mengatur penggabungan kedua perusahaan. Diskusi gagal pada bulan Januari tahun ini, kemungkinan karena ketidaksepakatan mengenai kepemimpinan regional dalam usaha gabungan tersebut. Kedua perusahaan melanjutkan persaingan mereka, kembali ke pola yang dijelaskan Nadiem.
Namun, Gojek kini dikabarkan sedang berdiskusi dengan sesama raksasa teknologi Indonesia, Tokopedia, untuk merger yang berbeda: merger yang tidak akan menciptakan monopoli, melainkan berhadapan langsung dengan Sea Group — andalan di sektor teknologi Asia Tenggara yang mendominasi pengiriman makanan, e-commerce, serta pembayaran di wilayah ini — dan Grab, pesaing utama Gojek.
Gojek dan Tokopedia adalah dua startup teknologi terbesar dan tersukses di Indonesia, dengan valuasi masing-masing sekitar USD 10,5 miliar dan USD 7,5 miliar. Gojek memiliki sekitar 2 juta mitra pengemudi dan 900.000 pedagang UKM, sementara Tokopedia mengklaim memiliki 9,9 juta pedagang di pasarnya. Jika kedua perusahaan menggabungkan operasi mereka, hasilnya akan menjadi ekosistem teknologi yang kuat yang menghubungkan jutaan pelanggan, pedagang, serta mitra pengemudi — yang berakar di Indonesia tetapi memiliki jejak regional.
Baik Gojek dan Tokopedia menolak berkomentar mengenai spekulasi terkait potensi merger mereka, tetapi laporan media baru-baru ini menunjukkan kedua perusahaan sedang menjajaki opsi seperti struktur perusahaan induk, di mana Gojek dan Tokopedia masih dapat beroperasi secara independen namun saling mengakses ekosistem satu sama lain.
Merger antara Gojek dan Tokopedia dapat mendorong lebih banyak sinergi antara kedua perusahaan, daripada layanan yang tumpang tindih, sebut Aldi Adrian Hartanto, VP investasi di MDI Ventures, perpanjangan tangan investasi dari perusahaan BUMN Telkom Group, juga investor di Gojek. .
“Mereka akan memiliki kemampuan untuk berjalan mandiri tanpa mengganggu bisnis satu sama lain. Dan mereka akan memiliki narasi yang jauh lebih besar sebagai grup teknologi besar terkemuka di Indonesia yang mendominasi segmen internet konsumen seperti ride-hailing, pesan-antar makanan, e-commerce, dan pembayaran,” ujarnya kepada KrASIA.
Misalnya, Tokopedia akan memiliki akses ke sumber logistik Gojek untuk layanan pengiriman yang lebih efisien, sedangkan dompet digital Gojek, GoPay, dapat meningkatkan jumlah transaksinya dengan memanfaatkan pengguna Tokopedia. Usaha kecil dan menengah (UKM) di Tokopedia juga akan dapat mengakses layanan keuangan, termasuk kredit, yang ditawarkan oleh Bank Jago yang didukung oleh Gojek.
Merger tersebut juga akan disambut baik oleh komunitas pengemudi Gojek yang sebelumnya menentang gagasan persatuan antara Grab dan Gojek, karena pengemudi akan melihat saluran pendapatan baru, seperti layanan pengiriman instan atau same-day delivery yang ditawarkan oleh Tokopedia.
Gojek dan Tokopedia memiliki DNA investor yang sama. Kedua perusahaan tersebut didukung oleh Sequoia Capital India, Google, dan Temasek. SoftBank, sementara itu, adalah pemegang saham terbesar Tokopedia, dan CEO-nya, Masayoshi Son, dilaporkan telah memberikan restunya kepada potensi merger tersebut.
Entitas gabungan Gojek-Tokopedia akan bernilai lebih dari USD 18 miliar, melampaui valuasi Grab sebesar USD 14,3 miliar. Gojek dan Tokopedia akan memiliki lebih banyak sumber daya untuk meluncurkan produk atau layanan baru, dan mereka akan berada dalam posisi yang kuat untuk go public.
Aldi mengatakan kedua perusahaan itu tengah berusaha untuk go public melalui akuisisi perusahaan bertujuan khusus, atau SPAC. Penggabungan akan membawa "nilai besar ke pasar IPO", katanya.
Dikenal sebagai perusahaan cek kosong, SPAC adalah perusahaan cangkang yang mengumpulkan dana melalui penawaran umum untuk mengakuisisi perusahaan yang tidak ditentukan. Perusahaan jenis ini tidak memiliki model bisnisnya sendiri di luar transaksi keuangan ini. Ketika proses IPO tradisional mahal dan memakan waktu, SPAC menjadi opsi penggalangan dana yang lebih murah dan efisien, yang menjadi sangat menarik bagi perusahaan rintisan teknologi di Asia.
