Jungle Ventures Prediksi Startup Edutech dan Healthtech Makin Bersinar Pada 2021
Jungle Ventures Prediksi Startup Edutech dan Healthtech Makin Bersinar Pada 2021
Jakarta 18 Desember 2020 — Perusahaan modal ventura Jungle Ventures memprediksi perusahaan rintisan (startup) di kategori teknologi pendidikan (edutech) dan teknologi kesehatan (healthtech) akan mempertahankan kesuksesannya pada tahun 2021, seiring adopsi penggunaan yang masif dan cepat selama tahun 2020 akibat dorongan pandemi COVID19.
Dengan hampir 200 juta pengguna internet di Indonesia, laporan e-Conomy 2020 terbaru rilisan Google, Temasek, dan Bain & Co, mengindikasikan bahwa dari sepertiga pengguna layanan digital selama pandemi, 94%nya mengatakan mereka akan terus menggunakan layanan tersebut di masa mendatang.
“Ketika sekolah ditutup dan rumah sakit sibuk dengan kasus positif COVID-19, sektor pendidikan dan kesehatan mengalami transformasi besar-besaran karena Edutech dan Healthtech memiliki salah satu pertumbuhan tertinggi, yang diperkirakan mencapai tingkat adopsi pengguna tiga kali lipat dan empat kali lipat di Asia Tenggara, termasuk Indonesia,” kata Managing Partner Jungle Ventures, David Gowdey.
Menurut Gowdey, peluang untuk sektor edutech dan healthtech tercermin dari angka rasio perbandingan jumlah dokter dan tempat tidur rumah sakit per 1.000 penduduk yang tergolong rendah. “Sektor-sektor ini sudah sangat membutuhkan transformasi digital dengan cepat. Semakin banyak startup yang didanai untuk membantu mengatasi transformasi digital ini dan sekarang ada arah yang lebih tepat dalam upaya adopsi pelanggan dan monetisasi platform tersebut, “ katanya.
Sepanjang tahun 2020, pandemi telah menciptakan dampak yang luar biasa bagi umat manusia di seluruh dunia, tetapi satu sisi positifnya adalah dalam hal digitalisasi. Gowdey mengatakan pada tahap awal, kurva tingkat kepercayaan dan keyakinan terhadap layanan online dari masyarakat yang pertama kali bersentuhan dengan dunia digital masih rendah. “Namun seiring dengan kebiasaan dan proses pembelian online yang mereka lakukan, tingkat kepercayaan terhadap layanan tersebut akan semakin tinggi,” katanya.
Hal tersebut menjadi bukti akselerasi proses yang sedang terjadi di Indonesia, yang didukung oleh tingkat adopsi terhadap sistem pembayaran online yang semakin meningkat, serta peningkatan layanan digital lain, seperti layanan video streaming untuk kategori entertainment, ruang belajar virtual di kategori edutech dan layanan pemeriksaan kesehatan digital lewat kategori healthtech.
Aplikasi pendidikan Ruangguru misalnya, berperan penting untuk kegiatan belajar mengajar secara digital ketika pemerintah mengeluarkan kebijakan sekolah dari rumah. Terlebih, startup lokal Indonesia itu juga menggelar pelatihan guru secara gratis yang diklaim telah diakses oleh lebih dari 200.000 guru di Indonesia.
Sementara itu, dua aplikasi healthtech seperti Alodokter dan HaloDoc juga mengalami lonjakan trafik yang signifikan hingga 600 % sejak Maret 2020. Hal itu juga tercermin dalam Laporan Marketing Aplikasi Indonesia 2020 rilisan AppsFlyer yang menyebutkan bahwa terdapat lonjakan pembelian dalam aplikasi dalam sektor Healthtech pada bulan Juni 2020 menjadi 16.5%.
Dengan konsekuensi jangka panjang ekonomi dari pandemi yang berdampak negatif pada banyak negara di dunia, adopsi digital menjadi krusial bagi pelaku bisnis dan konsumen. Hal itu tentunya meningkatkan peluang startup untuk mengembangkan kemampuan mereka sekaligus berkontribusi untuk menggerakkan perekonomian negara dimasa depan. “Startup di sektor kesehatan dan pendidikan akan membutuhkan transformasi digital yang cepat. Semakin banyak startup yang didanai untuk membantu mengatasi transformasi digital ini dan sekarang ada arah yang lebih tepat dalam upaya adopsi pelanggan dan monetisasi platform tersebut,” tegas Gowdey.
Lebih lanjut, Gowdey mengatakan Indonesia bakal tetap menjadi pilar utama dalam ekosistem startup di Asia Tenggara dari segi ukuran yang besar dan tingkat ekonomi yang kuat. “Indonesia memiliki jumlah populasi yang besar dengan banyak anak muda serta lebih dari 260 juta orangnya merupakan masyarakat yang melek digital,” katanya.
Menurut laporan eConomy 2020, ekonomi internet di Indonesia saat ini bernilai sekitar 44 miliar dolar AS, yang setara dengan kira – kira 4,5% dari total PDB. Ekonomi internet di Indonesia lebih besar dari gabungan tiga pasar di kawasan Asia Tenggara (Thailand, Vietnam dan Filipina) dan akan terus berkembang selama lima tahun ke depan.
Selama lockdown, konsumen di Indonesia memutuskan untuk mencoba platform online untuk memenuhi kebutuhan harian mereka termasuk berbelanja, pesan-antar makanan, hiburan, atau bahkan pendidikan. Laporan Marketing Aplikasi Indonesia Edisi 2020 Appsflyer yang 813 juta install yang tercatat di Indonesia pada Januari – September 2020, menyebut aplikasi kategori hiburan (layanan streaming video) dan makanan minuman (layanan pesan antar) menjadi favorit dengan peningkatan masing-masing yang mencapai sebesar 340% dan 180% sepanjang tahun.
Dari nilai 44 miliar dolar AS ekonomi internet di Indonesia, sekitar 72% nya atau 32 miliar dolar AS, dihasilkan melalui e-commerce, yang sudah menjadi industri terbesar di kawasan ini, menyumbang hampir 50% dari total pasar e-commerce di Asia Tenggara. Di Indonesia, pertumbuhan ini dipastikan terus tumbuh karena semakin banyak konsumsi yang beralih ke online, sebagian didorong oleh pertumbuhan dari konsumen di kota – kota kecil dan lebih banyak UKM yang memilih untuk mendigitalkan bisnis mereka, seperti menjual barang secara online.
“Dengan ukuran pasar yang terus bertumbuh, terdapat kemampuan yang lebih besar untuk para pemula bisnis untuk mencapai tingkat skala yang substansial dan menuju ke pertumbuhan yang menguntungkan,” tutup Gowdey.