Mempersiapkan Bibit Unggul Bangsa di Bidang Pemrograman Komputer
Again, Programmer is The New Rockstar
Pada malam penganugerahan juara Indonesia ICT Award 2015 (INAICTA) Rabu malam lalu, dalam sambutannya Menkominfo Rudiantara menyampaikan bahwa pihaknya kini sedang mengupayakan pemrograman (coding) untuk dapat dielaborasi dengan kurikulum di sekolah. Rudiantara juga mengaku telah mengkomunikasikan rencana ini kepada Mendikbud Anies Baswedan. Kemampuan pemrograman yang masif dimiliki oleh anak bangsa dinilai akan menjadi salah satu energi untuk meniciptakan inovasi baru guna memajukan bangsa.
Sebuah survei dari Microsoft YouthSpark yang dilakukan di awal tahun melibatkan 1.850 siswa-siswi di 8 negara Asia Pasifik, termasuk di Indonesia mengemukakan fakta bahwa 87 persen dari siswa-siswi mengatakan pemrograman adalah sesuatu yang ‘keren’, dan mereka sangat berminat mempelajarinya. Karena sebagian besar dari mereka (91 persen) meyakini bahwa keterampilan pemrograman dapat menunjang dan menjadi pilihan karir mereka.
Sementara itu kurikulum TIK mulai diminimalkan di sekolah-sekolah
Cukup menantang untuk memasukkan pemrograman ke dalam kurikulum, pasalnya di sekolah-sekolah umum, mulai dari jenjang dasar sampai atas kurikulum TIK tidak lagi berdiri sebagai sebuah mata pelajaran wajib, kecuali di sekolah kejuruan dengan jurusan TIK. Kurikulum TIK di kebanyakan sekolah saat ini dijadikan sebagai layanan konsultasi, setara dengan konsultasi konseling siswa. Kurang efektif pastinya, karena di umur belia pelajar terkadang harus “dipaksa” untuk mempelajari sesuatu, karena mereka jarang berpikir panjang tentang kegunaannya di masa depan.
Pilihan lain ialah dengan mengadakan ekstrakurikuler atau menyisipkan ke dalam pelajaran utama. Namun yang justru menarik adalah menyisipkan ke dalam kurikulum pelajaran eksakta, ala matematika, fisika ataupun kimia. Beberapa fungsi dan logika pemrograman dapat disisipkan ke dalamnya, tapi tetap saja akan dihadapi pada sebuah pertanyaan besar, apakah sumber daya yang ada siap untuk itu? Tentu butuh serangkaian proses dan adaptasi jika benar-benar akan direalisasikan.
Banyak cara untuk menggugah minat pelajar untuk belajar memprogram
Membuat siswa-siswi berminat untuk mempelajari sesuatu memang menjadi hal yang menantang bagi guru, namun hal tersebut efektif dalam kaitannya dengan penyerapan pengatuhan oleh siswa. Dalam kaitannya dengan keterampilan pemrograman, beberapa pendekatan bisa dilakukan, salah satunya dengan menginisiasi apa yang disuka siswa-siswi untuk dijadikan media belajar. Contohnya dengan materi membuat game. Beberapa aplikasi IDE (Integrated Development Environment) menawarkan pengalaman interaktif dan visual-based dalam mengajarkan pemrograman.
Beberapa IDE dapat digunakan, salah satu yang gratis dan memiliki keluaran game digital adalah Kodu Game Labs. Aplikasi ini adalah contoh media belajar yang unik untuk mengajarkan sekaligus mengasah kemampuan pemrograman siswa-siswi. Menggunakan konsep bahasa pemrograman, namun dikemas secara visual. Siswa dengan mudah mengatur logika suatu objek di dalam game sesuai dengan fungsionalitas yang diinginkan. Dan masih banyak media lain yang dapat dimanfaatkan, seperti salah satunya yang dikembangkan anak bangsa, yakni Cody's App Academy, sebuah portal belajar pemrograman untuk anak-anak.
Tidak hanya semata-mata menanamkan kemampuan teknis memprogram
Kemampuan memprogram yang dimiliki seseorang akan memberikan sebuah pola pikir yang lebih efektif. Disebut dengan istilah “Computational Thinking”, yakni sebuah cara memecahkan masalah, merancang sistem, dan memahami suatu perilaku dengan menggunakan konsep ilmu komputer. Ilmu komputer merancang logika dan pola pikir untuk tereksekusi secara runtut dan efisien. Dengan mempelajari pemrograman kemampuan Compuational Thinking tersebut dapat ditanam, sehingga otak akan terangsang untuk selalu berusaha memecahkan masalah dengan seefektif mungkin, dengan membandingkan berbagai cara yang ada. Menurut penelitian pola pikir seperti ini juga yang akan dibutuhkan ke depan, untuk mengimbangi perkembangan yang ada.
Selain itu penelitian dari IDC mengungkapkan, bahwa di tahun 2020 mendatang akan terjadi kesenjangan yang begitu tinggi antara ketersediaan pakar di bidang TIK dengan kebutuhan yang ada. Angka IDC menyebutkan akan terdapat hampir 6 juta job TIK yang dibutuhkan, sementara kandidat yang terkualifikasi hanya sekitar 3 jutaan. Angka tersebut juga didukung oleh riset yang dilakukan US Bureau of Labor Statistic yang mengatakan bahwa 4 tahun mendatang job berkaitan dengan TIK akan bertumbuh 5,8 juta kesempatan, dan 51 persen diantaranya terkait dengan pengembangan software. Artinya kesempatan karir pun akan terbuka luas untuk pelajar yang memahami kemampuan teknis pemrograman.
Bahkan dengan memejamkan mata pun kita akan dengan mudah merasakan bagaimana prospek TIK ke depan. Masyarakat makin mapan menggunakan solusi berbasis TIK untuk mengakselerasi produktivitas dan kebutuhan personalnya. TIK menjadi pendompang masa depan, dengan mempersiapkan banyak benih terbaik yang mampu berinovasi dan mengendalikan TIK maka sama saja dengan mempersiapkan sebuah kemajuan bangsa.