Aruvana Paparkan Pemanfaatan Teknologi Imersif untuk Pemulihan Penyakit
Baru saja meluncurkan aplikasi berbasis VR bernama "Vinera" untuk membantu pemulihan pasien stroke secara mandiri
Startup pengembang teknologi imersif Aruvana baru saja merilis perangkat VR bernama "Vinera" untuk mendukung pemulihan penyakit stroke. Perangkat ini dikembangkan bersama dua mitra strategisnya, yakni PT Media Brain Sejahtera dan dr. Hendry Gunawan, Sp.N (medical advisor).
Dihubungi terpisah oleh DailySocial.id, Co-Founder dan CEO Aruvana Indra Haryadi memaparkan lebih dalam soal pengembangan teknologi imersif miliknya. Dari riset yang dilakukan, ia menyebut bahwa teknologi tersebut dapat berkontribusi untuk mengatasi permasalahan di sektor kesehatan.
Pada aspek klinis, teknologi imersif dapat dimanfaatkan untuk pemulihan penyakit. Tahap awal, Aruvana menggarap produk Vinera untuk membantu proses terapi pasien stroke. Pasien dapat fokus melakukan pemulihan dari rumah dengan pengawasan dari tenaga kesehatan (nakes).
"Dokter saraf dan fisioterapi kebanyakan bekerja di RS atau klinik. Banyak pasien yang terkendala akses menuju ke sana. Teknologi imersif dapat membantu proses terapi tanpa mengurangi pengawasan dari nakes, data dapat terus dipantau," tutur Indra.
Vinera dilengkapi dengan sistem gamifikasi, memungkinkan pasien untuk melakukan latihan terapi secara mandiri dan lebih menyenangkan. Adapun modul pelatihan dirancang secara komprehensif yang terdiri dari tugas dan permainan untuk meningkatkan fungsi motorik pasien, dan akan dipantau oleh para terapis dari jarak jauh.
Stroke tercatat sebagai penyebab kematian dan kecacatan nomor 1 di Indonesia sejak 2013, dan menjadi penyakit terbanyak dengan jumlah penderita mencapai sekitar 2,9 juta pasien di Indonesia, dengan tingkat prevalensi sekitar 10,9%.
"Kami sudah riset mendalam bagaimana VR dapat memberikan pengaruh terhadap pemulihan stroke. Sudah ada banyak temuan dari jurnal bahwa pemulihan stroke dengan dukungan perangkat VR dapat berpengaruh positif, terutama untuk bagian tubuh atas," tambahnya.
Vinera adalah satu dari sepuluh peserta terpilih terkait inovasi pada program Health Innovation Sprint Accelerator 2023, hasil kerja sama Kemenkes dan East Ventures.
Untuk tahap awal, Aruvana baru bermitra dengan dua faskes untuk riset dan pengembangan Vinera. Targetnya di 2024, Vinera dapat digunakan di 100 faskes untuk mengkover 20.000 pasien penderita stroke yang ingin melakukan terapi.
Pada aspek nonklinis, produk dengan teknologi imersif juga dapat dimanfaatkan untuk mendukung proses pembelajaran. Misalnya, praktik ilmu forensik. Indra mengakui bahwa pengembangan produk imersif di Indonesia masih sangat awal karena teknologinya masih baru dan use case bersifat eksploratif. Namun, kebutuhan dan potensinya sangat besar.
Pengembangan teknologi imersif
Aruvana mengembangkan produk imersif untuk tiga sektor utama, yakni healthcare, safety, dan education. Ketiga sektor ini diyakini dapat memberikan dampak besar terhadap masyarakat di Indonesia. Pihaknya bekerja erat dengan pemangku kepentingan di ketiga sektor ini untuk lebih memahami permasalahan yang dihadapi.
Di segmen safety, produknya digunakan untuk mendukung simulasi pada situasi darurat. Sementara di segmen pendidikan, Aruvana bekerja sama dengan UGM untuk memanfaatkan produk imersif pada proses pembelajaran/praktik mahasiswa Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK).
More Coverage:
Ditanya soal aspek biaya, Indra berujar bahwa harga perangkat VR yang dipasarkan untuk ritel/individu justru kini 10 kali lipat semakin terjangkau dibandingkan tahun 2019--bahkan lebih murah daripada iPhone.
Namun, ia menilai bahwa biaya pengembangan teknologi maupun perangkatnya dapat terbilang relatif tergantung dari pemanfaatannya. Ia mencontohkan, metode pembelajaran prosedur laparoskopi dengan perangkat imersif bisa memangkas biaya 10% dibandingkan prosedur yang dilakukan secara konvensional.
"Biaya teknologi dan produk bisa lebih terjangkau karena mengejar hasil yang sama tanpa perlu mengeluarkan biaya yang sama pula. Namun, kita dapat mengurangi risiko atau proses yang repetitif. Kalau simulasi [tanpa produk imersif], harus mencari pasien, ada effort dan biaya yang dikeluarkan. Begitu melihat perspektif yang tepat, harga alat dan teknologi dapat menjadi sangat murah."