Begini Cara LinkAja Kebut Pertumbuhan Signifikan Melalui Strategi Bisnis Baru Dua Sisi
Melalui Strategi bisnis yang berikan solusi finansial bukan hanya ke konsumen Indonesia, namun juga ke ekosistem rantai pasok dalam ekosistem BUMN, LinkAja melaju pesat sebagai perusahaan fintech soonicorn di Indonesia.
Dewasa ini, pertumbuhan signifikan bagi perusahaan teknologi rintisan dari berbagai skala merupakan hal yang esensial. Tantangan yang berasal dari situasi ekonomi makro mendorong entitas teknologi untuk tak hanya bertumbuh secara signifikan, namun juga profitabilitas yang diharapkan mampu terakselerasi serta tetap mengedepankan aspek fundamental yang kokoh. Banyak cara untuk mencapai hal tersebut, salah satunya adalah dengan menciptakan kesinambungan dalam kolaborasi yang solid.
Seperti yang baru-baru ini dilakukan oleh LinkAja, fintech besutan tanah air ini menargetkan pertumbuhan yang pesat dengan mempertajam strategi dan memperkuat langkahnya dalam membangun solusi finansial digital yang komprehensif bagi ekosistem perusahaan BUMN di Indonesia. Hal ini akan direalisasikan dengan menghadirkan strategi bisnis baru LinkAja yang akan memfokuskan diri ke bisnis model dua sisi (two-sided business model), solusi finansial bagi konsumen Indonesia, juga menyediakan solusi finansial end-to-end bagi rantai pasok (supply chain) baik digital maupun tradisional di bawah naungan BUMN, melalui layanan pembayaran, pinjaman dan layanan digital lainnya. Langkah ini dipercaya akan menghadirkan dampak yang lebih signifikan dalam mempercepat inklusi keuangan Indonesia serta menyatukan beragam potensi yang ada di dalam ekosistem BUMN Indonesia yang sangat besar jumlahnya.
Dikutip dari laporan fintech 2021 perusahaan fintech yang ada di Indonesia sudah berkontribusi 41.9% terhadap transaksi ekonomi digital di ASEAN. Lebih spesifiknya, data Bank Indonesia menunjukkan hingga Agustus 2021, jumlah transaksi e-money telah mencapai Rp25 triliun. Dilihat dari data tersebut, angka ini meningkat 41 persen dari Rp17 triliun pada Agustus 2020.
Digitalisasi dalam Ekosistem BUMN Menjadi Jalan bagi LinkAja untuk Terus Unggul
Dengan tumbuhnya ekonomi digital domestik juga memberikan dampak yang cukup besar bagi LinkAja untuk semakin unggul, sejak didirikan pada tahun 2019, perjalanan LinkAja sudah meningkat 15 kali lipat lebih banyak dengan lebih dari 82 juta pengguna yang terdaftar. Tentunya dengan keberhasilan tersebut LinkAja sukses memikat investor Asia Tenggara dengan kehadiran dan kesadaran platform-nya sebagai juara fintech di Indonesia. Hal itu sejalan dengan situasi dan kondisi yang tengah terjadi di industri teknologi dunia. Di kala tantangan makro ekonomi global, perusahaan teknologi yang profitabel menjadi hal yang esensial untuk memperkuat fundamental perusahaan dari segi permodalan dan sejenisnya.
Untuk memperkuat ekosistem layanan digital bagi mitra strategis, LinkAja menciptakan sistem rantai pasok untuk mendukung kebutuhan tersebut. Menurut CEO LinkAja Yogi Rizkian Bahar, hal ini bertujuan untuk mewujudkan unit economics yang baik dengan peningkatan customer lifetime value yang berujung pada path to profitability yang lebih jelas.
"Lalu dengan menjadi penghubung antara merchant dan pelanggan, LinkAja tidak hanya memfasilitasi aktivitas transaksinya saja, tetapi juga memungkinkan principal untuk bisa mengetahui lebih jauh tentang para merchant-nya, misalnya KYC dan kemampuan finansialnya. Hal ini akan memungkinkan LinkAja untuk memperluas fasilitas layanannya berupa pembiayaan," katanya.
Dalam memperluas lini bisnis ke pembayaran online, layanan pembiayaan yang direncanakan oleh LinkAja diwujudkan terlebih dahulu di dalam ekosistem rantai pasok bisnis seperti Digipos (Telkomsel), para pelaku UMKM atau pelaku usaha dibawah naungan SRC (Sampoerna Retail Community), dan juga merambat ke rantai pasok bisnis BUMN lainnya.
Melalui strategi ini, LinkAja memberikan layanan efisien untuk mempermudah pengguna untuk membayar berbagai jenis tagihan seperti tagihan listrik pasca bayar, token listrik prabayar, internet, PDAM, hingga membayar BBM dan LPG melalui Pertamina. Tentunya kemudahan ini juga dijembatani dengan kehadiran QRIS yang diinisiasi oleh Bank Indonesia sejak 2020 lalu.
Untuk memperbesar ekosistemnya, LinkAja juga melakukan kolaborasi dengan ekosistem BUMN lainnya, salah satunya PT Semen Indonesia Group (SIG), adanya kolaborasi ini juga menjadi sebuah strategi memperkenalkan dompet digital dan menjangkau lebih banyak lagi lapisan masyarakat di seluruh Indonesia .
