Prospek Cerah Transformasi Ritel Fisik ke Ranah Digital
Dari 35 ribu anggota Aprindo, diklaim sekitar 75% sudah memiliki bisnis digital. Diharapkan sampai dua tahun mendatang, seluruh peritel sudah go online
Untuk kedua kalinya acara tahunan Internet Retailing Expo (IRX) Indonesia 2017 diselenggarakan, mulai dari hari ini (18/1) sampai besok di Jakarta. Acara ini menjadi ajang bertemunya para penjual, peritel multi-kanal, dan peritel online dengan para penyedia utama dan belajar dengan saling berbagi pengalaman dan implementasi studi kasus.
Ketua Umum Aprindo Roy N. Mandey mengatakan bisnis e-commerce merupakan suatu upaya transformasi yang harus dilakukan peritel offline. Sebab, gaya hidup masyarakat yang mulai bergeser ke arah digital, sekaligus melayani generasi muda sebagai konsumen baru.
"Bisnis e-commerce itu jadi melengkapi jalur distribusi peritel, kita kan tahu generasi muda saat ini ingin sesuai yang lebih cepat dan efektif lewat pemberdayaan internet. Jangan lupa gen y itu baru mulai ada sejak 2-3 tahun terakhir, masih ada gen x yang masih cenderung belanja di toko offline. Makanya kita harus berupaya mentransformasikan toko offline mengikuti perkembangan zaman dengan mengadopsi teknologi," ucap Roy saat acara IRX Indonesia 2017, Rabu (18/1).
Pihaknya menilai keberadaan toko offline masih akan tetap dibutuhkan ke depannya. Pasalnya, ada beberapa jenis barang yang membutuhkan kenyamanan saat digunakan, misalnya seperti kosmetik, baju, celana, sepatu, dan lainnya.
Perlu adanya inovasi baru lewat pemanfaatan teknologi digital yang diterapkan dalam toko offline untuk menjadi nilai tambah yang bisa konsumen dapatkan dibandingkan saat berbelanja online.
Salah satu teknologi yang bisa diadopsi oleh peritel adalah teknologi RFID (Radio Frequency Identification) ditanamkan dalam supermarket. Semua barang belanjaan akan langsung terhitung dan secara otomatis akan mengurangi saldo kartu kredit. Teknologi ini sudah ada di negara maju dan salah satu pemain e-commerce yang sudah menggunakannya adalah Amazon.
"Kami terus berupaya untuk update dan transformasi bisnis, sebab digital adalah suatu keniscayaan. Terlebih gaya hidup masyarakat yang sudah berubah. Peritel dengan teknologi harus berjalan bersama dan saling melengkapi."
Kontribusi bisnis e-commerce terhadap ritel di prediksi naik dua kali lipat
Aprindo memprediksi nilai transaksi yang dikontribusikan oleh bisnis e-commerce terhadap total bisnis ritel pada tahun ini dapat naik dua kali lipat sebesar 1,2%-1,5%. Adapun nilainya diperkirakan mencapai Rp2,64 triliun sampai Rp3,3 triliun.
Posisi tahun lalu, kontribusi bisnis e-commerce baru mencapai kisaran 0,7% dengan nilai transaksi sekitar Rp1,4 triliun. Secara industri ritel, Aprindo memprediksi tahun ini dapat tumbuh 10%-12% dengan kisaran nilai Rp220 triliun sampai Rp224 triliun.
Angka ini diharapkan naik dibandingkan pencapaian dari dua tahun sebelumnya. Di mana nilai transaksi industri ritel di 2015 sebesar Rp181 triliun dengan pertumbuhan 8% secara year-on-year. Kemudian, di 2016 tumbuh 10% dengan kisaran nilai transaksi Rp200 triliun.
"Sejak tahun lalu, industri ritel belum dalam tahap pemulihan (recovery). Sekarang kita berharap tahun ini tumbuhnya di kisaran 10%-12% karena sangat bergantung pada situasi politik, di mana ada 110 kotamadya yang akan melakukan pilkada sepanjang tahun ini."
Sebagai catatan, nilai transaksi yang dicatat Aprindo merupakan gabungan dari peritel modern yang terdiri dari lima jenis usaha, yakni minimarket, supermarket, hypermarket, convenience store, dan kulakan. Sementara, peritel tradisional dan pasar rakyat tidak termasuk ke dalam anggota Aprindo.
Beberapa anggota Aprindo di antaranya Matahari, MAP, Alfamart, dan Indomaret. Adapun total anggota Aprindo saat ini mencapai 35 ribu toko dengan 600 perusahaan. Dari seluruh anggota, 25% di antaranya belum bertransformasi ke digital.
"Yang belum masuk ke bisnis online itu, rata-rata adalah lokal ritel di daerah-daerah. Mereka itu belum masuk [ke bisnis online] karena sangat bergantung pada aspek kapital dan pengetahuan. Namun pemain jejaring remote ritel sudah semuanya merambah ke bisnis e-commerce."
Roy berharap, peritel yang sudah bertransformasi diharapkan untuk terus mengedukasi dan memberikan kemudahan bagi konsumen. Pasalnya, belum seluruh konsumen Indonesia yang mau berbelanja online karena belum merasa nyaman.
Kemendag segera terbitkan Peraturan Pemerintah
Sebagai tindak lanjut dari roadmap e-commerce, Kementerian Perdagangan akan segera menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. Saat ini sudah hampir final dan sedang mempertimbangkan apakah perlu memasukkan penerapan pajak bagi perdagangan berbasis elektronik.
Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Oke Nurwan menjelaskan regulasi ini ditargetkan akan terbit sebelum kuartal I/2017. Nantinya PP ini akan mengatur penyelenggaraan bisnis marketplace, bagaimana tata caranya, dan siapa penyelenggaranya. Selain itu, mewajibkan pelaku usaha menyediakan informasi dan data perusahaan yang benar, serta menyediakan izin pelaporan untuk mencegah tindakan ilegal di dunia maya.
"Pada prinsipnya PP ini akan mengatur dua aspek, light touch regulation dan safe harbour. Aturan ini tidak akan mengatur secara ketat, tapi tetap dapat mengendalikan beberapa aspek pendukung ekosistem e-commerce," terang Oke.
Menurut Oke, dengan kerja sama yang erat dari pelaku usaha dan dukungan dari seluruh lapisan masyarakat, pemerintah sangat optimis dengan masa depan bisnis e-commerce Indonesia yang dapat menjadi motor penting dalam menggerakkan pertumbuhan ekonomi nasional.
- Disclosure: DailySocial adalah media partner Internet Retailing Expo Indonesia 2017
Sign up for our
newsletter