3 Pelajaran MiSK Global Forum untuk Startup Indonesia
Bagaimana penggiat startup Indonesia berkaca ke pengalaman kolega di Saudi Arabia
Keterlibatan delegasi Indonesia di MiSK Global Forum 2016 sudah dibahas di artikel sebelumnya. Ada beberapa hal menarik lain yang saya peroleh di sela-sela mengikuti berbagai sesi dan menjalin networking di antara delegasi dan partisipan.
Saudi, yang selama ini kita kenal sebagai negara kaya karena melimpahnya hasil migas, mencoba memberikan atmosfer yang berbeda di acara ini. Gejolak harga minyak, instabilitas politik di kawasan Timur Tengah, dan perubahan peta politik global membuat anak-anak muda di sana tak lagi bisa terus-menerus bergantung pada fasilitas yang selama ini mereka peroleh.
Berikut ini adalah 3 poin yang bisa menjadi pelajaran bagi penggiat startup di Indonesia.
Masalah adalah "berkah"
Saudi Arabia selama ini adalah salah satu negara kaya yang banyak bergantung pada melimpahnya sumber daya alam, khususnya migas. Dengan kondisi sekarang yang cenderung tidak lagi menguntungkan, mereka harus mencari sumber-sumber pendapatan baru.
Salah satu usaha yang dilakukan adalah kegiatan konferensi kewirusahaan seperti MiSK Global Forum. Meskipun demikian, hal tersebut tidak bisa serta merta menjadi pemicu anak muda untuk mengikuti "virus" kewirausahaan.
Berdasarkan data Saudi Youth Index 2016 yang dirilis dalam konferensi tersebut, pekerjaan di sektor pemerintah atau publik masih menjadi pilihan utama anak muda di negara tersebut. Faktor stabilitas keuangan masih menjadi isu utama.
Di Indonesia sendiri, yang jelas lebih banyak masalah, sikap mandiri dan tidak lagi bergantung pada pemerintah sudah mulai menjadi tren baru di kalangan anak muda. Masalah menjadi "berkah" ketika kreativitas terus diasah untuk membantu pemerintah menyelesaikan masalah-masalah ini. Kewirausahaan, termasuk yang berbasis teknologi, adalah salah satu cara yang menjadi pilihan.
Perempuan adalah penggerak perekonomian
Salah satu pembicara utama di ajang MiSK Global Forum adalah Pendiri Grameen Bank Muhammad Yunus. Secara khusus, Grameen Bank memberi bantuan tanpa jaminan kepada para perempuan karena mereka adalah penggerak perekonomian. Hal ini terbukti efektif.
Salah satu hal yang digalakkan di MiSK Global Forum adalah partisipasi perempuan dalam perekonomian. Sebelumnya, stigma yang kita pahami adalah keterbatasan peran perempuan di luar rumah. Kini pemerintah Saudi, melalui ajang seperti ini, melihat bahwa partisipasi perempuan bakal mendorong perekonomian ke arah yang lebih baik. Saudi Youth Index 2016 juga mencatat bahwa kaum perempuan Saudi lebih positif dan lebih yakin terhadap outlook negara ketimbang kaum laki-lakinya.
Di Indonesia kondisinya tak jauh berbeda. Perempuan sejak lama menjadi tulang punggung keluarga. Di desa, di kota, di pedalaman, di perkantoran, partisipasi aktif perempuan bakal mendorong sebuah negara ke arah yang lebih baik.
Penggiat startup perempuan pun tak kalah. Hadirnya CEO Hijup Diajeng Lestari sebagai salah satu pembicara adalah salah satu pengenalan karya anak bangsa di kancah global.
Pendidikan adalah kunci
"Kunci edukasi adalah dengan membebaskan siswa dari "kediktatoran guru" dan membiarkan mereka mengikuti ritme mereka sendiri" - Pendiri dan CEO Udacity Sebastian Thrun.
Pendidikan terus menerus didengungkan dalam MiSK Global Forum sebagai salah satu pilar inti pendukung kewirausahaan dan perekonomian. Ketika siswa selalu mengikuti perintah guru, hal tersebut akan terus terbawa dan mengurangi kreativitas mereka, padahal setiap anak diciptakan dengan kemampuan berbeda-beda.
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih memiliki permasalahan mendasar soal pendidikan. Startup teknologi pendidikan (edtech) berusaha membantu pemerintah menyelesaikan permasalahan ini, baik dalam bentuk solusi kelas online maupun sarana diskusi pembelajaran di luar kelas.
Pendidikan bukan cuma soal pendidikan formal. Evolusi pendidikan mendorong setiap orang untuk terus belajar, karena keilmuan dan pengetahuan terus berkembang. Tentu saja, semua disesuaikan dengan kemampuan masing-masing.