BRI Ventures Jaring Bisnis D2C Melalui Program Akselerator Kiqani Labs
Targetkan 15-20 merek bisnis dari berbagai segmen, seperti fashion, produk kecantikan, dan F&B
BRI Ventures melalui dana kelolaannya Sembrani Kiqani, meluncurkan Kiqani Labs, sebuah program akselerator yang fokus menjaring bisnis D2C (direct to consumer). Program ini diharapkan bisa menjaring merek bisnis dari berbagai segmen, seperti fashion, produk kecantikan, dan F&B di Indonesia.
Untuk mengikuti program ini, calon partisipan diharapkan sudah memiliki bisnis yang telah tervalidasi di pasar. Dalam program yang akan diadakan selama 2 bulan ini, BRI Ventures menawarkan insights yang lebih luas terkait industri ini, juga kunjungan ke lokasi partner strategis perusahaan, serta jaringan luas dan mentor yang dapat diandalkan.
Pihaknya menegaskan bahwa BRI Ventures tidak menjanjikan investasi secara langsung, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk terjadi kolaborasi ke depannya. Saat ini, Kiqani Labs juga masih membuka kesempatan bagi pebisnis yang ingin mendaftarkan mereknya di program akselerator ini.
Pertama kali diumumkan ke publik pada akhir tahun 2021, dana kelolaan Sembrani Kiqani memang memiliki fokus untuk consumer brands menyasar sektor direct-to-consumer (D2C). Ketika itu, Nicko Widjaja, CEO BRI Ventures meyakini bahwa sektor ini mampi menjadi penggerak industri terutama di tengah pemulihan ekonomi dari pandemi Covid-19.
Sebelumnya, BRI Ventures juga sempat menggandeng Tokocrypto dalam menjalankan program Tokocrypto Sembrani Blockchain Accelerator (TSBA). Inisiatif ini berupaya menyediakan modul ekstensif khusus dirancang demi membawa proyek dan startup blockchain untuk muncul ke panggung dunia.
Pasar D2C di Indonesia
Berdasarkan laporan yang dikeluarkan Ken Research, Indonesia diproyeksikan akan mengalami peningkatan persaingan di pasar D2C di tahun-tahun mendatang sebagai akibat dari kebangkitan industri 4.0. Tumbuhnya industrialisasi di Indonesia membantu mendorong industri D2C ke tingkat perkembangan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Laporan yang sama menyebutkan bahwa ukuran pasar D2C di Indonesia saat ini tidak lebih dari 1% total pasar e-commerce. Namun, angka ini dipercaya akan bertumbuh secara signifikan, didorong oleh target pasar yang besar, meningkatnya pembelian daring, pendapatan per kapita yang tinggi, dan dukungan modal ventura terhadap startup D2C di tanah air.
Berdasarkan infografis yang dibuat oleh Ken Research di atas, dapat dilihat bahwa GMV e-commerce di Indonesia memiliki potensi pasar hingga USD$120 miliar. Fashion dan Apparel menjadi segmen utama yang juga menyumbang pendapatan terbesar pada pasar D2C di Indonesia.
Dari sisi persaingan, industri ini masuh terbilang sangat terfragmentasi. Semakin banyak merek yang mengadopsi strategi distribusi omnichan nel pasca-COVID untuk mendapatkan pijakan di pasar karena pelanggan ragu untuk mengunjungi toko offline. Salah satunya adalah Hypefast, yang belum lama ini memaparkan survey terkait tren merek lokal di Indonesia.
Banyak investor yang sudah mulai melirik pasar ini. Beberapa program akselerator juga sudah dilancarkan untuk bisa mendorong pertumbuhan pasar D2C di Indonesia. Selain Kiqani Labs, ada Gojek Xcelerate yang lebih dulu hadir untuk menjaring UMKM ritel. Teranyar, ada program akselerator D2C dari Kino Indonesia yang baru saja menyelesaikan program bootcamp intensif Maret lalu.