1. Startup

Kredivo Segera Go-Public via SPAC, Bidik Dana Segar 6,1 Triliun Rupiah

Valuasi Kredivo nantinya bisa tembus $2,5 miliar dan menjadi unicorn dari Indonesia berikutnya

FinAccel, induk dari Kredivo, mengumumkan langkahnya untuk menjadi perusahaan publik di NASDAQ melalui skema SPAC. Kredivo akan merger dengan perusahaan cangkang VPC Impact Acquisition Holdings II (NASDAQ: VPCB) yang merupakan afiliasi dari Victory Park Capital (VPC), firma investasi global yang sudah beberapa kali memberikan fasilitas kredit untuk Kredivo.

Baik FinAccel dan VPCB telah memasuki tahap perjanjian definitif untuk penggabungan bisnis mereka dan mengajukan dokumen kepada Komisi Sekuritas dan Bursa Amerika Serikat (US Securities and Exchange Commission/SEC). VPCB sendiri telah menyelesaikan IPO pada Maret 2021.

Dengan penggabungan ini, FinAccel akan memiliki valuasi pro-forma ekuitas di kisaran $2,5 miliar, dengan asumsi tidak ada penebusan. FinAccel akan menjadi startup unicorn berikutnya dari Indonesia setelah transaksi ini selesai.

Dalam konferensi pers virtual yang diselenggarakan perusahaan untuk sejumlah media pada hari ini (03/8), Co-Founder dan CEO FinAccel Akhsay Garg menjelaskan kesempatan untuk menjadi perusahaan terbuka ini datang karena FinAccel dan VPC punya hubungan bisnis yang kuat. Ia melihat VPC sebagai firma yang berkualitas dan reputasi baik.

Lagipula, untuk mendapatkan dana segar dalam jumlah banyak dan dalam satu waktu tidak memungkinkan bagi sebuah perusahaan bila dilakukan melalui pendanaan secara privat. Oleh karena itu, kesempatan ini datang dan ingin dimanfaatkan FinAccel sebaik mungkin.

“Jadi kita bukan memilih untuk IPO, tapi memilih opsi pendanaan yang terbaik. Keputusan ini pun tidak mendadak tapi ada kesempatan yang datang dengan sendirinya,” ujar Garg.

Terkait proses listing di NASDAQ, transaksi ini diharapkan akan menghasilkan dana segar lebih dari $430 juta (lebih dari 6,1 triliun Rupiah) dalam bentuk tunai pada neraca keuangan perusahaan gabungan. Dari total dana tersebut, menggambarkan kontribusi hingga $256 juta secara tunai yang telah masuk dalam rekening perwakilan VPCB (dengan asumsi tidak ada pemegang saham PVCB yang menebus sahamnya).

Kemudian, sebesar $120 juta dalam bentuk private placement (PIPE) yang dipimpin oleh Marshall Wace, Corbin Capital, SV Investment, Palantir Technologies, Maso Capital, dan sponsor VPC, bersamaan dengan tambahan komitmen ekuitas sebesar $55 juta dari investor terdahulu, yakni NAVER (melalui NAVER Financial) dan Square Peg.

Garg menjelaskan dengan terbukanya akses pasar di bursa Amerika Serikat membuka kesempatan bagi perusahaan untuk mendapatkan likuiditas yang jauh lebih besar. Bursa Amerika Serikat memang menjadi “rumah” untuk banyak perusahaan teknologi besar di seluruh belahan dunia. Dari Asia saja, terhitung sudah hadir Sea, Alibaba, dan Grab dalam waktu dekat.

Ia pun membuka opsi untuk dual listing, dengan ikut melantai di Bursa Efek Indonesia. Meski keputusan tersebut belum bisa dispesifikkan lebih lanjut.

Lebih lanjut, Garg menerangkan dana segar hasil merger ini nantinya akan menjadi amunisi perusahaan untuk memperkuat posisinya di Asia Tenggara, akan ada rencana ekspansi regional ke Vietnam dan Thailand, dan pengembangan lini bisnis baru.