Tentunya sebagai salah satu platform keuangan elektronik dalam kesempatan digitalisasi yang semakin melebar, membuat LinkAja bertekad untuk terus berkolaborasi dan berinovasi dalam membantu pelaku usaha, khususnya di ekosistem BUMN agar bisa memanfaatkan konektivitas digital dan kedepannya LinkAja akan menjangkau ekosistem BUMN lainnya.
Sementara itu, untuk saat ini cash-in cash-out (CICO) LinkAja sudah mencapai 1,3 juta dan juga telah berhasil menerima investasi strategis dari Gojek dan Grab.
Meningkatkan Inklusi Keuangan Melalui Kolaborasi dan Investasi
Berbeda dengan perusahaan e-wallet lainnya, LinkAja bukan hanya berfokus pada konsumen saja namun juga memberikan solusi finansial dalam memenuhi kebutuhan ekosistem merchant guna memfasilitasi kebutuhan transaksi sehari-hari pengguna layanan.
“Kami melihat perlu menajamkan kembali strategi bisnis baru LinkAja yang akan memfokuskan diri ke bisnis model dua sisi (two-sided business model), yaitu tidak hanya menghadirkan layanan solusi finansial bagi konsumen Indonesia, namun juga menyediakan solusi finansial end-to-end bagi rantai pasok (supply chain) baik digital maupun tradisional, terutama yang berada di dalam ekosistem BUMN,” tambah Yogi
Maka dari itu, LinkAja berniat untuk melakukan kerjasama dengan Badan usaha Milik Negara lain untuk memberikan pelayanan e-wallet. Hal ini dilakukan untuk mencapai satu tujuan yaitu menjadi uang elektronik nasional yang bisa mendukung pemerintah untuk meningkatkan inklusi keuangan dan ekonomi melalui kemudahan akses layanan keuangan digital kepada seluruh lapisan masyarakat Indonesia.
Melalui ekosistem layanan transaksi keuangan elektronik yang lengkap dan terintegrasi, konsistensi dan komitmen LinkAja dalam upayanya untuk #SatukanPotensiIndonesia semakin terealisasi. Dengan mengoptimalkan seluruh layanan yang diunggulkan oleh setiap BUMN yang merupakan pemegang sahamnya, LinkAja optimis dapat memenuhi kebutuhan transaksi digital yang aman dan nyaman, serta semakin mempercepat proses inklusi keuangan yang merata di Indonesia.
Untuk menjalankan tujuannya tersebut sejak awal 2021, LinkAja sudah melakukan kerjasama dengan PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) atau BSI guna mengembangkan uang elektronik berbasis syariah di Indonesia. Kemudian di tahun yang sama juga LinkAja melakukan akuisisi iGrow (startup P2P lending untuk sektor pertanian).
Perkembangan Sektor e-wallet di Indonesia
Beberapa tahun terakhir sektor dompet digital (e-wallet) telah menghasilkan nilai transaksi yang cukup fantastis. Dalam laporan fintech 2021, e-wallet memimpin subsektor fintech yang paling sering digunakan, persentasenya memegang 53.7%. Kepraktisannya untuk penggunaan sehari-hari konsumen seperti transfer uang, top-up, hingga pembayaran e-commerce menjadi alasan utama subsektor ini bisa mengalahkan sub sektor lainnya seperti Paylater, P2P Lending, hingga investasi. Data per September 2021 juga menunjukkan volume transaksi uang elektronik ini mencapai 470 juta dengan total value Rp27,6 triliun.
Diketahui, kini selain mengakuisisi iGrow, LinkAja juga terus memperluas jangkauan pasarnya dengan menggarap layanan syariah. Seperti diketahui, pada April 2020, LinkAja telah memiliki LinkAja Syariah, Layanan uang elektronik berbasis syariah yang pertama di Indonesia yang telah mendapatkan sertifikasi dari MUI.
Beberapa tahun terakhir sektor dompet digital (e-wallet) telah menghasilkan nilai transaksi yang cukup fantastis. Dalam laporan fintech 2021, e-wallet memimpin subsektor fintech yang paling sering digunakan, persentasenya memegang 53.7%. Kepraktisannya untuk penggunaan sehari-hari konsumen seperti transfer uang, top-up, hingga pembayaran e-commerce menjadi alasan utama subsektor ini bisa mengalahkan sub sektor lainnya seperti PayLater, P2P Lending, hingga investasi. Data per September 2021 juga menunjukkan volume transaksi uang elektronik ini mencapai 470 juta dengan total value Rp27,6 triliun.
Masih dari laporan yang sama, e-wallet menjadi salah satu produk fintech yang masih dipertimbangkan untuk digunakan di masa depan, karena jika melihat pertumbuhan dan potensi yang besar dari pasar e-wallet di Indonesia, banyak pemain yang berusaha berkompetisi dengan menghadirkan beragam strategi dan inovasi. Diketahui, kini selain mengakuisisi iGrow, LinkAja yang juga telah memiliki label e-wallet dari Bank Indonesia dan e-retailer dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BPKM) ini bakal memperluas jangkauan pasarnya dengan menggarap layanan syariah. Sangat menarik untuk menantikan perkembangan berikutnya dari LinkAja di masa mendatang.