Kolaborasi Gunadarma dan Amartha dalam Pengembangan Kompetensi dan Implementasi Ilmu Data
Kolaborasi Gunadarma dan Amartha dalam Pengembangan Kompetensi dan Implementasi Ilmu Data
Pada Selasa, 4 Februari 2020, Universitas Gunadarma yang diwakili oleh Wakil Rektor IV, Prof. Dr. Drs. Didin Mukodim, M.M., melakukan penandatanganan MoU dengan PT Amartha Mikro Fintek yang diwakili oleh Aria Widyanto selaku Chief of Risk and Sustainability Officer. Momen tersebut bersamaan dengan digelarnya acara Data Science Seminar Series #1 yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Komputasi Matematika (PSKM) Universitas Gunadarma bertajuk Strategi Pengembangan Kompetensi Ilmu Data pada Perguruan Tinggi di Indonesia dalam menghadapi Revolusi Industri 4.0. Seminar ini berlokasi di kampus F8 Universitas Gunadarma, Depok. Selain Aria Widyanto, narasumber lain yang turut hadir diantaranya adalah Ardya Dipta Nandaviri, S.T., M.Sc. selaku Senior Data Scientist PT GO-JEK Indonesia, Dr. Andry Alamsyah, S.Si., M.Sc. selaku Direktur Digital Business Ecosystem Research Center, Telkom University, sekaligus Ketua Asosiasi Ilmu Data Indonesia, serta Prof. Dr. Adang Suhendra, S.Si., S.Kom., M.Sc. selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri, Universitas Gunadarma. Seminar ini dipandu oleh moderator Dr. Setia Wirawan, S.Kom., M.MSI. selaku Ketua Program Studi Sistem Informasi, Universitas Gunadarma.
Dalam sambutannya, Ketua Pelaksana Seminar, Dr. Tri Handhika, S.Si., M.Si. menyampaikan bahwa seminar ini diprogramkan sebagai kegiatan rutin PSKM, di samping kegiatan Data Science Workshop Series yang terlebih dahulu telah dilaksanakan pada Oktober 2019 lalu. Seminar ini dihadiri oleh 187 peserta yang terdiri dari 95 dosen dan 92 mahasiswa. Adapun Nota Kesepahaman yang disepakati mencakup dua hal, yakni penelitian dan pengabdian masyarakat. Adapun kerja sama penelitian dilakukan dalam bentuk joint research terkait pengembangan credit scoring alternatif. Sedangkan, untuk pengabdian masyarakat berupa kerjasama dengan Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM), Universitas Gunadarma, untuk melatih pengusaha mikro perempuan binaan PT Amartha Mikro Fintek.
Selanjutnya, Wakil Rektor IV Universitas Gunadarma, dalam sambutannya mengatakan bahwa ilmu data telah membawa perubahan dalam banyak aspek kehidupan manusia. Oleh karena itu ia berharap agar seminar ini membawa hasil yang positif bagi masyarakat. Perguruan tinggi dituntut untuk mengikuti perubahan yang sedang berlangsung. Ia juga berharap agar hasil seminar ini dapat menjadi masukan dalam penulisan skripsi, tesis, maupun disertasi.
Keseharian kehidupan manusia pada era 4.0 sekarang ini tidak dapat dilepaskan dari pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, di mana big data merupakan salah satu penopang utamanya. Big data dihasilkan dari berbagai transaksi data dan informasi yang berlangsung di berbagai digital platform, yang terhubung melalui jaringan internet dan mengalami pembaharuan hampir setiap saat dan berlangsung secara global. Akibatnya, ukuran data menjadi sangat masif. Di dalam data yang masif ini banyak terkandung “harta karun” berupa pola-pola (pattern) yang dapat dimanfaatkan untuk membangun suatu mekanisme kecerdasan buatan. Untuk itu maka perlu dilakukan penambangan atas “harta karun” tersebut. Proses ini disebut penambangan data atau data mining. Agar proses data mining dilakukan sesuai dengan metode ilmiah sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan, maka berkembanglah kajian ilmu yang bernama ilmu data (data science) dimana orang yang memiliki kompetensi ilmu data disebut sebagai data saintis (data scientist).
Dalam perkembangan terkini, profesi data saintis semakin banyak dibutuhkan di dunia industri. Sebagai akibatnya, pihak lembaga pendidikan (universitas) ditantang untuk memenuhi kebutuhan data saintis yang semakin meningkat tersebut. Pertanyaan besarnya, bagaimanakah melakukan link-and-match antara kompetensi data saintis yang dibutuhkan di dunia industri dengan kurikulum pengajaran ilmu data pada lulusan perguruan tinggi?
