Antusiasme UKM di Luar Jabodetabek Mengadopsi Teknologi Digital
Memanfaatkan platform teknologi, pemain bisnis di daerah berkesempatan untuk berkompetisi di kancah nasional, bahkan global
DailySocial mendatangi sebuah penjual chicken wings di Jalan Kaliurang Yogyakarta. Ukuran kedainya tidak besar namun cukup ramai dipadati pelanggan, terutama yang memesan lewat jasa GO-FOOD. Ketika hendak melakukan pembayaran, penjual tersebut memasukkan data pesanan kami melalui sebuah tablet Android dan mencetak sebuah invoice melalui printer mini yang tersambung dengan perangkat tersebut.
Apa yang ada di tablet merupakan sebuah aplikasi SaaS (Software as a Services) berbentuk POS (Point on Sales) untuk merekapitulasi seluruh transaksi yang dilakukan. Layanan yang diakses secara online ini juga difungsikan untuk menyatukan sistem rekapitulasi antar kedai yang dimiliki agar seluruh transaksi terekam dalam satu buah pembukuan kas arus keluar dan masuk yang mudah dikontrol.
Seorang produsen batik tulis di Rembang, Jawa Tengah, mengungkapkan omzet hariannya sangat terbantu sejak ia memanfaatkan platform marketplace online Bukalapak dan Shopee. Salah satu alasannya adalah fleksibilitas dalam mengatur harga dan keuntungan yang ingin didapat. Cakupan pasarnya pun semakin luas.
Meskipun demikian, ia kadang masih merasa takut. Dengan dipublikasikan secara digital, desain karyanya akan mudah dijiplak. Kebetulan batik yang diproduksinya mempunyai ciri khas di desain dan tergolong edisi terbatas.
Adopsi teknologi di daerah
Bisnis digital terus melakukan perluasan pasar, menyusur kota-kota kecil di luar Jabodetabek untuk memaksimalkan keuntungan sembari berharap menciptakan sebuah tren baru di tengah masyarakat konsumtif di daerah. Yang saat ini sedang gencar salah satunya layanan on-demand dan e-commerce, termasuk beberapa startup digital yang sengaja menyasar potensi pasar di luar kota besar.
Untuk menggambarkan bagaimana para pebisnis melakukan pendekatan digital, kami melakukan survei terhadap 139 responden yang mengaku sedang menjalankan sebuah bisnis di daerahnya masing-masing. Responden berasal dari Jawa Tengah, Yogyakarta, Sumatera Utara, Kalimantan Selatan, Lampung, hingga Bangka Belitung.
Pertama, kami menanyakan apakah saat ini mereka memanfaatkan media sosial untuk mendorong promosi bisnis. Sebanyak 77,61 dari responden menyatakan telah memanfaatkan media sosial untuk membantu mempromosikan bisnisnya. Facebook dan Instagram masih menjadi platform yang paling mendominasi.
Selanjutnya mengenai pemanfaatan situs jual beli online. Sebanyak 57,21% dari responden memanfaatkan layanan e-commerce atau online marketplace untuk meningkatkan traksi penjualan produk. Diurutkan dari yang paling banyak digunakan, situs yang paling banyak digunakan adalah Tokopedia (68.7%), Bukalapak (58.26%), Shopee (42.61%), Lazada (37.39%), BliBli (18.26%), dan situs lainnya (16.52%).
Kami juga menanyakan tentang efektivitas penggunaan teknologi secara umum, sebanyak 57,71% responden mengaku bahwa teknologi cukup berperan untuk membantu bisnis mereka berkembang. Dari beberapa kategori teknologi, alat komunikasi seperti email berbayar yang paling banyak digunakan.
Peluang baru
Pengrajin batik di Rembang tersebut kini dapat menawarkan langsung produk karyanya kepada seluruh masyarakat di penjuru Indonesia, tidak hanya sebatas di lingkungan tertentu saja layaknya ketika ia menitipkan barang dagangannya ke toko aksesoris di kotanya. Pun demikian dengan kedai chicken wings di Yogyakarta. Dengan ilmu analisis sederhana, mereka bisa menemukan tren penjualan untuk menentukan seberapa banyak bahan baku yang perlu disiapkan dalam hari-hari tertentu. Bisnis makanan lebih berisiko jika stok tersisa terlalu banyak.
Di Yogyakarta, DailySocial juga mengamati sebuah tren unik dari ekspansi layanan pesan antar makanan ala GO-FOOD. Ada beberapa tipe penjual makanan yang kini tidak memfokuskan kepemilikan warung atau kedai untuk berjualan. Sampel makanan difoto dengan estetika yang sangat menarik kemudian diunggah ke dalam aplikasi. Pemesanan hanya bisa dilakukan melalui aplikasi, jadi secara fisik tidak ada kedai yang digunakan untuk melayani pembelian yang langsung dimakan di tempat.
Sangat menarik ketika teknologi dapat digerakkan untuk menciptakan peluang baru dan dimulai dengan cara yang sangat efisien. Umumnya pelaku bisnis kuliner ketika akan membuka layanan dipusingkan dengan investasi untuk tempat dan seabrek kebutuhan mebel yang harus dibeli. Mereka kini bisa fokus pada produk masakan dan menjualnya tanpa harus melalui kedai fisik. Cukup dari rumah masing-masing.
Permasalahan yang muncul
Penerapan teknologi oleh para penjual di kota-kota non metropolitan bukan tanpa masalah. Meski membawa peluang baru, penerapan teknologi masih terhambat oleh dua masalah mendasar, kemampuan teknis mengenai penggunaan teknologi dan infrastruktur. Hal ini dirasakan benar Agit, salah seorang pengrajin batik tulis di Rembang yang dipusingkan dengan pengetahuannya yang minim mengenai teknologi digital, ditambah lagi dengan konektivitas internet (mobile) yang belum stabil.
Masalah pertama mulai teratasi dengan rajin mengikuti pelatihan atau kumpul komunitas untuk memaksimalkan penjualan. Dua topik utama biasanya mengenai promosi, membangun brand, dan menjual barang melalui toko online atau marketplace.
Masalah yang kedua, yakni infrastruktur, dirasa sangat menghambat, padahal Rembang terletak di Jawa Tengah yang seharusnya sudah memiliki infrastruktur teknologi yang cukup memadai. Menurut Agit, penjualan online sangat dipengaruhi respon terhadap permintaan dan percakapan yang dilakukan dengan pembeli. Terlalu lama merespon pasti bisa berimbas pada kepuasan pembeli.
Pekerjaan rumah
Gambaran yang kita temui di lapangan tentang pemanfaatan teknologi memberikan harapan bagi bisnis (apapun) untuk berkembang, termasuk mempermudah proses pemesanan dan pengelolaan keuangan. Pengalaman pengguna dan efisiensi manajemen menjadi dua hal yang langsung terdongkrak. Di sisi pemasaran dan penjualan, mereka sangat terbantu dengan adanya media sosial dan layanan e-commerce.
Meskipun demikian, berdasarkan pengalaman mereka di lapangan, infrastruktur internet yang menjadi tulang punggung ternyata masih menjadi kendala di berbagai pelosok. Hal ini menjadi pekerjaan rumah bersama, baik bagi regulator maupun penggiat ekosistem. Infrastruktur dan edukasi adalah kunci pemanfaatan teknologi untuk membantu para UKM meningkatkan daya saing dan berkompetisi di tataran nasional, bahkan global.