Grup Salim Siap Berpartisipasi di Ranah E-Commerce di Indonesia
Chairman dan CEO Salim Group Anthoni Salim berharap dapat belajar melalui kerja sama dengan perusahaan Jepang dan Jerman
Sudah bukan rahasia lagi ranah e-commerce di negara telah berkembang menjadi tambang emas baru yang menggiurkan, termasuk di Indonesia. Faktanya, terhitung sudah ada delapan perusahaan besar yang telah melebarkan sayap ke sektor e-commerce di Nusantara. Kini, salah satu konglomerasi terbesar Indonesia, Grup Salim, juga turut menyatakan siap untuk berpartisipasi.
Grup Salim didirikan pada tahun 1972 oleh Sudono Salim (Liem Sioe Liong) dan telah berkembang menjadi salah satu konglomerat terbesar di Indonesia. Hal tersebut diawali dengan keberhasilan Anthoni Salim, anak Sudono Salim, yang berhasil membawa Grup Salim melewati masa-masa kritis moneter di Indonesia. Kini dua asetnya, PT Indofood Sukses Makmur Tbk dan PT Bogasari Flour Mills, telah menjadi produsen mi instan dan terigu terbesar di dunia.
Siap untuk berpatisipasi dalam ranah e-commerce Indonesia
Dalam tiga tahun ke depan, diprediksikan pemain e-commerce Indonesia masih akan berjibaku untuk membentuk ekosistem. Ini tak lepas dari isu tantangan e-commerce di Indonesia seperti pembayaran, logistik, dan regulasi yang masih belum kelihatan titik terangnya.
Pun demikian, potensi pasar Indonesia masih besar dan nilainya diprediksikan akan terus meningkat. Asosiasi e-commerce Indonesia (idEA) memperkirakan di tahun 2016 nilai pasar e-commerce Indonesia dapat mencapai $25 miliar. Dengan nilai seperti itu, siapa yang ingin menyangkal bahwa industri ini tidak dapat menjadi tambang emas baru?
Peluang tersebut juga telah dilihat oleh delapan perusahaan besar Indonesia yang mulai melebarkan sayap ke industri e-commerce, baik itu melalui anak perusahaan ataupun dengan membuat yang baru. Salah satu konglomerat terbesar Indonesian, Grup Salim pun tak ingin melewatkan momentum dan peluang emas ini. Dalam wawancara esklusif yang diterbitkan media Jepang The Nikkei, Chairman dan CEO Grup Salim Anthoni Salim menyampaikan:
"Kami siap untuk berpartisipasi dalam e-commerce di Indonesia, yang baru saja dimulai. Jika Anda ingin sukses [di e-commerce], logistik, manajemen transportasi dan arsitektur TI harus sangat kuat."
Indikasi tersebut berhasil digali dari informasi joint venture Indomobil, lini bisnis otomotif Grup Salim, dengan Seino. Anthoni juga mengungkapkan bahwa pihaknya telah bekerja sama dengan perusahaan Jepang lain seperti, transcosmos, Digital Advertising Consortium, dan NTT Docomo.
Menurut Anthoni, Grup Salim juga telah bekerja dengan Rocket Internet, yang berbasis di Jerman dan merupakan induk perusahaan e-commerce besar, seperti Zalora dan Lazada. Seperti kita ketahui, perusahaan telekomunikasi terbesar Filipina PLDT, yang mayoritas sahamnya dimiliki Grup Salim, telah berinvestasi di Rocket Internet dan bekerja sama membangun joint venture berbasis Internet di Filipina.
"Saya rasa, kita juga dapat belajar dari Rakuten dan SoftBank," tambahnya.
Kerja sama itu terjalin demi mempertajam daya saing Grup Salim sendiri ketika nanti berpatisipasi di sektor e-commerce. Banyaknya kemitraan dengan perusahaan Jepang pun memiliki alasan sendiri. Anthoni ingin menjembatani besarnya potensi negara-nagara ASEAN dengan kualitas yang dimiliki perusahaan Jepang.
Anthoni mengatakan, "Perusahaan-perusahaan Jepang memiliki produk yang baik, proses yang baik dan, yang lebih penting, pengalaman. Di sisi lain, pasar negara berkembang seperti ASEAN, yang memiliki populasi 600 juta, memiliki potensi [pasar] besar. Hal ini sangat baik bila dijembatani [keduanya]."
Perlambatan ekonomi tidak menjadi hambatan
Meski saat ini Indonesia tengah mengalami perlambatan ekonomi, namun industri e-commerce tidak terlalu terpengaruh. Hal ini tak lepas dari faktor basis pengguna Internet di Indonesia yang terus berkembang. Anthoni sendiri percaya dengan kondisi seperti sekarang, ketika ekonomi melambat, Indonesia tidak akan jatuh ke dalam masa krisis seperti sebelumnya.
Anthoni mengatakan, "Tidak, 'krisis' adalah [tentang] persepsi - tidak fundamental. Indonesia memiliki cadangan devisa lebih dari 100 miliar. Sistem perbankan sangat kuat. Sejak tahun 1998, perusahaan-perusahaan tidak overleveraged. [...] Indonesia juga merupakan pasar yang besar. Dan yang lebih penting, Indonesia adalah negara demokrasi terbaik. Berikan waktu, kita akan baik-baik saja."