Pertarungan mencapai profitabilitas
Sejak 2019, perusahaan teknologi regional tersebut mengatakan bahwa mereka berniat untuk mencapai profitabilitas dan segera go public untuk menghasilkan keuntungan bagi investor. Baik Gojek dan Grab telah menegaskan tujuan ini, tetapi tekanan kian meningkat sejak tahun lalu, karena pandemi telah menyebabkan perubahan signifikan pada perusahaan teknologi terkemuka di Asia Tenggara dalam memperoleh pendapatan.
“Tidak masuk akal bagi investor modal swasta memotong cek untuk entitas dengan skala raksasa seperti itu,” kata Aldi, menjelaskan bahwa kedua perusahaan masih dalam tingkat EBITDA negatif, yang berarti mereka belum menghasilkan uang.
Masana Takahashi, pendiri firma penasihat akuntansi dan keuangan perusahaan yang berbasis di Singapura Jidobox, mengatakan bagi Gojek, mencari sekutu, seperti Tokopedia, mungkin merupakan cara teraman sebelum go public.
“Kalau Gojek cocok IPO sendiri, apakah ada motivasi untuk bicara dengan perusahaan lain [untuk merger]? Mungkin tidak. Gojek tampaknya belum siap untuk go public dengan apa pun alasannya. Mungkin secara finansial tidak begitu baik." dia berkata.
Suntikan modal paling awal Gojek adalah pada tahun 2014, ketika mengumpulkan putaran Seri A sebesar USD 2 juta. “Gojek mengumpulkan miliaran dan investor mereka perlu keluar karena dana akan segera jatuh tempo,” jelas Takahashi. “Jatuh tempo dana VC biasanya tujuh sampai sepuluh tahun. Yang pasti, sebelum 2024, dana akan menuntut keluar dari Gojek. ”
Grab juga pertama kali mendapatkan investasi Seri A sebesar USD 10 juta pada tahun 2014, dan perusahaan tersebut dilaporkan mempertimbangkan untuk melakukan IPO di New York akhir tahun ini, di mana mereka dapat mengumpulkan lebih dari USD 2 miliar, penawaran saham luar negeri terbesar oleh sebuah perusahaan Asia Tenggara, menurut Reuters.
“Dengan aktivitas saat ini yang kami lihat seputar IPO secara global, serta peningkatan aktivitas SPAC di Asia, investor tampaknya memiliki minat yang besar untuk IPO yang berfokus pada Asia. Valuasi gabungan dapat membantu Gojek dan Tokopedia untuk menarik investor tertentu, tetapi yang lebih menarik adalah proposisi nilai gabungan yang dapat ditawarkan merger ini,” kata Zennon Kapron, direktur firma riset dan konsultasi fintech Kapronasia.
Menghadapi persaingan lokal
Baik Gojek maupun Tokopedia telah terjebak dalam persaingan yang ketat dengan Grab dan Group SEA di wilayah asalnya.
Shopee SEA telah melampaui Tokopedia sebagai situs e-commerce yang paling banyak dikunjungi pada kuartal ketiga tahun 2020 di Indonesia, berdasarkan data dari peringkat iPrice, sementara platform e-wallet ShopeePay telah mengungguli transaksi Gojek GoPay dan Ovo dari Juni hingga Agustus 2020 di negara ini, menurut penelitian Snapcart dan MarkPlus. Sea Group juga mulai menjajaki sektor perbankan digital di Indonesia.
Grab, di sisi lain, telah mengalahkan Gojek di sektor transportasi online Indonesia sejak 2018. Gojek mencapai pangsa pasar 64% pada tahun 2019, sementara itu memegang pangsa pasar 53% di sektor pengiriman makanan negara pada tahun 2020, menurut Momentum Works.
Perusahaan ride-hailing yang berkantor pusat di Singapura ini juga berinvestasi di LinkAja, sebuah platform pembayaran dengan jangkauan luas di kota-kota tier-2 dan tier-3 Indonesia, yang dapat memberikan akses ke basis pengguna yang lebih bervariasi dibandingkan dengan GoPay.
“Pembayaran adalah salah satu bisnis terpenting. Kehilangan hal itu bisa menuimbulkan masalah bagi Gojek,” ungkap Masana. “Indonesia merupakan pasar yang menarik karena 'volume', tetapi daya belinya masih rendah. Gojek dan Tokopedia perlu mengakuisisi saham besar-besaran di semua pasar tempat mereka beroperasi. Saya tidak punya alasan kuat untuk percaya Gojek akan memenangkan pasar internasional jikalau sebagai pemain lokal, mereka kalah di dalam negeri,” tambahnya.