Komentarnya mengenai label unicorn yang akan disandang perusahaan, Garg mengonfimasi hal tersebut. Tapi menurutnya, label unicorn dan IPO bukanlah hal yang ingin dibidik perusahaan sejak awal didirikan. Ia ingin melanjutkan visi perusahaan dalam memperdalam penetrasi kartu kredit digital yang masih begitu luas kesempatannya di Asia Tenggara.

Perkembangan Kredivo

Dalam rekam jejaknya, Kredivo menyalurkan pembiayaan kredit instan kepada pengguna untuk pembelian di e-commerce dan offline serta dana pinjaman tunai, berdasarkan real-time decisioning yang didukung oleh teknologi AI buatan sendiri. Total penggunanya hampir mencapai 4 juta orang dan kerja sama dengan 8 dari 10 platform e-commerce terdepan di Indonesia.

Basis pengguna Kredivo tumbuh dua kali lipat selama 10 bulan terakhir dan pendapatan tahunan yang juga tumbuh dua kali lipat selama tujuh bulan terakhir. Diklaim perusahaan, memimpin industri untuk kategori Buy Now, Pay Later (BNPL), dengan wallet share setidaknya 50% di mayoritas merchant e-commerce di Indonesia.

Di Indonesia, penetrasi pengguna kartu kredit dari segmen kelas menengah kurang dari 10%, melalui kemitraan dengan Kredivo, merchant mampu meningkatkan nilai pembelanjaan konsumennya.

Merchant Kredivo yang disurvei mampu mencatatkan peningkatan untuk rata-rata jumlah pembelian (average basket size) lebih dari dua kali lipat, peningkatan frekuensi transaksi hingga tiga kali lipat, dengan lebih dari 50% merchant tersebut mengatakan Kredivo dapat memperbesar cart conversion rate atau jumlah transaksi yang berhasil pada waktu checkout.

Tren SPAC

SPAC menjadi kata kunci yang ramai sejak awal tahun ini. Selain Kredivo, perusahaan lokal yang ikut tertarik ada Tiket.com. Perusahaan yang kini telah bervaluasi lebih dari $1 miliar tersebut dikabarkan juga mempertimbangkan SPAC untuk menjadi kendaraannya melantai ke bursa saham. Rumornya mereka akan menggandeng perusahaan cek kosong COVA Acquisition Corp. (COVA), membentuk gabungan perusahaan bernilai lebih dari $2 miliar.

More Coverage:

Selain itu, dalam sebuah keterangan yang dikutip Kumparan, CEO GoTo Andre Soelistyo mengatakan perusahaan gabungan Gojek-Tokopedia juga ditargetkan bisa melantai ke bursa sebelum akhir tahun 2021.

Dan seperti diketahui sebelumnya, unicorn lain Traveloka dan Bukalapak juga sudah dikabarkan mulai menjajaki opsi go-public dengan kendaraan SPAC.

Popularitas SPAC muncul akibat proses IPO konvensional dinilai lebih rumit, mahal, dan memakan waktu lebih banyak bagi startup teknologi. Di Amerika Serikat, tahun 2020 menjadi momentum pertumbuhan signifikan go-public lewat kendaraan cek kosong. Ada lebih dari 200 SPAC mengumpulkan sekitar $799 miliar.

Kendati demikian, saat ini terlihat adanya penurunan harga SPAC dan minat investor institusi untuk masuk ke PIPE; berkemungkinan para startup berpikir ulang untuk go-public lewat mekanisme ini.

Partner Withersworldwide Joel Shen berpendapat, kebangkitan popularitas SPAC dapat dikaitkan dengan suku bunga rendah, likuiditas yang melimpah di pasar karena stimulus dari sistem bank sentral AS, dan peningkatan jumlah target akuisisi, terutama di bidang teknologi.