Bain & Company: Kontribusi E-Commerce Terhadap Penjualan Ritel di ASEAN Masih Tahap Awal
Ada potensi tumbuh yang lebih besar karena didukung kondisi makroekonomi
Pemanfaatan platform e-commerce di ASEAN dinilai masih dalam tahap awal untuk mendongkrak kontribusi ekonomi dari sektor UKM ritel. Untuk itu, ruang untuk menyamai Tiongkok dan Amerika Serikat terbuka sangat lebar.
Hasil riset perusahaan konsultan manajemen Bain & Company yang didukung oleh Sea Group, Google, dan Tan Sri Rebecca, bertajuk "Advancing Towards ASEAN Digital Integration: Empowering SMEs to Build ASEAN’s Digital Future" menunjukkan sektor layanan e-commerce (B2B dan B2B2C) tumbuh 25% tiap tahunnya selama lima tahun belakangan. Diestimasi penjualan lewat sektor tersebut mencapai US$10 miliar pada tahun lalu atau baru 2% dari total penjualan ritel.
"Kondisi tersebut kalah jauh dibandingkan Amerika Serikat sebesar 12% dan Tiongkok 20%," tulis laporan tersebut.
Bila dijabarkan lebih detil, Singapura memimpin dibandingkan negara tetangga lainnya sebesar 5%, diikuti Brunei Darussalam 4%, Malaysia 3%, Indonesia dan Thailand 2%. Kendati demikian, ASEAN berpeluang besar untuk menyamai kedua negara maju tersebut.
Faktor pendukungnya terletak pada makin kuatnya gelombang permintaan secara makroekonomi. Lebih dari 50% penduduk ASEAN berusia di bawah 30 tahun dan PDB riil per kapita ASEAN telah tumbuh sebesar 3,8% dalam lima tahun terakhir, dibandingkan dengan rata-rata global 2,3%. Sementara itu, proporsi pengguna internet telah meningkat 2,8 kali dari 2012 hingga 2017.
Tantangan integrasi digital
Bain & Company melakukan survei terhadap 2.342 responden pelaku UKM di sektor agro, manufaktur, ritel, transportasi, dan logistik di 10 negara ASEAN. Survei berlangsung selama Maret-April 2018. Salah satu hasilnya menunjukkan bahwa UKM di seluruh sektor mendapatkan manfaat langsung dan berkelanjutan ketika terintegrasi dengan ekonomi digital.
Responden dari UKM ritel menyebut, mereka yang menggunakan kanal e-commerce mengalami peningkatan penjualan rata-rata 15%, UKM logistik rata-rata produktivitas naik 10%-20%. Sementara, UKM agro yang mengadopsi aplikasi pertanian produktivitasnya naik 5%-10%.
Dari 80% responsen UKM ritel yang disurvei, mereka setuju ada potensi yang bisa digali lebih dalam untuk meningkatkan bisnis lewat pemanfaatan platform e-commerce. Meskipun demikian, secara umum UKM ritel masih menghadapi hambatan yang membatasi mereka dari pertumbuhan online lebih lanjut baik dalam penjualan domestik dan lintas batas.
Sejumlah hambatan tersebut di antaranya kurangnya pemahaman teknologi digital, karyawan kurang memiliki keterampilan untuk menjual produk secara online, dan lemahnya koneksi internet.
Hambatan lainnya saat UKM ritel mau melakukan ekspor, misalnya infrastruktur logistik yang masih buruk, kompleksitas lintas batas karena banyak non tarif, dan minim opsi pembayaran.
Berbicara soal tingkat adopsi internet di kalangan UKM ritel, secara rata-rata di ASEAN mencapai 34%. Singapura kembali menempati posisi pertama dengan persentase 50%, Malaysia 49%, Filipina 41%. Namun Thailand (32%), Indonesia (30%)dan negara sisanya masih dibawah rata-rata tersebut.
"Penelitian ini menunjukkan peran kunci yang dapat dimainkan e-commerce dalam mewujudkan ekonomi yang lebih inklusif di Indonesia -apakah dengan memberdayakan UKM pedesaan atau membantu pengusaha perempuan meningkatkan pendapatan dan mata pencarian mereka," ujar Ekonom Sea Group Santitarn Sathirathai.
"Kami melihat momentum besar dalam e-commerce sebagaimana UKM memasuki pasar baru yang berkembang pesat secara online ke depan."