Namun Zennon mengatakan, merger Gojek-Tokopedia akan memberi mereka amunisi baru untuk bersaing. “Saat Anda melihat keberhasilan aplikasi super lainnya di Asia, biasanya hal itu terjadi karena fungsi inti yang menciptakan 'adiksi' harian pada aplikasi.”
“Dalam kasus WeChat, hal itu adalah obrolan dan hiburan, sementara Alipay, e-commerce. Jika merger, Gojek dan Tokopedia akan memiliki proposisi nilai yang lebih komprehensif yang kemungkinan akan menarik lebih banyak pengguna, dan juga memungkinkan mereka untuk berbagi kumpulan data yang lebih komprehensif di backend,” tambah Zennon. Data tersebut akan memungkinkan entitas baru untuk menyediakan lebih banyak produk dan layanan, termasuk keuangan digital.
Secara internasional, Gojek juga lebih lemah dari Grab. Perusahaan berkembang pada 2018 di Vietnam dengan nama merek lokal, GoViet, dan pada 2019 di Thailand dengan Get. Namun, pada Juli tahun lalu, timnya mengumumkan penyatuan merek, yang menurut sumber KrASIA, merupakan "langkah yang sangat mahal" dan menambah kerugian finansial perusahaan.
Mengenai Tokopedia, perusahaan lebih memilih untuk tetap berpegang pada pasar dalam negeri dan belum berkembang secara internasional. Tidak jelas bagaimana persatuan antara Gojek dan Tokopedia akan meningkatkan daya saing mereka di pasar regional, karena kedua platform kehilangan taring di dalam dan luar negeri, menurut para ahli.
“Perusahaan yang lebih besar tidak selalu berarti perusahaan yang sukses secara global. GoJek – Tokopedia akan memiliki basis yang jauh lebih besar dari segi pasar, tetapi itu tidak menjamin kesuksesan internasional,” ujar Zennon.
"Ini seperti 'dua pemain nomor dua' bergabung untuk mencoba bersaing dengan pemain terkemuka," sumber lain menambahkan.
Menyingkirkan Ovo?
Pihak ketiga yang mungkin mempersulit merger Gojek-Tokopedia adalah layanan pembayaran elektronik yang berbasis di Indonesia Ovo, yang merupakan penyedia pembayaran eksklusif untuk Tokopedia dan Grab di Indonesia saat ini.
Grab memegang 44,2% saham di Ovo, sementara Tokopedia memiliki 42%, menurut data perusahaan riset M2 Insights. Setelah merger dengan Gojek, kemungkinan besar Gojek mendorong platform fintechnya, GoPay, ke dalam ekosistem Tokopedia, sehingga mengikis eksklusivitas Ovo.
Selain itu, Tokopedia bisa jadi harus menjual sahamnya di Ovo, karena Bank Indonesia melarang satu perusahaan untuk memegang saham di lebih dari satu platform pembayaran. “Entitas yang akan merger akan mendorong agendanya agar Tokopedia memutus hubungan dengan Grab, yang akan bermanfaat bagi joint venture baru Gojek-Tokopedia,” kata Aldi.
Namun, seolah mengantisipasi potensi persatuan antara Tokopedia dan pesaing utama, Ovo telah mendiversifikasi hubungannya dengan platform e-commerce dengan menjalin kemitraan dengan Lazada, Zalora, dan Blibli sejak tahun lalu.
Untuk saat ini, Gojek dan Tokopedia masih bungkam tentang langkah selanjutnya dan bagaimana kerjasama dengan Ovo dapat berubah. Sementara itu, Ovo secara agresif menopang penawarannya di luar pembayaran. Perusahaan tersebut baru-baru ini bermitra dengan Zhong An untuk menciptakan pasar asuransi digital, dan meluncurkan produk investasi baru bulan lalu bekerja sama dengan platform reksa dana Bareksa, menunjukkan bahwa Ovo dapat melakukan lebih dari sekadar menangani transaksi e-commerce. Ruang layanan keuangan masih kurang dalam melayani populasi Indonesia, sehingga Ovo masih memiliki banyak ruang untuk berkembang — bahkan tanpa Tokopedia.
-Artikel ini pertama kali dirilis oleh KrASIA. Kembali dirilis dalam bahasa Indonesia sebagai bagian dari kerja sama dengan DailySocial
Sign up for our
newsletter