Kakao Dikabarkan Gelar Penawaran Saham Perdana Tahun Depan
Pembuat layanan messaging terbesar di Korea Selatan Kakao Corp disebutkan bakal menggelar penawaran saham perdana (IPO - initial public offering) di Bursa Saham Korea (KRX) Mei 2015. Menurut informasi yang dilansir Wall Street Journal, Kakao, yang populer dengan produk Kakao Talk, bakal menunjuk Morgan Stanley dan Samsung Securities sebagai penasihatnya. Ini adalah berita besar ketiga dalam dua minggu terakhir di ranah mobile messaging setelah akuisisi Viber oleh Rakuten dan akuisisi WhatsApp oleh Facebook.
Kami sempat menanyakan perihal IPO ini ke CEO Kakao Sirgoo Lee di sela-sela kegiatan Startup Asia November tahun lalu dan Lee membantah Kakao akan melaksanakan IPO dalam dekat. Menurut berita yang sebelumnya beredar di Korea, Kakao akan terdaftar di bursa saham paruh pertama tahun 2014 ini, tapi sumber WSJ menyebutkan bahwa Kakao bakal listing di KRX bulan Mei 2015. Dengan rencana IPO ini, Kakao diperkirakan memperoleh dana segar hingga $1 miliar (hampir Rp 12 triliun).
Sebelumnya Lee menyebutkan kepada kami bahwa Kakao tidak memiliki rencana dalam waktu dekat karena hal-hal yang berkaitan dengan IPO bakal memperlambat kinerja perusahaan. Menurut Lee, arah Kakao memang akan ke sana (IPO) karena sejak didirikan tujuh tahun yang lalu banyak karyawan yang memiliki saham perusahaan dan ingin menjualnya tapi belum memiliki pasar terbuka untuk itu.
Saat ini perusahaan sedang bekerja sama dengan institusi finansial untuk menyiapkan trust fund yang bakal menampung penjualan saham yang dimiliki oleh karyawan-karyawan terdahulu.
Kakao Talk adalah layanan messaging terbesar di Korea Selatan dan berusaha bersaing dengan WeChat dan Line untuk memperluas jumlah penggunanya di Asia. Menurut data terakhir jumlah pengguna Kakao Talk secara global adalah 130 juta, dengan Indonesia menjadi negara dengan jumlah pengguna kedua terbesar, setelah Korea Selatan -- 13 juta pengguna menurut data per November 2013. Termasuk dalam daftar investor Kakao adalah raksasa digital Cina Tencent dan konglomerat Malaysia Berjaya Group.