Novistiar Rustandi: "Online Learning" Bisa Jadi Solusi Dunia Pendidikan Indonesia
Berbicara mengenai layanan pendidikan online selalu menarik karena akan ada opini pro kontra yang beragam. Banyak yang pesimis karena menganggap masyarakat Indonesia belum siap menyerap bisnis online learning ini. Apakah masyarakat sudah bisa menghargai sertifikasi yang didapat dari hasil pendidikan online? Apakah bisa dengan infrastruktur internet yang ada saat ini? Apakah memang ada orang yang tertarik belajar secara online?
Hal itu tidak berlaku bagi Novistiar Rustandi. Dia sangat yakin Indonesia sudah siap dengan online learning dan hal ini bisa menjadi solusi baik untuk lembaga pendidikan maupun calon siswa. Di tingkat global, sektor online learning juga sedang meroket. Menurut New York Times, investasi pembiayaan bagi layanan online education mencapai $1,8 miliar di tahun 2014.
Novistiar adalah pendiri HarukaEdu, sebuah startup teknologi pendidikan yang memberdayakan perguruan tinggi untuk menawarkan pendidikan online. Ia sekaligus merupakan Direktur di Jakarta Founder Institute, sebuah jaringan global startups dan mentor untuk membantu pengusaha memulai perusahaan teknologi. “Sejak 2011, saya telah membantu technopreneur meluncurkan lebih dari 8 perusahaan teknologi,” cetusnya.
Novistiar memang bukan orang baru di bidang pendidikan. Lulusan Universitas Katolik Parahyangan dan The George Washington University – School of Business ini juga mendedikasikan dirinya sebagai dosen di Universitas Bina Nusantara dan Surya University.
HarukaEdu adalah perusahaan yang menyediakan solusi turn-key yang memungkinkan perguruan tinggi untuk menawarkan pendidikan online berkualitas. “Visi kami adalah untuk memberikan masa depan yang lebih cerah bagi Indonesia melalui pendidikan online yang terjangkau dan berkualitas,” ujarnya.
Novistiar berkisah, ia memang tertarik dengan bisnis yang punya sisi sosialnya. Salah satu caranya dengan terjun ke dunia pendidikan. Saat berbincang-berbincang dengannya, Novistiar memetakan tiga masalah besar dalam pendidikan tinggi di Indonesia.
Menurutnya setiap tahun terdapat 2,5 juta pelamar ke universitas negeri namun hanya satu juta yang diterima. Kedua, dari lebih dari 3000 universitas yang terakreditasi, yang bagus baru sekitar 10 persen-nya.
Di sisi lain, ada kebutuhan akan tenaga ahli untuk mengisi posisi manajerial. Menurut riset yang telah dilakukan oleh HarukaEdu ada 84 persen perusahaan kesulitan untuk mencari posisi manajerial, sedangkan sekitar 60 persen yang kesulitan mencari talent untuk skill tertentu.
Sementara permasalahan lain adalah pihak universitas kesulitan mencari dosen bagus, karena semuanya tumplek di Jakarta.
Di sisi lain, MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) sudah di depan mata. Rencana pemerintah memproteksi dengan sertifikasi profesional untuk bekerja. Sebuah tindakan untuk melindungi tenanga kerja Indonesia, agar posisi manajerial tidak semuanya diisi oleh pihak asing.
“Orang yang sudah bekerja untuk melanjutkan sekolah ke pendidikan tinggi namun tidak ada waktu harus datang ke tempat perkuliahan. Kami hanya bekerja sama dengan Universitas grade B sesuai dengan peraturan pemerintah yang membolehkan universitas yang bagus yang menyelenggarakan online learning.”
Sebenarnya, menurut Novistiar, banyak universitas yang sudah menyadari pentingnya online learning, namun mereka tidak punya sumberdaya. “Biasanya mereka memberikan tugas ini kepada pengajar yang sehari-hari sudah punya kerjaan, jadinya tidak fokus. Tahun 2007 di amerika sendiri sembilan top university bikin kuliah online tetapi lima universitas gagal. Karena tidak fokus makanya banyak yang kerja sama dengan pihak ketiga,” ujarnya.
“Banyak karyawan yang lulusan D3 punya kualitas yang bagus namun tidak bisa dipromosi karena hanya lulusan SMA dan Universitas. Dari survei orang yang lulusan SMA rata-rata penghasilannya UMR sekitar dua hingga tiga juta biarpun mereka punya pengalaman segudang . Sedangkan D3 paling mentok lima juta. Nah ini makin jelas ada korelasi antara tingkat pendidikan dengan gaji,” ujar Novis.
“Ada lagi, orang mau kuliah, (tetapi) tidak punya uang. (Akhirnya) mereka kerja dulu. Sudah kerja tidak punya waktu untuk kuliah lagi, akhirnya masalah muter-muter di situ saja.”
Terakhir, Novistiar menutup percakapan dengan menceritakan bahwa tahun ini, selain menggelar e-learning, program perkuliahan online sarjana strata satu bersama UIN dan gelar master dengan London School of Public Relation, HarukaEdu ingin menyediakan platform untuk konten digital. "Seperti text book, tetapi sifatnya interaktif,” pungkasnya.