Pembicara pertama, Aria Widyanto, mengungkapkan bahwa trend dunia industri ke depan adalah otomasi, yang berakibat pada semakin banyaknya karyawan yang dirumahkan. Ia menyarankan agar perguruan tinggi segera melakukan positioning agar tetap relevan terhadap perkembangan. Pola pikir yang harus dikembangkan adalah bahwa permasalahan pada dunia industri hanya dapat dipecahkan melalui kolaborasi antara berbagai disiplin ilmu, tidak lagi hanya mengandalkan satu disiplin ilmu saja. Problem pada dunia industri hendaknya menjadi peluang bagi akademisi untuk mempraktekkan ilmunya. Ia menawarkan gagasan human centered design dan experiential learning untuk diterapkan menjadi empat action plan yaitu: inkubasi bisnis di kampus-kampus, internship, design thinking workshop, dan memulai startup. Ia menambahkan bahwa dunia industri cenderung pragmatis, lebih suka merekrut orang-orang yang sudah terampil. Namun kenyataannya tidak selalu demikian. Industri skala kecil sulit menemukan talent yang tepat, sehingga mereka harus mengadakan pelatihan. Adapun talent-talent yang bagus umumnya sudah direkrut perusahaan-perusahaan besar.
Pembicara kedua, Dr. Andry Alamsyah, S.Si., M.Sc., mengungkapkan bahwa semakin besar bisnis, maka semakin besarlah data yang dibutuhkan dan dihasilkan (big business, bigger data). Sebagaimana yang disampaikan oleh Aria Widyanto, Dr. Andry Alamsyah, S.Si., M.Sc. juga menegaskan bawa di masa depan sejumlah profesi akan dikerjakan oleh mesin, termasuk diantaranya profesi akuntan. Ia menyarankan agar perguruan tinggi mengajarkan analisa kualitatif secara terpadu, yang mencakup matematika, statistika dan machine learning. Selain itu, diperlukan juga penguasaan ilmu komputer dan kreativitas untuk menemukan solusi dari permasalahan. Lebih lanjut, ia mengatakan fakta bahwa mahasiswa tidak komprehensif dalam memahami ilmu adalah akibat adanya tuntutan untuk lulus dengan cepat. Hal ini mengakibatkan mahasiswa tidak memiliki cukup waktu untuk mempelajari ilmu data secara komprehensif, di samping sangat luasnya cakupan ilmu tersebut. Di pihak industri pun masih belum tercapai definisi baku tentang data saintis, sehingga terjadi kerancuan dalam menempatkan seseorang terkait dengan kompetensinya. Misalnya di industri fintech, justru lebih banyak pegawai berlatar ilmu komputer dibandingkan lulusan bisnis.
Pembicara ketiga, Ardya Dipta Nandaviri, S.T., M.Sc., memaparkan bahwa seringkali problem di industri tidak terdefinisi dengan jelas (tidak seperti pada pembelajaran di kelas). Oleh karena itu, selain penguasaan akademis, seorang data saintis harus memiliki kemampuan berpikir analitis dan sifat curiosity (rasa ingin tahu) yang tinggi. Dengan curiosity, maka seorang data saintis dapat mengeksplorasi big data secara lebih komprehensif, sehingga dapat memahami karakteristik data. Perihal curiosity inilah yang saat ini belum dapat ditempa secara maksimal di dunia perguruan tinggi.
Prof. Dr. Adang Suhendra, S.Si., S.Kom., M.Sc. sebagai pembicara terakhir menyatakan bahwa Universitas Gunadarma siap menjalin kerjasama dengan dunia industri, khususnya dalam bidang ilmu data. Permasalahan dalam dunia industri nantinya disertakan dalam kurikulum pembelajaran yang diarahkan ke contoh-contoh riil untuk penerapannya.
Seminar pun ditutup dengan kesimpulan yang disampaikan oleh moderator ,Dr. Setya Wirawan, S.Kom., M.MSI. Dalam simpulannya ia menyampaikan bahwa ilmu data tidak semata-mata mencakup metode dan data, namun juga mencakup pengalaman bisnis dimana penguasaan teknis akademis belumlah cukup, harus dilengkapi dengan berpikir analitis dan sifat ingin tahu yang tinggi. Pihak universitas diharapkan dapat memfasilitasi penyediaan laboratorium yang memadai, mengembangkan pusat studi terkait, memberikan pelatihan untuk dosen dan mahasiswa, inkubator bisnis, program magang, serta dukungan dalam mendirikan start up.